Nationalgeographic.co.id - Dengan mengunci catatan gerhana matahari total di awal Abad Pertengahan, para ahli dapat lebih baik memetakan perubahan tingkat rotasi planet Bumi dan panjang harinya dari waktu ke waktu.
Menyaksikan gerhana matahari total adalah pengalaman yang tak terlupakan. Mungkin lebih mengesankan sepanjang sejarah sebelum kita dapat memahami dan memprediksi kejadiannya secara akurat. Namun catatan sejarah dari kacamata astronomi yang luar biasa ini lebih dari sekadar keingintahuan—mereka memberikan informasi yang tak ternilai tentang perubahan pergerakan planet Bumi.
Dalam sebuah studi baru yang dipublikasikan di jurnal Publications of the Astronomical Society of the Pacific, para peneliti Jepang menyisir catatan dari Kekaisaran Bizantium untuk mengidentifikasi dan menemukan gerhana matahari total. Gerhana matahari tersebut yang pernah diamati di sekitar Mediterania Timur pada abad ke-4 hingga ke-7 M, periode di mana catatan gerhana matahari yang diidentifikasi sebelumnya sangat langka.
Kekaisaran Bizantium, juga disebut sebagai Kekaisaran Romawi Timur atau Bizantium. Ini adalah kelanjutan dari Kekaisaran Romawi di provinsi timurnya selama Zaman Kuno Akhir dan Abad Pertengahan, ketika ibu kotanya adalah Konstantinopel. Kekaisaran Bizantium adalah kekuatan abad pertengahan yang paling lama bertahan, dan pengaruhnya berlanjut hingga hari ini. Terutama dalam agama, seni, arsitektur, dan hukum di banyak negara Barat, Eropa Timur dan Tengah, juga Rusia.
Catatan tentang gerhana matahari ini sangat penting untuk memahami variabilitas rotasi planet bumi sepanjang sejarah. Namun, orang-orang yang mencatat peristiwa-peristiwa ini di zaman kuno seringnya mengabaikan informasi penting yang menarik bagi para astronom modern. Sehingga mengidentifikasi waktu, lokasi, dan luas gerhana historis yang tepat adalah pekerjaan yang melelahkan.
Makalah hasil studi ini diterbitkan pada 13 September dan diberi judul "The Variable Earth’s Rotation in the 4th–7th Centuries: New ΔT Constraints from Byzantine Eclipse Records."
"Meskipun laporan saksi mata asli dari periode ini sebagian besar telah hilang, kutipan, terjemahan, dll., yang direkam oleh generasi selanjutnya memberikan informasi berharga," rekan penulis Asisten Profesor Koji Murata dari Universitas Tsukuba menjelaskan. "Selain informasi lokasi dan waktu yang dapat diandalkan, kami membutuhkan konfirmasi totalitas gerhana: kegelapan siang hari sejauh bintang-bintang muncul di langit. Kami dapat mengidentifikasi kemungkinan waktu dan lokasi dari lima gerhana matahari total dari abad ke-4 hingga ke-7 di wilayah Mediterania Timur, pada tahun 346, 418, 484, 601, dan 693 M."
Baca Juga: Ilmuwan Temukan Catatan Awal Aurora di Tulisan Bambu Tiongkok Kuno
Baca Juga: Rotasi Bumi Melambat: Kita Tak Sadar, Tetapi Mendapat Manfaat Darinya
Baca Juga: John Glenn, Orang Amerika Pertama yang Mengitari Antariksa Bumi
Variabel kunci yang dijelaskan oleh informasi baru ini adalah T, perbedaan antara waktu yang diukur menurut rotasi Bumi dan waktu yang tidak bergantung pada rotasi Bumi. Dengan demikian, variasi T mewakili variasi panjang hari sebenarnya di Bumi.
Mengambil gerhana 19 Juli 418 M sebagai contoh, sebuah teks kuno melaporkan gerhana matahari begitu lengkap sehingga bintang-bintang muncul di langit. Tempat pengamatan juga diidentifikasi sebagai Konstantinopel. Model T sebelumnya untuk kali ini akan menempatkan Konstantinopel di luar jalur totalitas untuk gerhana ini. Oleh karena itu, T untuk abad ke-5 M dapat disesuaikan berdasarkan informasi baru ini.
"Data T baru kami mengisi kesenjangan yang cukup besar dan menunjukkan bahwa margin T untuk abad ke-5 harus direvisi ke atas, sedangkan untuk abad ke-6 dan ke-7 harus direvisi ke bawah" kata Dr. Murata.
Data baru ini menjelaskan variasi rotasi Bumi pada skala waktu seratus tahun, dan dengan demikian membantu menyempurnakan studi fenomena global lainnya sepanjang sejarah, seperti variabilitas permukaan laut dan volume es.