Sama-sama Kerajaan Hewan, Apa yang Membuat Spesies Manusia Unik?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 14 September 2022 | 09:00 WIB
Manusia merasa punya kuasa untuk mengelola Bumi. Akan tetapi, apa yang membuat pikiran manusia demikian, dan merasa berbeda daripada hewan lainnya? Kuncinya ada pada proses evolusi yang memakan waktu jutaan tahun. (Pxhere)

Sementara temuan lain yang dikutip dalam studi mengatakan, 99 persen kesamaan antara simpanse dan manusia punya nenek moyang yang sama pada empat dan tujuh juta tahun silam. Itu sebabnya perbedaan genom tidak begitu signifikan, tetapi punya persamaan perilaku.

Suddendorf dalam bukunya berjudul The gap: The science of what separates us from other animals, dia melihat ada kesenjangan pikiran yang luar biasa antara manusia dan hewan. Dia mencari tahu, apa penyebabnya?

Awalnya ia curiga mungkin ukuran otak penyebabnya. Akan tetapi, otak gajah dan paus lebih besar dari kita. Apakah mungkin karena ukuran relatif otak dan tubuh? Maka, tikus dan celurut jauh lebih tepat untuk berpikir.

Pada akal, ada banyak persamaan antara manusia dan hewan lainnya yang punya ukuran otak beragam. Manusia pandai menggunakan alat yang membuatnya menjadi pencapaian signifikan. Alat bisa menjadi senjata untuk berburu hingga bertarung.

Akan tetapi, simpanse juga bisa menggunakan alat seperti daun sebagai kertas toilet dan payung mereka. Gagak juga bisa membuat alat dari daun atau batang kecil untuk mendapatkan makanan, bahkan batang kecil yang digabungkan menjadi tongkat.

Selama ini kelompok simpanse dan kelompok gorila diketahui hidup bersama dengan damai di daerah-daerah tertentu di alam liar. (Nicolas Johnson/QUORA)

Manusia bisa mengenal diri pada cermin. Di sisi lain, kerabat primata non-manusia kita seperti simpanse, orang utan, dan gorila juga bisa. Sementara monyet, babon, capuchin, dan kera kecil gagal mengidentifikasi diri mereka di cermin. Hewan lain di luar primata seperti lumba-lumba, gajah, dan burung murai justru bisa. Kita mulai ragu dengan fungsi akal sebagai kunci pembeda.

Mungkinkah kecerdasan kita karena bahasa--vokalisasi dalam suara? Rupanya burung, monyet, dan paus juga bisa. Sayangnya, di luar manusia, Suddendorf memandang, vokalisasi itu tampaknya berada di bawah emosi bukan kognitif. Percakapan manusia melibatkan penalaran tentang apa yang orang lain ketahui, inginkan, atau percayai.

"Bahasa manusia sangat mampu mewakili makna yang melampaui di sini dan sekarang," tulisnya dalam buku. Dan bahasa kita tidak seperti komunikasi hewan. Bahasa kita menyesuaikan untuk memahami pikiran manusia lain.

Selama proses evolusi, otak manusia berubah sehingga memiliki perbedaan dibandingkan hewan lainnya. Secara fisik, fitur-fitur otak kita berkembang menjadi berbeda dari primata non-manusia dan leluhurnya.

  

Baca Juga: Dunia Hewan: Menjawab Pertanyaan tentang Evolusi Reproduksi Seksual