Bukti Amputasi Tertua pada Manusia Zaman Batu Ditemukan di Kalimantan

By Utomo Priyambodo, Kamis, 8 September 2022 | 12:00 WIB
Bukti operasi amputasi kaki pada manusa pemburu-pengumpul yang ditemukan di Liang Tebo, Kalimantan. (Tim Ryan Maloney, dkk/Nature)

Nationalgeographic.co.id—Tim peneliti gabungan dari Indonesia dan Australia berhasil menemukan bukti amputasi paling awal dari Zaman Batu yang pernah tercatat sejauh ini. Penemuan ini berasal dari Liang Tebo, sebuah gua batu kapur di daerah terpencil Sangkulirang-Mangkalihat di Kalimantan Timur, Indonesia.

Di gua tersebut, para peneliti menemukan sisa-sisa kerangka seorang pemburu-pengumpul muda yang bagian kaki kiri bawahnya mengalami proses amputasi oleh ahli bedah prasejarah pada 31.000 tahun yang lalu. Temuan ini dianggap sebagai bukti paling awal dari sebuah tindakan medis yang kompleks dan puluhan ribu tahun lebih awal dibanding "operasi" zaman batu yang ditemukan di situs-situs di seluruh Eurasia.

Tim peneliti dari Indonesia terdiri atas tim arkeolog dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (sekarang menjadi OR Arkeologi, Bahasa dan Sastra, BRIN), tim dari FSRD ITB, dan tim dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Kalimantan Timur. Adapun tim dari Australia antara lain terdiri atas tim arkeolog dari Griffith University dan University of Western Australia.

Profesor Maxime 'Max' Aubert dari Griffith Centre for Social and Cultural Research, salah satu pemimpin proyek penelitian ini, mengatakan bahwa temuan baru ini awalnya terungkap pada tahun 2020 selama penggalian arkeologi di Liang Tebo. Daerah ini hanya dapat diakses dengan perahu pada waktu-waktu tertentu dalam setahun.

Ekskavasi arkeologi tersebut diawasi oleh Tim Maloney, peneliti dari Griffith University, bersama dengan India Ella Dilkes-Hall dari University of Western Australia dan Andika Priyatno dari BPCB Kalimantan Timur. Tim di lapangan terkejut ketika melihat ada kerangka manusia yang kehilangan bagian kaki kiri dan tungkai bawahnya.

Analisis lebih lanjut yang dilakukan oleh Melandri Vlok, ahli paleopatologi dari University of Sydney, mengkonfirmasi adanya pertumbuhan tulang yang berhubungan dengan penyembuhan. Hasil analisisnya menyimpulkan bahwa anggota badan itu telah diamputasi melalui pembedahan beberapa tahun sebelumnya ketika individu tersebut masih anak-anak.

Menurut Vlok, hal ini merupakan sebuah kejutan besar bahwa pemburu purba ini selamat dari operasi yang sangat serius yang dapat mengancam keselamatannya, bahkan bekas lukanya pun telah tertutup dengan baik. Kelompok masyarakat ini telah tinggal selama bertahun-tahun di daerah pegunungan dengan mobilitas yang berubah dan bukti amputasi ini menunjukkan tingginya derajat kepedulian masyarakat.

Sebelumnya, penelitian arkeologi di wilayah Eurasia dan Amerika telah menemukan tulang manusia yang menunjukkan tanda-tanda adanya operasi amputasi pada zaman prasejarah, termasuk lubang yang dibor di bagian tengkorak (trepanasi). Sebelumnya, bukti tertua adanya operasi amputasi pada manusia ditemukan pada kerangka berumur 7.000 tahun dari seorang petani Zaman Batu dari Perancis yang pulih setelah lengannya dipotong.

"Dibanding temuan-temuan sebelumnya yang umurnya lebih muda, penemuan bukti operasi amputasi pada manusia dari sekitar 31.000 tahun yang lalu di Kalimantan jelas memiliki implikasi besar bagi pemahaman kita tentang sejarah kedokteran," ujar Maloney.

Sebelumnya, para ahli berasumsi bahwa manusia tidak memiliki keahlian dan teknologi untuk melakukan prosedur yang sulit seperti operasi amputasi, setidaknya hingga puluhan ribu tahun kemudian, atau setelah munculnya komunitas pertanian dan pedesaan yang mengubah tatanan kehidupan dalam 10.000 tahun terakhir.

"Pergeseran dari pola berburu dan mengumpulkan makanan ke bertani di akhir zaman es diperkirakan memunculkan masalah kesehatan yang sebelumnya tidak diketahui yang kemudian mendorong kemajuan teknologi medis, mungkin termasuk berbagai bentuk 'operasi' zaman batu," kata Maloney.

Bukti operasi amputasi yang tertua pada manusa dari Zaman Batu yang ditemukan di Liang Tebo, Kalimantan. (Tim Ryan Maloney, dkk/Nature)