The Fallen Women, Prostitusi Era Victoria Jadi Pekerjaan yang Diminati

By Hanny Nur Fadhilah, Selasa, 11 Oktober 2022 | 12:00 WIB
Prostitusi di era Victoria adalah hal yang umum. Para wanita lebih memilih untuk menjadi pelacur dibanding pekerja industri. (Wikimedia Commons)

Misalnya, masturbasi dianggap sebagai gangguan mental di era Victoria. Karena tidak ada pendidikan seksual yang ‘layak’ pada masa tersebut, kegemaran seksual yang berlebihan kemungkinan besar tidak dianjurkan karena takut mendapatkan gangguan mental ini. Tentu saja, kebanyakan orang Victoria tidak berkeliling mencari pasangan seksual; menganut dunia Kristen, banyak yang percaya melakukan seks adalah pantangan sebelum menikah. Tetapi mereka yang tidak mematuhi ketentuan agama ini dianggap berisiko terkena penyakit jiwa. Khususnya, pelacur Victoria.

Dalam kasus jenis kelamin laki-laki, laki-laki diperingatkan bahwa terlalu banyak seks akan melemahkan mereka. Berlawanan dengan konsepsi seksis modern, tidur-tiduran pada abad ke-19 diyakini dapat mengebiri serta menyebabkan masalah psikologis, juga tidak jarang dokter melakukan kauterisasi penis dalam upaya untuk mencegah timbulnya masalah mental. Untuk wanita, prosedur serupa dipraktikkan yang disebut klitorodektomi.

The Fallen Women berasal dari fakta bahwa Inggris Victoria adalah budaya patriarkal yang menghargai kewaspadaan diri sebagai kunci kejantanan, nilai moral dan kesuksesan materi, kemudian mereka memproyeksikan kecemasan seksualnya kepada bawahannya yaitu, wanita dan anak-anak; kelas bawah. Sebenarnya, para pelacur perempuan ini dalam banyak hal merupakan pekerjaan transisi bagi perempuan umum, legal, dan jauh lebih ditoleransi daripada yang dipercayai oleh media modern oleh publik. Karena munculnya inovasi ilmiah, pria dan wanita dari periode Victoria percaya bahwa seksualitas adalah fakta kehidupan manusia, dan dengan demikian mengekspresikan diri mereka seperti itu baik secara fisik maupun dalam percakapan.