"Gas air mata sebenarnya bukan apa-apa. Gas air mata hanyalah nama untuk sekelompok bahan kimia berbeda yang memiliki efek yang sangat, sangat, sangat sedikit berbeda dari semprotan merica," terang Feigenbaum. "Hal yang kita sebut semprotan merica biasanya merupakan senyawa sintetis atau alami, tetapi kemudian memiliki banyak bahan kimia yang ditambahkan ke dalamnya."
Jenis lain adalah CS yang merupakan jenis utama dari gas air mata yang sering dipakai. Ada pula jenis CR dan CN yang kandungannya dicampur dengan formula lain yang digunakan untuk tempat berbeda.
Namun, perkembangan membawa gas air mata memiliki peluncur yang bisa ditembakkan ke arah massa. Penggunaan peluncur adalah inovasi 20 tahun terakhir, sehingga gas air matas bisa memantul dan membuat pengunjuk rasa mengambil dan membuangnya.
Gas air mata ketika sudah ditembakkan, bisa terasa panas di tangan. Itu sebabnya, jika pengunjuk rasa melihat ada gas air mata terlontar di dekatnya tidak diambil dengan tangan telanjang, melainkan dengan sarung tangan atau kain, atau ditendang.
Baca Juga: Dilarang Digunakan di Stadion, Gas Air Mata Bisa Sebabkan Kematian?
Baca Juga: Gas Air Mata: Dilarang dalam Perang, tapi Ditembakkan ke Warga Sipil?
Baca Juga: Terpapar Gas Air Mata Kedaluwarsa, Apa Dampaknya bagi Tubuh?
Baca Juga: Apa Dampaknya Bagi Tubuh Kita Bila Terkena Gas Air Mata? Berikut Penjelasannya
Gas air mata kemudian dimasukkan dalam Konvensi Senjata Kimia (Chemical Weapons Convention). Secara international, OPCW (Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons) menegaskan, bahwa dalam menertibkan huru-hara, penggunaan senjata kimia yang termasuk dalam Konvensi, tidak diperbolehkan.
Beberapa negara dan organisasi yang mencakup khalayak orang banyak pun mengikutinya. FIFA, misalnya, lewat regulasinya melarang penggunaan senjata kimia, termasuk gas air mata, untuk menertibkan massa sepak bola saat ada kekacauan.
Sayangnya, penggunaan gas air mata masih marak dalam menertibkan massa. Polisi masih sering menembakkan gas air mata, bahkan mengarahkannya langsung kepada massa di depannya.
"Situasi yang kita hadapi sekarang adalah akibat dari begitu banyak kegagalan demokrasi. Solusi untuk ini adalah demokrasi sejati, mendengarkan orang, menganggap orang serius, memperlakukan orang sebagai manusia," kata Feigenbaum.
"Pada saat Anda perlu mengerahkan regu pengendali kerusuhan terhadap rakyat Anda sendiri dalam skala ini, Anda telah mengalami kegagalan demokrasi besar-besaran."