Mengapa Orang-Orang Romawi Menikmati Kematian sebagai Ajang Olahraga?

By Utomo Priyambodo, Selasa, 18 Oktober 2022 | 19:27 WIB
Pertarungan gladiator dianggap sebagai olahraga hiburan bagi orang-orang Romawi. ( Jean-Léon Gérôme/Phoenix Art Museum)

Nationalgeographic.co.id—Sama seperti olahraga gladiator di era Romawi, permainan Squid Game yang belum lama ini populer dalam film Korea juga dirancang dengan daya tarik yang tidak wajar. Keduanya sama-sama menunjukkan kematian sebagai hukuman jika kalah dalam permainan.

Apa yang benar-benar menarik tentang permainan gladiator kuno adalah kemewahan dan skala acaranya. Bangsa Romawi membangun Colosseum, amfiteater yang luar biasa, dan menggunakannya untuk menggelar olahraga berdarah yang terkenal ini.

Cara orang-orang Romawi untuk menghilangkan kebosanan adalah dengan mengunjungi Colosseum. Di amfiteater yang mirip stadion itu, lebih dari 60.000 penonton akan menyaksikan manusia membunuh atau dibunuh.

Tetapi mengapa orang-orang Romawi menikmati kematian sebagai olahraga?

Science ABC mencatat bahwa permainan gladiator adalah olahraga berdarah Romawi yang diadakan di sebuah arena dan ditawarkan sebagai tontonan publik. Para gladiator yang dilatih secara profesinal akan bertarung satu sama lain di arena itu sampai mati!

Dalam sejarah disebutkan bahwa Julius Caesar memperingati kematian ayahnya dengan menjadi tuan rumah Pertandingan Gladiator. Di ajang tersebut 320 pasang gladiator berpartisipasi.

Caesar menunjukkan kekuatannya lagi dengan menjadi tuan rumah lebih banyak permainan gladiator ketika putrinya, Julia, meninggal saat baru dilahirkan. Caesar membiarkan banyak tentaranya sendiri terbunuh di arena.

Permainan gladiator segera berubah menjadi demonstrasi kekuasaan bagi para kaisar Romawi. Kaisar Claudius, misalnya, memerintahkan agar leher para gladiator yang kalah digorok. Dia ingin melihat ekspresi wajah mereka saat mereka mati.

Siapa para gladiator itu?

Gladiator adalah petarung profesional di Romawi kuno yang akan bertarung satu sama lain dan bahkan bertarung melawan binatang eksotis sampai mati di arena. Beberapa pejuang secara sukarela menjadi gladiator. Mereka tertarik dengan popularitas dan kekayaan atau keuntungan finansial yang besar jika berhasil memenangkan permainan ini.

Kemudian, tawanan perang, budak, dan penjahat dipaksa untuk berpartisipasi dalam olahraga berdarah ini sebagai bentuk eksekusi publik. Jika mereka menang, berarti mereka masih berhak bertahan hidup.

Para pria bebas, seperti tentara yang dipecat, orang buangan sosial, dan bahkan wanita juga bisa menjadi gladiator. Bahkan, publik Romawi juga menyaksikan pertempuran para bangsawan di arena.

Manusia bukan satu-satunya gladiator. Hewan-hewan eksotis di arena seringkali lebih populer daripada pria biasa.

Baca Juga: Menelusuri Jejak Dunia Romawi Kuno dalam Kehidupan Modern Saat Ini

Baca Juga: Apa Perbedaan antara Kehidupan Romawi Kuno dengan Yunani Kuno?

Baca Juga: Tujuh Penemuan Romawi Kuno: Inovasi yang Berguna hingga Sekarang 

Tapi mengapa seorang gladiator profesional memilih untuk mati dengan cara ini? Orang-orang Romawi sangat sadar akan kematian. Mereka diajari untuk tidak takut mati, dan mengutamakan memilih cara kematian mereka.

Angka kematian tercatat tinggi di Romawi kuno. Jadi, daripada mati karena kelaparan atau penyakit, mati sebagai gladiator jauh lebih menarik.

Menang dalam pertempuran adalah masalah prestise sosial yang besar baik untuk kelas atas dan bawah. Jadi bagaimanapun, permainan ini dianggap sebagai pilihan yang sangat menarik dalam kondisi hidup yang serbasulit.

Bagaimana kematian menghibur penonton?

Menyaksikan gladiator menyerahkan hidup mereka dengan cara yang paling mengerikan adalah hiburan bagi budaya elite dan masyarakat umum. Mengapa? Kehidupan orang asing tidak penting bagi orang-orang Romawi. Karena sebagian besar prajurit adalah tahanan atau penjahat, mereka hampir tidak dianggap manusia.

Para sejarawan percaya bahwa olahraga berdarah Romawi membantu mendorong persahabatan di antara orang-orang. Pada saat yang sama, pembunuhan brutal akan membantu menanamkan rasa takut di antara orang-orang, sebuah peringatan untuk tidak pernah mengkhianati kaisar.

Menurut penelitian, menonton olahraga bisa menjadi katarsis. Ini tidak hanya melibatkan adrenalin bagi para olahragawan, tetapi juga bagi para penonton.

Para penonton sering secara individual mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari seorang atlet atau tim. Menjadi bagian dari kelompok lebih besar yang bersemangat, mendorong emosi lebih tinggi. Menang atau kalah atlet di arena terkait dengan gairah emosional para penonton, sebuah fenomena yang kita kenal sampai hari ini.

Olahraga berdarah Romawi menarik bagi kelas atas dan bawah. Untuk kelas yang lebih tinggi, itu adalah cara untuk membangkitkan rasa takut dan memusatkan kontrol.

Untuk kelas bawah, itu adalah perasaan bahwa, meskipun berada di bawah tangga sosial, mereka setidaknya lebih baik daripada penjahat yang terbunuh karena olahraga tersebut. Permainan gladiator Romawi berfungsi sebagai acara aneh yang menyatukan semua kelas sosial, menumbuhkan semangat persatuan yang aneh di negara ini.

Jadi mengapa orang-orang Romawi menikmati kematian sebagai olahraga?

Jawabannya terletak pada keterkaitan kompleks kekuasaan, persahabatan, tingkat kematian yang tinggi, prestise dan tatanan sosial. Kita masih melihat jejak kekerasan dan agresi dalam beberapa olahraga modern, meskipun mungkin tidak sebanyak yang diperlihatkan selama pertandingan gladiator.

Yang menarik dari kekerasan dan agresi dalam olahraga adalah batasan yang diaturnya. Aturan mengenai tingkat kekerasan dalam masing-masing olahraga, membuatnya dapat ditoleransi oleh masyarakat.

Seorang pesepakbola misalnya boleh menekel bola sehingga mungkin membuat lawan terjatuh, tapi tidak boleh menendang dan memukul lawan dengan sengaja, atau wasit akan memberinya kartu merah.

Ada aturan tertentu yang dapat diprediksi yang akan menjauhkan kita dari anarki. Seorang gladiator hanya akan membunuh lawannya sesuai aturan dan hanya di dalam arena. Olahraga adalah agresi yang diritualkan, kekerasan apa pun itu.

Sekarang, setidaknya Anda juga mengerti mengapa banyak orang sangat menikmati film permainan Squid Game meski banyak kekerasan dan banyak orang mati dibunuh dalam permainan tersebut.