Nationalgeographic.co.id - Pihak kepolisian sering kali menggunakan gas air mata setiap kali ada amuk massa. Mulai dari kerusuhan demonstran seperti yang terjadi pada 2019-2022, sampai mengatasi keributan suporter di Stadion Kanjuruhan dalam laga pertandingan sepak bola.
Gas air mata, seperti namanya, bisa membuat mata pedih dan mengeluarkan air mata. Hal itu disebabkan kandungannya bisa merangsang saraf kelenjar lakrimal di mata. Selain itu, gas air mata bisa menyebabkan sakit mata dan pernapasan yang parah, iritasi kulit, pendarahan, hingga kebutaan.
"Anda pada dasarnya hanya menyebarkan bahan limbah beracun ke ruang publik dan pribadi," kata Anna Feigenbaum dalam sebuah wawancara di Vox. Dia adalah penulis buku sejarah tentang gas air mata berjudul Tear Gas: From the Battlefields of World War I to the Streets of Today.
Saat Perang Dunia I (1914-1918), semua ahli kimia berlomba-lomba menciptakan senjata kimia dengan tujuan bisnis. Salah satu senjata yang diciptakan adalah gas air mata. Senjata-senjata kimia ini banyak dicari kalangan militer, dan produksinya terus berlanjut hingga hari ini.
Feigenbaum berpendapat, kepolisian Prancis-lah yang pertama kali bereksperimen untuk membuat gas air mata sebelum Perang Dunia I. Akan tetapi, ketika perang pecah, penggunaannya menjadi massif untuk pertama kalinya.
Seusai Perang Dunia I, atau sekitar dekade 1920-an, gas air mata menjadi hal biasa di gudang senjata polisi di Amerika Serikat. Alasannya, kepentingan bisnis untuk senjata kimia mulai muncul di Amerika Serikat lewat Chemical Warfare Service. "Anda lihat ada banyak yang digunakan dalam penindasan terhadap gerakan buruh, sebagian besar di awal 1930-an," terang Feigenbaum.
"Saya tidak tahu yang mana yang pertama, tetapi yang terbesar yang tercatat adalah Bonus Army March tahun 1932. Itu adalah pertemuan ribuan veteran Perang Dunia I yang berbaris ke Washington, DC, untuk mengklaim uang yang dijanjikan. Itu selama Depresi Hebat, jadi orang-orang benar-benar bangkrut," lanjutnya.
"Dan militer dipanggil untuk melawan para veteran ini dan mereka menyebarkan gas air mata secara massal. [Para veteran] semuanya tidak bersenjata. Itu kemudian menjadi berita utama, tetapi juga menjadi bagian dari materi promosi seberapa baik gas air mata bekerja."
Penggunaan gas air mata terkesan seperti kekerasan tanpa meneteskan darah. Polisi menggunakanya secara cepat dan tidak perlu menggunakan pelatihan yang merepotkan. Lebih mudah. Hal ini membuat polisi pada awalnya punya citra baik di media karena mengubah protes massa jadi acak-acakan tanpa membuat 'kekerasan', dan tidak terkesan jahat.
Berangsur-angsur, gas air mata mengalami modernisasi oleh ahli kimia pada 1950-an. Ada banyak perubahan, beberapa di antaranya tidak digunakan dalam Perang Dunia I. Bahkan, gas air mata yang dipakai kepolisian saat ini tidak jauh berbeda dari versi 1950-an.
Kebanyakan indsutri senjata zat kimia membuat sesuatu yang baru. Beragam jenis bentuk gas air mata, mulai dari aerosol genggam sampai botol semprot hampir seukuran alat pemadam kebakaran.