LEBIH DARI SEKADAR PEMIKAT HATI TOKOH NASIONAL
Gusti Noeroel tumbuh sebagai gadis yang berparas jelita. Dalam webinar yang sama, Direktur Museum Ullen Sentalu KRHT Daniel Haryodiningrat menjelaskan bahwa kecantikan dan pendidikan yang dimiliki sang putri membuatnya sangat dikenal oleh tokoh pergerakan nasional.
Beberapa dari mereka pun menaruh hati kepada sang putri. Mulai dari Sjahrir, Djatikoesoemo (putra Paku Buwono X), Hamengkubuwono IX, dan bahkan Sukarno pernah mencoba menggadaikan cinta kepadanya. Namun, semua tawaran cinta itu ditolak oleh sang putri. Khusus Hamengkubuwono dan Sukarno, sang putri menolak dimadu oleh pria yang sudah beristri.
Pada akhirnya, pilihan cintanya pun jatuh kepada Raden Mas Soerjo Soejarso, seorang perwira berpangkat letnan kolonel yang masih keturunan bangsawan.
Namun, sejatinya kehidupan Gusti Noeroel lebih dari sekadar percintaan. Sang putri tetaplah menjalankan tanggung jawabnya sebagai perwakilan Mangkunagaran di berbagai acara resmi. Dari menyambut tamu pesta perkawinan, peletakkan batu pertama, hingga menghadiri pelantikan Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Putri Dambaan dari Mangkunegara di Lereng Merapi
Selain acara di lingkungan kerajaan, rasa tanggung jawab dan kepiawaian dalam menari telah membawanya melanglang buana hingga ke negeri Belanda. Menghadiri pernikahan Putri Juliana dan Pangeran Bernhard, Gusti Noeroel membawakan hadiah spesial dengan menampilkan tari Sari Tunggal di depan para hadirin di sana.
Iringan musik tariannya disiarkan langsung dari stasiun radio Solosche Radio Vereeniging (SRV) di Surakarta. Kendati siaran musik itu sempat terganggu, dia melanjutkan menari dengan bantuan ketukan dari Gusti Kanjeng Ratu Timur, ibundanya.
Ia berlatih menari selama delapan bulan selama berada di kapal dalam perjalanannya menuju Belanda. Usaha itu tidak sia-sia, Putri Juliana sangat terpukau dan mengaku tidak pernah melihat tarian seindah itu. Penampilannya menarik banyak perhatian, bahkan didokumentasikan oleh majalah LIFE yang mewartakan foto tariannya pada 25 Januari 1937.
Bagi Susanto, kehidupan sang putri itu merupakan sosok teladan yang mampu mengikuti zaman dengan bekal nilai tradisi. Ia tidak hanya menjadi perekat dua kerajaan, tetapi juga menjadi perekat antara dua tradisi, yaitu antara tradisi Jawa dan tradisi Barat. Dididik di sekolah Belanda memang membuatnya menjadi perempuan yang berpendirian teguh dan tidak mau hidupnya semata-mata dibatasi oleh lelaki.
Akan tetapi, hal tersebut tidak semata-mata membuat Gusti Noeroel melupakan nilai-nilai tradisi Jawa yang ditanamkan oleh keluarganya. Tari Sari Tunggal yang dibawakannya di Belanda seakan menjadi bukti bahwa tradisi tidak semata-mata harus dilupakan di tengah dunia yang termodernisasi.
Megathrust Bisa Meledak Kapan Saja, Tas Ini Bisa Jadi Penentu Hidup dan Mati Anda
Penulis | : | Eric Taher |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR