Nationalgeographic.co.id—Raden Mas Said, yang bergelar Mangkunegara I, pada suatu saat pernah berikrar, bahwa keturunannya tidak akan menikah dengan keturunan Hamengkubuwono.
Namun, takdir berkata lain. Keturunannya yang ketujuh, Raden Mas Soerjosoeparto, yang menduduki takhta sebagai Mangkunegara VII, melamar Gusti Raden Ajeng (GRA) Mursudarijah, seorang putri dari Keraton Yogyakarta, yang kelak menyandang gelar Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Timur. Pernikahan mereka pada 6 September 1920 dirayakan dengan meriah, dan menjadi simbol perekat antara dua kerajaan tersebut.
Setahun kemudian, pasangan ini dikaruniai seorang anak. Kelak sang anak akan menjadi salah satu tokoh yang penting dalam sejarah Indonesia.
Gusti Raden Ajeng Siti Noeroel Kamaril Ngasarati Kusumawardhani, demikian nama itu disematkan KGPAA Mangkunegara VII kepada putrinya yang lahir pada 17 September 1921. Kelahiran Gusti Noeroel, panggilan akrab sang putri, kelak menjadi simbol kemunculan generasi baru yang lahir sebagai simbol kerekatan dua keluarga dan dua tradisi.
Baca Juga: Tari Bedhaya, Jejak Perlawanan Mangkunegara I dalam Geger Pacinan
Penulis | : | Eric Taher |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR