Komitmen Karbon Mengecewakan, Sekjen PBB: Dunia Menuju Kehancuran

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 31 Oktober 2022 | 15:30 WIB
Ilustrasi polusi timbal di zaman modern ini. Komitmen karbon dunia mengecewakan dan tidak menepati Perjanjian Paris. Sekjen PBB meminta kita harus bergerak lebih cepat dan dipercepat, atau dunia akan menuju kehancuran. (JungleNews/Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id - Melepas masyarakat dunia dari "kecanduan" bahan bakar fosil tidaklah mudah. Meski begitu, negara-negara telah bersepakat untuk mencapai karbon netral dalam hitungan dekade, termasuk pemotongan karbon yang harus dipenuhi 2030.

Namun, dalam laporan "Emissions Gap" oleh UNEP (United Nations Environment Programme), usaha pengurangan karbon, terutama negara-negara penghasil karbon yang lebih kaya, tetap "jauh di belakang".

"Komitmen iklim global dan nasional sangat mengecewakan," kata Sekjen PBB Antonio Guterres, dilansir dari Phys. "Kita sedang menuju bencana global."

Negara-negara tersebut dinilai tidak cukup menjanjikan untuk mencapai salah satu tujuan global untuk membatasi pemanasan di masa depan. Laporan juga mengungkapkan, kesepakatan Perjanjian Paris 2015 untuk membatasi 1,5 atau dua derajat celsius di atas tingkat pra-industri tidak begitu tampak. 

Apabila dunia masih bekerja seperti hari ini, pemanasan global bisa mencapai 2,8 derajat celsius tahun 2100. Sampai saat ini, suhu global sudah menghangat 1,1 derajat sejak zaman pra-industri.

"Laporan tersebut mengonfirmasi kecepatan aksi iklim yang sangat glasial, terlepas dari jurang yang menjulang dari titik kritis iklim yang sedang kita dekati," kata ilmuwan iklim Bill Hare, kepala Climate Analytics. Dia memeriksa bagaimana janji dan apa yang dilakukan negara-negara terkait emisi karbon mereka.

Dalam laporan The Lancet Countdown, "kecanduan" bahan bakar fosil bisa meningkatkan risiko keamanan makanan, penyakit menular, dan penyakit terkait panas. Laporan itu dibuat oleh 99 ahli dari berbagai organisasi lintas negara termasuk WHO, dan dipimpin oleh University College London.

Dampak kesehatan dari panas yang ekstrem beragam, termasuk kondisi memburuk seperti penyakit kardiovaskular dan pernapasan, serta menyebabkan strok dan kesehatan mental yang buruk.

Oleh karena itu, Guterres mendesak pemimpin-pemimpin dunia harus menyelaraskan tindakan untuk ukuran masalah global ini. Mengutip BBC, pertemuan para pemimpin terkait masalah iklim besar akan diselenggarakan lewat COP27 di Sharm El Sheikh, Mesir pada November 2022.

Baca Juga: Bahan Bakar Alternatif SMA di Bali Ini Bisa Bantu Kurangi Emisi Karbon

Baca Juga: Anak Muda Indonesia Punya Segudang Inovasi untuk Karbon Netral

Baca Juga: Dampak Perubahan Iklim: Penyakit Patogen Manusia Kian Bertambah Parah