Transisi Energi adalah Kunci Mengatasi Krisis Energi dan Krisis Iklim

By Utomo Priyambodo, Jumat, 7 Oktober 2022 | 16:15 WIB
Ilustrasi krisis energi. (Shutterstock)

Indonesia sendiri, sebagai contoh, memiliki target energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23% pada bauran energi nasional pada tahun 2025. Kebijakan ini, yang dipadukan dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi hingga 29% pada tahun 2030, merupakan upaya yang jelas menuju sistem energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Selama kondisi pandemi COVID-19, seluruh sektor ekonomi mengalami situasi yang menantang, termasuk di sektor energi dan ketenagalistrikan. Permintaan energi secara global menurun karena isolasi dan lockdown yang diterapkan.

"Kita harus mempertimbangkan bahwa EBT dan efisiensi energi akan memainkan peran penting dalam rencana pemulihan ekonomi pasca kondisi pandemi COVID-19 dan memastikan keamanan energi dalam jangka panjang," ujar Jisman akhir tahun lalu.

Baca Juga: Hutan Menjadi Jembatan Transisi Energi

Baca Juga: Mengejar Target Penggunaan Energi Terbarukan demi Karbon Netral

Baca Juga: Ilmuwan Ciptakan Teknik Baru Memerangi Krisis Iklim Berbasis Bakteri 

Jisman menyebut pengembangan pembangkit berbasis EBT di Indonesia memiliki beberapa tantangan di antaranya adalah potensi EBT yang cukup besar namun lokasi yang tersebar. Sosialisasi dan edukasi yang sistemik dan berkesinambungan diperlukan untuk meminimalkan resistensi masyarakat terhadap proyek pembangkit listrik berbasis EBT.

Selain itu, tantangan lainnya adalah ketersediaan pinjaman lunak di dalam negeri yang masih terbatas, keterbatasan ketersediaan infrastruktur pendukung khususnya di wilayah Indonesia Timur, ketergantungan pada teknologi dan perangkat EBT dari luar negeri yang masih tinggi, serta tidak semua pembangkit listrik EBT dapat terintegrasi dan terkoneksi dengan sistem ketenagalistrikan setempat, terutama untuk pembangkit listrik yang memiliki karakteristik intermittent.

Pada kesempatan yang sama Jisman mengatakan dalam menghadapi transisi energi pada subsektor ketenagalistrikan, pemerintah Indonesia membuat beberapa perubahan kebijakan dan peraturan, yaitu mengembangkan pembangkit listrik EBT dapat dilakukan di luar perincian Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) Tahun 2019-2038, pengembangan Smart Grid, merevisi Grid Code, pengembangan Distributed Generation, Micro-grid dan Distributed Storage, pengembangan PLTS Atap, mereviu dan deregulasi peraturan tentang pemanfaatan sumber EBT untuk penyediaan tenaga listrik, dan penggunaan energi bersih di kawasan khusus wisata.

Transisi energi dari energi kotor dan tak terbarukan ke energi bersih dan terbarukan bukan hanya kunci untuk mengatasi krisis energi, melainkan juga kunci mengatasi krisis iklim. Dengan adanya energi bersih yang menggantikan energi kotor, jumlah emisi yang dihasilkan pun akan berkurang sehingga laju perubahan iklim bisa diperlambat.

Emisi dari penggunaan energi ini juga dapat kita kurangi melalui keputusan kita dalam kehidupan sehari-hari mengurangi penggunaan kendaraan motor pribadi dan memilih untuk berjalan kaki, bersepeda, atau naik kendaraan umum. Lalu kita juga bsia menghemat penggunaan energi dengan mematikan alat-alat eketronik yang tidak digunakan, mengurangi penggunaan lampu dan AC di siang maupun malam hari, atau bahkan juga beralih dari kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik.

#SayaPilihBumi, gerakan sosial yang digagas National Geographic Indonesia sejak 2018, konsisten membahas gerakan perubahan sehari-hari untuk Bumi yang lebih lestari. Tahun ini #SayaPilihBumiFestival akan digelar pada Oktober. Festival ini bakal kembali mengangkat isu-isu lingkungan lewat media dan perbincangan yang lebih ringan, santai, dan menyenangkan. Dari gelar wicara, berbagi cerita inspirasi, kolaborasi komunitas dalam pelestarian bumi, sampai konser musik.