Nationalgeographic.co.id - Sida-sida atau kasim adalah lelaki yang telah dikebiri. Tidak hanya berfungsi sebagai pelayan, kasim ini juga memiliki pekerjaan sebagai penyanyi bersuara tinggi, pejabat pemerintah, komandan, hingga petugas keagamaan. Penggunaan kasim dimulai di Sumeria sejak abad ke-21 Sebelum Masehi. Saat itu, pengebirian dilakukan dengan sengaja untuk menghasilkan kasim. Sejak itu, praktiknya pun meluas hingga Tiongkok, Romawi kuno, bahkan Maroko. Kasim-kasim itu bisa menjadi terkenal dan berkuasa.
Dengan memiliki akses ke penguasa di dalam istana kerajaan atau kekaisaran, seorang kasim akan menjadi “telinga” penguasa. Di sisi lain, mereka juga berperan sebagai pelayan yang rendah hati dan dapat dipercaya. “Maka, tidak heran jika semua akses itu memberikan kekuatan de facto bagi seorang kasim,” tulis Valdar di laman Ancient Origins. Namun, mengingat status sosialnya yang lebih rendah, mereka juga dapat dengan mudah dibunuh dan diganti.
Pothinus dan rencananya untuk membunuh Caesar
Pada abad pertama Sebelum Masehi, kasim Pothinus adalah salah satu orang paling berkuasa di Mesir. Dia disalahkan karena memengaruhi Ptolemy XIII melawan saudara perempuan dan istrinya, Cleopatra. Ketika Caesar datang ke Mesir, Pothinus mengejeknya. Namun ketika kasim itu terlibat dalam rencana untuk membunuh Caesar, Caesar bertindak. Akibatnya, Pothinus dieksekusi dan Cleopatra diangkat menjadi penguasa Mesir.
Sporus, kasim bocah laki-laki yang wajahnya mirip dengan istri Kaisar Nero
Sabina adalah istri Kaisar Nero. Konon, ketika dia mengandung calon penerus Nero, kaisar menendang perutnya sampai dia meninggal. Menginginkan istrinya kembali, Nero menemukan seorang anak laki-laki bernama Sporus yang wajahnya mirip dengan mendiang istrinya.
Nero mengebiri bocah itu, menikahinya dan mulai memanggilnya Sabina. Pada upacara pernikahan, Sporus telah didandani sebagai permaisuri. Setelah Nero dibunuh, Sporus memulai hubungan dengan komandan penjaga. Namun, komandan penjaga juga terbunuh dan Sporus kemudian menjalin hubungan dengan Otho yang menjadi kaisar selama tiga bulan.
Setelah Otho dibunuh juga, kaisar berikutnya, Vitellius, ingin mengarak kasim muda untuk hiburan massa. Sporus menolak dan dia bunuh diri.
Narses, kasim dan jenderal berusia 70 tahun
Narses adalah seorang kasim yang bertugas di istana Justinian Agung dan yang naik ke posisi Chamberlain. Ketika kerusuhan Nika pecah, dia dikirim untuk menyuap massa agar tunduk. Setelah membantu Justinianus dengan cara ini, Narses naik ke tampuk kekuasaan di ketentaraan.
“Justinianus bermimpi menaklukkan kembali Roma,” Valdar menambahkan. Jadi ketika kehilangan kepercayaan pada jenderalnya Belisarius, sang kaisar justru memberikan misi kepada kasim.
Baca Juga: Benarkah Kaisar Romawi Nero yang Membakar Roma dan Melakukan Inses?
Baca Juga: Penemuan-Penemuan Peradaban Sumeria Kuno yang Mengubah Dunia
Baca Juga: Berusia Singkat, Almoravid Mengislamkan Maroko dan Menjaga Andalusia
Tanpa pengalaman militer, Narses memenangkan serangkaian kemenangan luar biasa. Ia pun berhasil menyelesaikan penaklukan. Ketika dia memulai karirnya sebagai seorang jenderal, Narses berusia lebih dari tujuh puluh tahun.
Kasim penemu kertas dari Istana Kekaisaran Tiongkok
Sistem kekaisaran Tiongkok mengandalkan sejumlah besar kasim. Contoh yang baik dari kasim seperti itu adalah Cai Lun, salah satu kasim agung Kaisar He. Pada saat itu, birokrasi Tiongkok membutuhkan banyak dokumen. Dokumentasi itu biasanya menggunakan sutra yang sangat mahal dan potongan bambu.
Cai Lun-lah yang menyadari fungsi kertas. Maka, ia menciptakan sistem untuk menghasilkan kertas dalam jumlah besar. Dia memopulerkan kertas begitu banyak sehingga meraih ketenaran dan kekayaan.
Namun, ketika kaisar meninggal, kaisar baru ingin membebaskan dirinya dari kasim lama yang berpengaruh. Cai Lun bunuh diri sebelum dia bisa ditawan.
Judar Pasha, panglima tentara sultan
Sepanjang waktu, serangkaian kasim menjadi terkenal. Judar Pasha lahir di Spanyol abad ke-16. Dia diambil oleh budak Muslim saat masih bayi.
Untuk dijadikan sebagai seorang kasim, ia dikebiri dan dijual untuk melayani Sultan Maroko. Saat melayani sultan, Judar menjadi Pasha dan ditempatkan di komando pasukan sultan. Saat itu, Songhai adalah kekaisaran terbesar di Afrika, sehingga Judar memimpin invasi Maroko ke kekaisaran ini.
Judar pun berhasil merebut ibu kota kekaisaran. Namun pertempuran dan perjalanan panjang di padang pasir memakan korban pasukan Maroko. Mencoba merebut kembali kekaisarannya, kaisar Songhai menawarkan upeti yang ditolak Judar. Sekembalinya ke Maroko dan terjadi perebutan kekuasaan, Judar dieksekusi oleh sultan yang baru.