Nationalgeographic.co.id—Dari semua planet yang diketahui, hanya Bumi yang diketahui bersahabat dengan kehidupan dibandingkan planet mana pun. Namun, studi baru mengungkapkan bahwa, Bumi bisa menjadi lebih ramah kehidupan daripada sekarang jika orbit Jupiter berubah. Sebab, menurut studi baru, kelayakhunian Bumi dipengaruhi juga oleh orbit Jupiter.
Ketika sebuah planet memiliki orbit melingkar sempurna di sekitar bintangnya, jarak antara bintang dan planet tidak pernah berubah. Kebanyakan planet, bagaimanapun, memiliki orbit "eksentrik" di sekitar bintangnya. Ini berarti orbitnya berbentuk oval. Ketika planet semakin dekat dengan bintangnya, ia menerima lebih banyak panas yang dapat memengaruhi iklim.
Menggunakan model rinci berdasarkan data dari tata surya seperti yang dikenal saat ini, peneliti UC Riverside menciptakan tata surya alternatif. Dalam sistem teoretis ini, mereka menemukan bahwa jika orbit Jupiter raksasa menjadi lebih eksentrik, hal itu pada gilirannya akan menyebabkan perubahan besar dalam bentuk orbit Bumi.
"Jika posisi Jupiter tetap sama, tetapi bentuk orbitnya berubah, itu sebenarnya dapat meningkatkan kelayakhunian planet ini," kata Pam Vervoort, ilmuwan planet UCR dan penulis studi utama.
Antara nol dan 100 derajat Celcius, permukaan bumi dapat dihuni oleh berbagai bentuk kehidupan yang diketahui. Jika Jupiter mendorong orbit Bumi menjadi lebih eksentrik, maka bagian-bagian Bumi terkadang akan lebih dekat ke matahari. Bagian dari permukaan bumi yang sekarang berada di bawah titik beku akan menjadi lebih hangat. Ini dapat meningkatkan suhu dalam kisaran yang layak huni.
Hasil studi ini telah diterbitkan dalam Astronomical Journal pada 8 September dengan judul System Architecture and Planetary Obliquity: Implications for Long-term Habitability. Temuan ini membalikkan dua asumsi ilmiah lama tentang tata surya kita.
"Banyak yang yakin bahwa Bumi adalah lambang planet yang layak huni. Setiap perubahan dalam orbit Jupiter, sebagai planet masif, hanya akan berdampak buruk bagi Bumi," kata Vervoort. "Kami menunjukkan bahwa kedua asumsi itu ternyata salah."
Para peneliti tertarik untuk menerapkan temuan ini untuk mencari planet layak huni di sekitar bintang lain, yang disebut eksoplanet.
"Hal pertama yang dicari orang dalam pencarian planet ekstrasurya adalah zona layak huni, jarak antara bintang dan planet untuk melihat apakah ada cukup energi untuk air cair di permukaan planet," kata Stephen Kane, astrofisikawan UCR dan rekan penulis studi.
Selama orbitnya, bagian planet yang berbeda menerima lebih banyak atau lebih sedikit sinar langsung. Sehingga planet tersebut memiliki musim. Bagian dari planet ini mungkin menyenangkan selama satu musim, dan sangat panas atau dingin di musim lain.
"Memiliki air di permukaannya merupakan metrik pertama yang sangat sederhana. Itu tidak memperhitungkan bentuk orbit planet, atau variasi musiman yang mungkin dialami planet," kata Kane.