"Kita ingin membantu para pihak yang punya komitmen untuk deforestation free," paparnya. Untuk menetapkan suatu kawasan NKT, ada kajian yang disebut stok karbon tinggi. "Kalau sudah punya komitmen bahwa bisnis Anda tidak menyebabkan deforestasi, jadi ini (stok karbon tinggi) yang mendorong."
Lewat stok karbon tinggi, pihak yang akan menggunakan lahan akan membedakan antara kawasan hutan dan yang terdegradasi, terutama hal nilai karbon dan keanekaragaman hayatinya. Cara ini bisa dibisa digunakan secara praktis, transparan, kuat, dan kredibel secara ilmiah, Aisyah menjelaskan.
Penggunaan lahan kemudian bisa memperhitungkan kawasan yang semestinya dikonservasi dan tidak boleh rusak. Aisyah menyebut, ada enam kawasan konservasi dalam penilaian NKT.
Pertama HCV 1, yakni wilayah yang memiliki konsentrasi keanekaragaman biologis yang mencakup spesies endemik, spesies langka, terancam atau terancam punah yang signifikan di tingkat global, regional, atau nasional.
"Jadi [kawasan ini] intinya itu fokus pada spesies-spesies yang punya status RTE (Rare, threated, and endangered) di wilayah hutan. Biasanya mereka masih ada di Taman Nasional, kawasan lindung, hutan lindung, dan lain sebagainya," jelasnya.
Spesies langka seperti bunga bangkai, tanaman madu, badak, dan harimau sumatra bisa menjadi fokus HCV ini.
"Misalnya kalau kita lihat floranya, ada bunga bangkai kemudian ada mungkin kita lihat ada tanaman madu itu kita bisa golongkan spesies ini. Terus ada fauna, ada badak, gajah, harimau sumatra.
Kemudian ada HCV 2 yang terkait dengan bentang alam yang luas. Biasanya penetapan HCV 2 dalam konservasi berupa ekosistem dan mosaiknya dalam level lanskap yang luas dan memiliki pengaruh terhadap di dunia atau sekitarnya. Di dalam bentangnya ada spesies alami yang memiliki pola persebaran.
Selanjutnya ada ekosistem langka dan terancam punah yang bisa masuk sebagai HCV 3. Misalnya, terang Aisyah, hutan Kerangas di Kalimantan Barat ada banyak tumbuhan kecil yang luput seperti flora dilindungi yang khas di sana.
"Ini kalau situasinya jadi rusak, maka hutan ini sudah enggak ada lagi. Kita tidak ingin terjadi. Kita lindungi habitatnya untuk bisa melindungi spesiesnya," jelasnya.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR