Nationalgeographic.co.id - Sekelompok ilmuwan Jerman telah melakukan 'otopsi virtual' pada tubuh mumi balita. Sebelumnya, mumi ini ditemukan di ruang bawah tanah Austria abad ke-17.
Dikuburkan di peti mati kayu yang agak terlalu kecil dan tengkoraknya berubah bentuk, tubuh anak kecil itu tampak gemuk dan kurang gizi. Para peneliti mengatakan temuan itu mungkin memberikan wawasan langka tentang sejarah masyarakat aristokrat Austria.
Dengan menggunakan pemindaian CT, para ilmuwan dapat melakukan 'otopsi virtual' pada mumi yang secara alami termumifikasikan dalam kondisi ruang bawah tanah. Jaringan lunak yang terpelihara dengan baik menunjukkan bahwa anak itu laki-laki.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa anak itu kelebihan berat badan untuk usianya. Selain itu, hasil penanggalan radiokarbon menunjukkan waktu kematian balita tersebut adalah antara tahun 1550 dan 1635 Masehi.
Dengan meneliti formasi dan panjang tulang tubuh, ditambah bukti erupsi gigi mumi tersebut, para peneliti dapat memperkirakan bahwa anak itu berusia sekitar satu tahun ketika dia meninggal. Tulang-tulang itu juga menunjukkan bahwa meskipun diberi makan dengan baik, anak laki-laki itu kekurangan gizi.
Tulang rusuk anak itu cacat dan menunjukkan tanda-tanda rachitic rosary atau pembengkakan pada tulang dada. Kondisi ini muncul dalam pola tonjolan tulang yang menonjol di titik-titik di mana tulang rusuk bergabung dengan tulang rawan dan akibat dari penyakit yang berhubungan dengan kekurangan vitamin tertentu seperti rakhitis (vitamin D) dan penyakit kudis (vitamin C).
Vitamin D ditemukan dalam makanan seperti salmon, tuna, makerel, dan hati sapi dan kuning telur. Namun, kita biasanya hanya mendapatkan sekitar 10% dari kebutuhan Vitamin D dari makanan kita. Sisanya diproduksi oleh tubuh kita saat terkena sinar ultraviolet B (UVB) dari matahari.
"Kombinasi obesitas dan kekurangan vitamin yang parah hanya dapat dijelaskan dengan status (makanan) gizi yang umumnya 'baik' bersama dengan hampir tidak adanya paparan sinar matahari," kata Andreas Nerlich dari Academic Clinic Munich-Bogenhausen yang peneliti utama dalam studi mumi ini, seperti dilansir Cosmos Magazine.
Anak itu tampaknya meninggal karena pneumonia, dilihat dari bukti peradangan di paru-parunya. Rakhitis diketahui membuat anak-anak lebih rentan terhadap pneumonia. Hal ini menunjukkan bahwa, sayangnya, anak itu tidak hanya kekurangan gizi, tetapi kondisi ini mungkin juga menyebabkan kematiannya sebelum waktunya.
“Kita harus mempertimbangkan kembali kondisi kehidupan bayi-bayi bangsawan tinggi dari populasi sebelumnya,” kata Nerlich.
Baca Juga: Ngeri, Mumi Bayi Baru Lahir dengan Kepala Memanjang Ditemukan di Peru
Baca Juga: Naskah Kuno Alkitab dan Mumi Anak Kecil Ditemukan di Gua Horor Israel