Nationalgeographic.co.id—Meskipun oksigen saat ini merupakan unsur yang paling melimpah di lautan dan atmosfer kita. Masing-masing terdiri atas 88,8 persen dan 23,1 persen massa keduanya. Namun, pada kenyataannya, kelimpahan oksigen di Bumi hanya muncul 2,4 miliar tahun yang lalu berkat munculnya fotosintesis. Proses di mana beberapa bentuk kehidupan pertama mengubah sinar matahari menjadi energi. Hanya kebetulan, kata para ilmuwan, bahwa salah satu produk dari proses ini adalah oksigen. Yang akan sepenuhnya mengubah planet ini, menciptakan kondisi untuk bentuk kehidupan yang semakin kompleks.
Terlepas dari pentingnya apa yang disebut “Peristiwa Oksidasi Hebat” ini, para ilmuwan selalu bertanya-tanya tentang keberadaan oksigen di planet ini sebelum penemuan fotosintesis.
Proyek penelitian perintis pun dilakukan dan dipimpin oleh Sekolah Ilmu Pengetahuan Alam dan Lingkungan Universitas Newcastle. Mereka telah menemukan mekanisme yang dapat menghasilkan hidrogen peroksida dari batuan selama pergerakan patahan geologis. Ini menjadi sumber oksigen purba di tahun-tahun awal Bumi. Sumber ini, kata para peneliti, dapat berkontribusi pada keberadaan oksigen di planet ini sebelum fotosintesis dan dapat menginformasikan evolusi kehidupan mikrob awal.
Hasil temuan ini diterbitkan di jurnal Nature Communications pada 8 Agustus kemarin. Mereka memberinya judul Tectonically-driven oxidant production in the hot biosphere.
Sementara hidrogen peroksida dalam konsentrasi tinggi dapat berbahaya bagi kehidupan. Namun, hidrogen peroksida juga dapat menyediakan sumber oksigen yang berguna bagi mikrob. Sumber oksigen tambahan ini mungkin telah memengaruhi evolusi awal. Bahkan mungkin juga membantu asal usul kehidupan di lingkungan panas di Bumi awal sebelum evolusi fotosintesis terjadi.
Di daerah yang aktif secara tektonik, pergerakan kerak bumi tidak hanya menghasilkan gempa bumi. Tetapi juga membuat lapisan bawah permukaan menjadi retak. Retakan ini dilapisi dengan permukaan batuan yang sangat reaktif yang mengandung banyak ketidaksempurnaan, atau cacat. Air kemudian dapat menyaring dan bereaksi dengan cacat ini pada batuan yang baru retak.
Di laboratorium, mahasiswa Magister Jordan Stone mensimulasikan kondisi ini dengan menghancurkan granit, basal, dan peridotit. Ketiganya merupakan jenis batuan yang akan ada di kerak bumi awal. Ini kemudian ditambahkan ke air di bawah kondisi bebas oksigen yang terkontrol dengan baik pada suhu yang bervariasi.
Percobaan ini menunjukkan bahwa sejumlah besar hidrogen peroksida sebagai hasilnya, berpotensi oksigen. Ini hanya dihasilkan pada suhu yang mendekati titik didih air. Yang penting, suhu pembentukan hidrogen peroksida tumpang tindih dengan rentang pertumbuhan beberapa mikrob paling menyukai panas di Bumi yang disebut hipertermofil. Termasuk mikrob evolusioner kuno yang menggunakan oksigen di dekat akar Pohon Kehidupan Universal.
"Sementara penelitian sebelumnya telah menyarankan bahwa sejumlah kecil hidrogen peroksida dan oksidan lainnya dapat dibentuk dengan menekan atau menghancurkan batu tanpa adanya oksigen,” kata penulis utama Jordan Stone, yang melakukan penelitian ini sebagai bagian dari MRes-nya di Environmental Geoscience. “Ini adalah studi pertama yang menunjukkan pentingnya suhu panas dalam memaksimalkan pembentukan hidrogen peroksida."
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR