'Belandanisasi' Mangkunegaran Tatkala Pernikahan Putri Juliana

By Galih Pranata, Sabtu, 17 September 2022 | 17:00 WIB
Belandanisasi dalam hiasan gerbang keraton Mangkunegaran di Surakarta dalam momentum perayaan pernikahan Putri Juliana dan Pangeran Bernhard sekira Januari 1937. (KITLV)

Nationalgeographic.co.id—Ramai riuh Praja Mangkunegaran tatkala mendengar sang putri Kerajaan Belanda, Prinses (putri) Juliana akan melangsungkan pernikahan pada 7 Januari 1937. Berita ini sudah terdengar dari Batavia.

Kamis, 7 Januari 1937, gegap gampita sudah mewarnai jalan-jalan besar di beberapa kota di Hindia Belanda. Pewaris takhta Kerajaan Belanda, Prinses Juliana menikah dengan pangeran Jerman, Bernhard.

Ratu Wilhelmina, Ratu Kerajaan Belanda dikenal sangat selektif dalam mencarikan calon suami untuk putrinya, Prinses Juliana. Wilhelmina yang sangat religius, cocok dengan pilihan putrinya, Bernhard dari Lippe-Biesterfeld.

Lippe-Biesterfeld dikenal sebagai tempat bermukimnya para agamis Protestan yang taat. Putri Juliana yang memperkenalkannya kepada ibunya, lantas disetujui sebagai calon suami yang cocok bagi putrinya.

Diketahui, pertemuan antara Juliana dengan Bernhard terjadi pada saat Olimpiade Musim Dingin 1936 di Garmisch-Partenkirchen, di Jerman. Pertemuan pertama yang berkesan itu kemudian menumbuhkan benih cinta diantara keduanya.

"Mereka (kemudian) bertunangan pada 8 September 1936," tulis Lydia Starbuck kepada Royal Central (UK) dalam artikel berjudul "Royal Wedding Rewind: Juliana and Bernhard of the Netherlands" yang terbit pada 7 Januari 2020.

"Dilahirkan pada tahun 1909, Putri Juliana telah mencapai usia 26 tahun ketika dia akhirnya menemukan pria yang dia nikahi," imbuh Lydia. Sesuai hukum Belanda, mereka pertama kali menikah dalam upacara sipil yang diadakan di Balai Kota Den Haag.

Putri Juliana yang kerap membangun kontaknya dengan Hindia Belanda, lantas mendapatkan sejumlah perayaan dari negeri nun jauh dari tempatnya menikah. Selain di Batavia, Surakarta juga ramai riuh menyambut pernikahan sang putri.

Pernikahan super mewah Ratu Juliana dan Pangeran Bernhard dari dua kerajaan (Belanda dan Lippe-Biesterfeld di Jerman) pada 7 Januari 1937 di Den Haag. (Erich Salomon/Wikimedia)

Dalam sebuah arsip foto kolonial yang diambil pada Januari 1937 dari KITLV, terlihat sebuah gapura Praja Mangkunegaran di Surakarta dihias dengan Groot Rijkswapen atau lambang kebesaran Kerajaan Belanda.

Gapura itu menggambarkan sebuah perisai dengan lambang dua singa di antara kedua sisinya. Di tengahnya terdapat mahkota yang melambangkan simbol monarki atau kerajaan, Kerajaan Belanda.

Selain itu, pada cakar singa di sebelah kanannya menggenggam sebilah pedang, sedang pada cakar kirinya menggenggam tujuh batang anak panah.

Sebuah gapura dan suasana praja yang terkesan mendapat pengaruh "Belandanisasi" Mangkunegaran karena merayakan momen pernikahan Putri Juliana dan Pangeran Bernhard.

 Baca Juga: Gusti Noeroel, Permata Mangkunagaran Penyatu Wangsa Mataram

 Baca Juga: Meneladani Mangkunegara VI, Sang Reformis yang Nyaris Terlupakan

 Baca Juga: Tari Bedhaya, Jejak Perlawanan Mangkunegara I dalam Geger Pacinan

Simbolisme pada gapura itu melambangkan keeratan hubungan antara Mangkunegaran dengan Kerajaan Belanda. Hal itu juga digambarkan dalam Mangkoenegoro VII & Awal Penyiaran Indonesia (2011) karya Harry Wiryawan, Mangkunegara VII hadir ke pernikahan Putri Juliana di Den Haag.

Tidak hanya hadir sebagai tamu undangan, Mangkunegara VII juga mendampingi putrinya, Goesti Noeroel Kamaril Ngarasati untuk membawakan tarian yang memikat seluruh tamu undangan sekaligus empunya hajat.

Terlihat dalam sebuah foto, keluarga Kerajaan Belanda bertemu dengan Gusti Noeroel untuk mengucapkan rasa terima kasih.

Setelah penampilan di hari berbahagia itu, Putri Juliana dan Ratu Wilhelmina kerap berkunjung ke Nusantara untuk menyaksikan banyak kebudayaan lokal di Hindia Belanda. Mereka "dibuat penasaran" dengan penampilan memukau Gusti Noeroel.

Hubungan yang rekat antara Mangkunegara VII dengan keluarga Kerajaan Belanda juga berlangsung cukup lama. Begitupun dengan pernikahan antara Juliana dan Bernhard juga berlangsung seumur hidup mereka.

Persembahan dan pertemuan putri Goesti Noeroel dengan Putri Juliana dan Ratu Wilhelmina di Den Haag. (Aditya/Life Magazine/Flickr)

Juliana dan Bernhard kemudian memiliki empat putri sebelum, pada tahun 1948, ia menjadi Ratu Belanda bertepatan dengan turun takhtanya Wilhelmina.

Juliana memerintah selama tiga puluh dua tahun sebelum akhirnya mengundurkan diri untuk anak pertamanya sendiri, Prinses Beatrix. Ia meninggal pada 20 Maret 2004 dan suaminya meninggal hanya sembilan bulan kemudian. Mereka dimakamkan bersama di Delft.