Nationalgeographic.co.id - Teknologi pesawat diyakini semakin canggih sehingga dapat meminimalisasi kecelakaan penerbangan yang dulu lebih kerap terjadi. Secanggih apa pun, tampaknya, transportasi udara memiliki tantangan baru: kehidupan di angkasa yang dipengaruhi perubahan iklim.
Desember 2024, pesawat Jeju Air mengalami kecelakaan saat mendarat darurat di landasan Bandar Udara Muan, Korea Selatan. Bird strike (gangguan burung) atau pesawat tabrak burung menjadi penyebabnya. Kecelakaan itu menyebabkan 181 orang tewas di dalam ledakan, dan hanya dua pramugari--yang duduk di bagian belakang pesawat--selamat.
Dalam waktu yang hampir berdekatan, peristiwa hampir serupa terjadi. 6 Januari 2025 pagi, Air New Zealand gagal lepas landas di Bandar Udara Christchurch, Selandia Baru, karena pesawat tabrak burung.
Di Indonesia pernah terjadi hal serupa. Lion Air rute Surabaya-Makassar kembali mendarat di Bandar Udara Juanda setelah pesawat menabrak burung di angkasa. Beruntung pesawat bisa kembali dengan selamat tanpa ada korban cedera.
Bagaimanapun insiden pesawat tabrak burung bisa berisiko fatal dalam dunia penerbangan. Pelbagai pihak lintas disiplin harus memperhitungkan faktor yang menyebabkan peristiwa tersebut, salah satunya perubahan iklim.
Gangguan burung disebabkan perubahan iklim
Pada 2000, ahli biologi Mecislovas Zalakevicius menerbitkan makalah berjudul "Global Climate Change, Bird Migration and Bird Strike Problems". Makalah itu mengungkap bahwa perubahan iklim mendorong perubahan kebiasaan burung bermigrasi.
Iklim sangat memengaruhi kesiapan burung untuk bisa lepas landas sebelum bermigrasi. Selain iklim, burung harus menyeimbangkan fisiknya untuk terbang. Mereka biasanya bermigrasi untuk berkembang biak pada musim gugur bumi belahan utara, lalu kembali pada musim semi.
Perubahan iklim mengharuskan burung untuk mengubah rentang keseimbangan persiapannya untuk terbang. Akibatnya, burung bisa terbang untuk bermigrasi pada waktu yang berbeda dari semestinya.
Penelitian terbaru dipublikasikan di British Ecological Society pada September 2024. Para peneliti mendapati bahwa pola musiman gangguan burung memuncak pada Agustus di belahan bumi utara dan awal April untuk belahan bumi selatan. Di belahan bumi utara, pesawat tabrak burung cenderung bersifat relatif musiman, sementara persebaran tahunannya lebih besar di selatan.
Ada pun selain faktor iklim, hal yang menyebabkan perbedaan migrasi burung adalah karena belahan bumi utara sebagian besar utara dan selatan yang didominasi lautan.
Baca Juga: Banyak Kecelakaan Pesawat: Mengapa Desember 2024 Jadi Bulan Gelap Penerbangan?
Source | : | tempo.co,ResearchGate,The Conversation,Wiley Online Library |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR