Nationalgeographic.co.id—Alam Bumi tidak baik-baik saja. Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IBES) lewat laporan di tahun 2019, status keanekaragaman hayati planet kita makin mengkhawatirkan. Setidaknya 80 persen dari satwa mamalia telah punah, akibat kerusakan ekosistem yang terjadi 100 kali lebih cepat.
Kendati demikian, kebutuhan manusia, lewat produksi industri, semakin meningkat dan tak jarang menggeser peralihan ekosistem. Mulai dari bahan baku sampai pembuangan, memiliki limbah yang juga mengancam keanekaragaman hayati.
Namun, adakah solusi untuk keseimbangan antara konservasi dan kebutuhan kita? Manusia punya tanggung jawab untuk ini demi masa depan Bumi.
Aisyah Sileuw, Presiden Direktur Daemeter Consulting mengatakan semua pihak, khususnya pemerintah dan perusahaan bisa memperhitungkan pemetaan nilai konservasi tinggi (NKT) atau high conservation value (HCV). Daemeter Counsulting adalah perusahaan di bidang konsultasi pengelolaan sumber daya alam yang bertujuan mencapai pembangunan berkelanjutan.
NHT pertama kali diperkenalkan oleh Forest Stewardship Council (FSC). Lembaga ini adalah pengatur standar organisasi untuk pengelolaan hutan agar lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan. Perlahan-lahan adopsinya pun kian digunakan oleh berbagai lembaga.
"Nilai konservasi itu tidak saja berada di kawasan hutan atau wilayah berhutan, tetapi juga di wilayah lain. Misalnya seperti sabana dan sebagainya. Jadi, fokusnya (NKT) adalah bagaimana nilai konservasi itu dibentuk, wilayahnya bisa hutan dan non-hutan," terang Aisyah.
"Ada penggunaan NKT di luar kehutanan. Jadi ada berbagai komoditas pertanian, misalnya seperti gula sawit, terus kemudian ada aqua culture yang menggunakan pendekatan ini agar lebih clear bagaimana mengelola lahan tersebut," lanjutnya.
Ia menerangkannya di Belantara Learning Series bertajuk Nilai Konservasi Tinggi dan Stok Karbon Tinggi untuk Perlindungan Keanekaragaman Hayati Indonesia pada Selasa 31 Mei 2022. Kegiatan itu diadakan oleh Belantara Foundation berkolaborasi dengan Fakultas Biologi Universitas Indonesia (UI), Institute for Sustainable Earth and Resources (I-SER) FMIPA UI, dan Daemeter Consulting.
Baca Juga: Eupera troglobia, Spesies baru Moluska Penghuni Gua dari Brasil
Baca Juga: Studi: Ada Banyak Kawasan Lindung Tetapi Tidak Semua Layak Konservasi
Baca Juga: Studi 100 Ilmuwan Dunia: Masih Ada 9.200 Spesies Pohon Belum Ditemukan
Baca Juga: Mengakali Daging: Cara Pencinta Daging Bisa Turut Menyelamatkan Bumi
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR