Alasan yang Perlu Anda Ketahui agar Tidak Memelihara Satwa Liar

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Sabtu, 1 Oktober 2022 | 09:00 WIB
Satwa liar punya perilaku liar mereka yang diperlukan demi keberlangsungan psikologis mereka. Kini, mereka dalam ancaman konservasi karena munculnya tren pemeliharaan satwa liar di kalangan masyarakat. (SteveBridge68/Getty Images/iStockphoto)

Baca Juga: Eksploitasi Perdagangan Satwa Sebabkan Populasi Poksai Mantel Langka

Misal, monyet berfungsi untuk kelanjutan ekosistem. Dia suka memakan buah, kemudian berpindah tempat dan membuang biji buah. Pada akhirnya biji yang dibuang menjadi pohon baru, dan menjadi tempat bernaungnya burung liar.

"Satwa liar itu tidak sama dengan hewan peliharaan. Hewan peliharaan atau hewan domestik adalah satwa liar yang telah beradaptasi hidup berdampingan dengan manusia selama puluhan ribu tahun," lanjutnya.

"Hal tersebut membuatnya terjadi perubahan genetik, baik sifat maupun fisik. Maka dapat mendampingi manusia sebagai peliharaan, sumber makanan, atau hewan pekerja."

Bincang Redaksi-54: Salah Kaprah Kita dengan Konservasi Satwa dengan mengundang Rheza Maulana dan Nur Purba Priambada. Perbincangan diselenggarakan pada Kamis, 29 September 2022. (National Geographic Indonesia)

Semua hewan peliharaan, seperti kucing dan anjing, punya cerita bagaimana mereka bisa berdampingan dengan kita. Akan tetapi, jika kita berandai-andai jauh di masa depan dengan satwa liar dipelihara terus-menerus, akan ada ketidakseimbangan ekosistem liar. Semua spesies yang harusnya membantu alam bekerja, pada akhirnya mengalami perubahan sifat dan fisik yang lebih patuh dengan manusia.

"Lagi pula buat apa pelihara-pelihara satwa liar? Toh, itu bukan kebutuhan pokok. Kalian tidak akan mati kalau tidak pelihara. Bukan kebutuhan dari sandang, pangan, papan," Rheza berpendapat. Dalam forum itu, saya bercanda, "mungkin sekarang kebutuhan kita berubah jadi sandang, pangan, papan, dan yang baru eksis (flexing)." Kami bertiga tertawa.

Beberapa tokoh masyarakat yang punya pengaruh di media sosial selalu berdalih bahwa peliharaan mereka legal secara hukum. Namun, masalah pemeliharaan satwa liar bukan hanya sekadar antara legal atau tidaknya, tetapi juga pada perawatan dan konservasinya.

Kalangan yang mengaku pencinta hewan dengan memelihara satwa liar dan menjadikannya konten mengatakan tindakannya sebagai edukasi. Sayangnya, ada beberapa hal yang kurang diperhatikan dalam memberikan perlakuan terhadap satwa liar yang dipelihara.

"Basic pilar konservasi itu ada 3P, perlindungan, pengawetan, terakhir pemanfaatan," terang Purba. Perlindungan adalah bagaimana konservasi melindungi satwa di alam beserta alamnya. Kemudian pengawetan merupakan usaha agar satwa liar bisa hidup lebih lama, terjaga kesehatannya dari paparan penyakit, atau bagaimana mereka bisa bereproduksi.

Setelah itu, ada pemanfaatan, di mana pihak yang memiliki satwa liar bisa memanfaatkannya untuk edukasi atau dirawat. "Tapi yang terjadi ke sininya, justru kalau dilihat bagaimana orang bisa memelihara satwa liar lebih ke pemanfaatan," kata Purba.

Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) di Taman Nasional Gunung Leuser. Satwa liar punya hak untuk bisa hidup dan berperilaku sebagaimana mestinya di alam liar. Pemeliharaan mereka di ruang yang sempit, fasilitas tidak memadai, dan membuatnya tidak sejahtera, adalah kejahatan konservasi. (Enrique Lopez-Tapia)