Nationalgeographic.co.id—Dalam upaya global untuk mengatasi perubahan iklim, para ilmuwan terus berinovasi mencari solusi yang lebih efisien dan ekonomis.
Salah satu terobosan terbaru datang dari kolaborasi antara Universitas Teesside dan Edinburgh, yang berhasil mengembangkan material inovatif bernama CalyChar.
Material ini diyakini mampu berperan signifikan dalam mengurangi kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer dengan biaya yang jauh lebih terjangkau dibandingkan teknologi penangkapan karbon yang ada saat ini.
CalyChar merupakan pengembangan lebih lanjut dari hydrochar, sebuah bahan mirip arang yang dihasilkan dari proses hidrotermal karbonisasi (HTC) terhadap limbah organik.
Proses HTC melibatkan pemanasan limbah organik bersama air dalam kondisi tertentu, menghasilkan bahan padat yang kaya karbon. Namun, hydrochar memiliki keterbatasan dalam menangkap CO2 secara efektif dalam jangka panjang.
Untuk mengatasi hal ini, para peneliti menambahkan komponen khusus seperti asam amino dan metal oksida ke dalam hydrochar, menciptakan material hibrida yang disebut CalyChar.
Kombinasi bahan-bahan ini memberikan CalyChar kemampuan unik untuk menangkap dan menyimpan CO2 secara permanen dalam bentuk karbonat yang stabil.
Penelitian menunjukkan bahwa CalyChar memiliki potensi besar untuk mengurangi emisi karbon secara global. Diperkirakan pada tahun 2030, material ini dapat menyerap hingga 3,5-5 juta ton CO2 di Inggris dan hampir 30 juta ton CO2 di seluruh dunia.
Yang lebih menggembirakan, biaya penangkapan CO2 menggunakan CalyChar diperkirakan hanya sekitar £100 (setara Rp2 juta) per ton, jauh lebih rendah dibandingkan teknologi penangkapan karbon langsung (Direct Air Capture/DAC) yang saat ini masih sangat mahal.
Keunggulan biaya yang signifikan ini, seperti dilansir laman decarbonfuse, menjadikan CalyChar sebagai solusi yang lebih menarik secara ekonomis untuk mengatasi masalah perubahan iklim.
Dengan potensi penyerapan karbon yang besar dan biaya yang terjangkau, CalyChar menawarkan harapan baru dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapai target netralitas karbon.
Baca Juga: Sanggup Serap Ratusan Juta Ton CO2, Terobosan Ini Diklaim Cocok Diterapkan di Indonesia
KOMENTAR