Kepangan Rambut Ungkap Tahapan Kehidupan Wanita Suku Mbalantu Afrika

By Hanny Nur Fadhilah, Senin, 26 September 2022 | 12:00 WIB
Anyaman eembuvi wanita suku Mbalantu, Afrika. (CHL Hahn/Koleksi Antje Otto)

Nationalgeographic.co.id - Di seluruh dunia, ada banyak suku kuno yang mempertahankan tradisi mereka. Tradisi tersebut diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Begitu juga dengan para wanita di Suku Mbalantu di Afrika yang mempunyai tradisi unik.

Bagi suku Mbalantu, setiap tahapan kehidupan adalah penting. Mulai dari gadis, jenjang pernikahan hingga kematian, mereka melewatinya dengan melangsungkan upacara di mana rambut mereka ditata untuk mencerminkan status baru. Tradisi di suku Mbalantu memang banyak berkisar seputar rambut. 

“Transformasi dari satu status ke status berikutnya sangat penting bagi keberadaan manusia, sehingga rentang hidup seorang individu dapat dilihat sebagai bentuk status yang mengikuti satu sama lain, yang semuanya memiliki awal dan akhir yang sama.” (Soiri, 1996).

Salah satu kehormatan terbesar bagi seorang wanita suku Mbalantu adalah mencapai tahap dalam hidup mereka ketika diizinkan untuk memakai rambut mereka sebagai hiasan kepala yang rumit. Persiapan untuk tahap ini dimulai sekitar usia dua belas tahun, saat rambut menjalani perawatan khusus untuk mempercepat pertumbuhan rambut secara drastis.

Pertama, mereka melapisi rambut dengan pasta kental terbuat dari kulit pohon yang digiling halus dari pohon omutyuula yang dicampur dengan lemak. Beberapa tahun kemudian, pasta ini dilonggarkan untuk membuat rambut terlihat. Buah pips kemudian diikat ke ujung rambut dengan tali urat.

Ketika anak perempuan mencapai usia enam belas tahun, mereka menjalani upacara Inisiasi Ohango, sebuah tradisi hidup dengan akar di masa lalu kuno. Sebelum upacara dimulai, rambut mereka ditata menjadi empat kepang panjang dan tebal, yang dikenal sebagai eembuvi.

Para remaja putri “selalu dipersiapkan untuk pernikahan dengan efundula atau ohango, upacara inisiasi. Ritual itu harus dilakukan oleh anak perempuan agar bisa diterima di kategori perempuan.” (Soiri, 1996)

Seorang wanita muda cantik dari suku Mbalantu memakai rambutnya sebagai hiasan kepala, menandakan bahwa dia sudah menikah. (CHL Hahn/Koleksi Antje Otto)

Setelah gadis menyelesaikan upacara inisiasi Ohango, mereka baru dinyatakan sebagai perempuan. Untuk merayakan status baru ini, rambut mereka mengalami perubahan lagi. Lapisan baru dari campuran kulit pohon dan minyak dioleskan ke rambut untuk sekali lagi mendorong pertumbuhan. Panjang rambut sangat penting bagi wanita Mbalantu sehingga beberapa bahkan diketahui membeli rambut dari wanita lain untuk dilekatkan pada rambut mereka sendiri.

 Baca Juga: Zangbeto di Afrika: Kepercayaan dan Obat Jera Bagi Para Kriminal

 Baca Juga: Awas! Jangan Menunjuk ke Arah Pelangi Jika Tidak Mau Jari Jadi Bengkok

 Baca Juga: Dari India Hingga Afrika, Ini Makna Warna di Beberapa Negara Dunia

Setelah pasta dioleskan, anyaman panjang diambil dan diatur menjadi hiasan kepala yang rumit, menandakan bahwa wanita itu sudah menikah.

Menurut laporan sejarah, hiasan kepala ini adalah potongan rambut yang kuat dan sangat berat sehingga ujung atasnya sering dilekatkan pada seutas tali atau kulit, yang diikatkan di sekitar dahi untuk mendistribusikan beban secara lebih merata.

“Pinggir depan gaya rambut yang dikenal sebagai omhatela sering dihiasi dengan pita manik-manik putih besar (omawe gomupolo). Di bagian belakang tepat di bawah omhatela, kadang-kadang ditempelkan strip kulit yang dihiasi dengan cangkang cowrie.”

Hiasan kepala khusus ini biasanya dipakai selama beberapa tahun setelah menikah. Sepanjang hidup, mereka juga mengubah gaya hiasan kepala, seringkali untuk mencerminkan status baru, seperti kelahiran anak. Bagi para wanita Mbalantu, tradisi seputar penataan rambut sangat tertanam dalam setiap tahapan kehidupan, mulai dari lahir hingga pubertas, pernikahan, kelahiran anak, dan akhirnya kematian.