Efek Buruk Terlambat Makan, Lebih Lapar dan Berisiko Kegemukan

By Ricky Jenihansen, Rabu, 12 Oktober 2022 | 11:00 WIB
Terlambat makan memiliki efek buruk pada pembakaran kalori (Pixabay)

Nationalgeographic.co.id—Studi baru dari Brigham and Women's Hospital menemukan bahwa terlambat makan memiliki efek buruk pada pembakaran kalori dan pengaturan berat badan. Bukti eksperimental menunjukan penurunan pengeluaran energi, peningkatan rasa lapar dan berisiko tinggi mengalami kegemukan.

Laporan penelitian ini diterbitkan di Cell Metabolism yang merupakan jurnal akses terbuka. Makalah bisa didapatkan secara daring dengan judul "Late isocaloric eating increases hunger, decreases energy expenditure, and modifies metabolic pathways in adults with overweight and obesity."

Sementara saran diet sehat yang populer menyarankan agar tidak ngemil tengah malam, beberapa penelitian telah secara komprehensif menyelidiki efek simultan dari makan terlambat.

Penelitian menyelidiki tiga pemain utama dalam pengaturan berat badan dan dengan demikian risiko obesitas, yaitu pengaturan asupan kalori, jumlah kalori yang Anda bakar, dan perubahan molekuler dalam jaringan lemak.

Studi baru ini memberikan bukti eksperimental bahwa makan terlambat menyebabkan penurunan pengeluaran energi, peningkatan rasa lapar, dan perubahan jaringan lemak.

Seperti diketahui, obesitas menimpa banyak orang dewasa dan berkontribusi terhadap timbulnya penyakit kronis, termasuk diabetes, kanker, dan kondisi lainnya.

Para peneliti menemukan bahwa ketika kita makan secara signifikan berdampak pada pengeluaran energi, nafsu makan, dan jalur molekuler di jaringan adiposa yang berfungsi menjaga suhu tubuh.

"Kami ingin menguji mekanisme yang dapat menjelaskan mengapa makan terlambat meningkatkan risiko obesitas," jelas penulis senior Frank A. J. L. Scheer, Direktur Program Kronobiologi Medis di Divisi Gangguan Tidur dan Sirkadian Brigham.

Kini obesitas menjadi epidemik global. (Shutterstock)

"Penelitian sebelumnya oleh kami dan yang lain telah menunjukkan bahwa makan terlambat dikaitkan dengan peningkatan risiko obesitas, peningkatan lemak tubuh, dan keberhasilan penurunan berat badan yang terganggu. Kami ingin memahami mengapa."

Dalam penelitian ini, katanya, mereka bertanya: "Apakah waktu yang kita makan penting ketika segala sesuatunya tetap konsisten?" kata penulis pertama Nina Vujovic, seorang peneliti di Medical Chronobiology Program di Brigham's Division of Sleep and Circadian Disorders.

"Dan kami menemukan bahwa makan empat jam kemudian membuat perbedaan yang signifikan untuk tingkat rasa lapar kita, cara kita membakar kalori setelah makan, dan cara kita menyimpan lemak."

Vujovic, Scheer dan tim mereka mempelajari 16 pasien dengan indeks massa tubuh (BMI) dalam kisaran kelebihan berat badan atau obesitas.

Setiap peserta menyelesaikan dua protokol laboratorium: satu dengan jadwal makan awal yang dijadwalkan secara ketat, dan yang lainnya dengan makanan yang sama persis, masing-masing dijadwalkan sekitar empat jam kemudian pada hari itu.

Dalam dua hingga tiga minggu terakhir sebelum memulai masing-masing protokol di laboratorium, peserta mempertahankan jadwal tidur dan bangun yang tetap, dan dalam tiga hari terakhir sebelum memasuki laboratorium, mereka secara ketat mengikuti diet dan jadwal makan yang sama di rumah.

Ilustrasi waktu makan. (Sukrit / Adobe Stock)

Di laboratorium, peserta secara teratur mendokumentasikan rasa lapar dan nafsu makan mereka, memberikan sampel darah, dan mengukur suhu tubuh dan pengeluaran energi mereka. Para peneliti juga mengumpulkan biopsi jaringan adiposa untuk memahami bagaimana tubuh menyimpan lemak.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa makan lebih lambat memiliki efek mendalam pada rasa lapar dan hormon pengatur nafsu makan leptin dan ghrelin, yang memengaruhi dorongan kita untuk makan.

Secara khusus, kadar hormon leptin, yang menandakan rasa kenyang, menurun selama 24 jam dalam kondisi makan terlambat dibandingkan dengan kondisi makan awal. Ketika peserta makan nanti, mereka juga membakar kalori pada tingkat yang lebih lambat.

  

Baca Juga: Perempuan yang Selalu Gagal Diet Mungkin Karena Lampu Tidurnya

Baca Juga: Kacang Panggang Dapat Menurunkan Tekanan Darah dan Berat Badan

Baca Juga: Alpukat Harian Meningkatkan Kualitas Diet dan Turunkan Kolesterol

    

Khususnya, temuan ini menyampaikan mekanisme fisiologis dan molekuler konvergen yang mendasari korelasi antara makan terlambat dan peningkatan risiko obesitas.

Vujovic menjelaskan bahwa temuan ini tidak hanya konsisten dengan sejumlah besar penelitian yang menunjukkan bahwa makan lebih lambat dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terkena obesitas, tetapi juga menjelaskan bagaimana hal ini dapat terjadi.

Dengan menggunakan studi crossover acak, dan dengan ketat mengontrol faktor perilaku dan lingkungan seperti aktivitas fisik, postur, tidur, dan paparan cahaya, para peneliti dapat mendeteksi perubahan sistem kontrol yang berbeda yang terlibat dalam keseimbangan energi, penanda bagaimana tubuh kita menggunakan makanan yang kita konsumsi.

Dalam studi masa depan, tim Scheer bertujuan untuk merekrut lebih banyak wanita untuk meningkatkan generalisasi temuan mereka ke populasi yang lebih luas. Ke depannya, Scheer dan Vujovic juga tertarik untuk lebih memahami efeknya.