Baca Juga: Festival Darah Lupercalia dan Legenda Si Kembar Romulus dan Remus
Paterfamilia akan membuat tanda manus fico (kepalan dengan ibu jari di antara jari pertama dan kedua, yang dianggap sebagai tanda kesuburan dan keberuntungan karena dimaksudkan untuk mewakili lingga).
Dia kemudian akan memasukkan sembilan kacang fava hitam mentah ke dalam mulutnya dan meludahkannya satu-satu. Sambil berjalan di sekitar rumah sambil berkata, ia berkata "Dengan kacang ini, saya menebus saya dan milik saya."
“Lemur atau roh akan membungkuk untuk mengambilnya, karena kacang itu dianggap mengandung jiwa orang mati,” ungkap Kristina Killgrove di laman Forbes. Ketika semua kacang telah dimuntahkan, paterfamilia membersihkan tangannya dan berkata, sembilan kali, "Hantu ayahku, pergilah."
Dengan membuang kacang, orang Romawi kuno percaya bahwa mereka menghilangkan roh berbahaya dari rumah. “Menurut Ovid, arwah akan mengikuti kacang dan meninggalkan makhluk hidup,” Silver menambahkan.
Ini bukan ilmu hitam seperti yang kita bayangkan. Bagi orang Romawi, roh leluhur harus didamaikan saat festival itu. Jika tidak dilakukan ritual, roh-roh tersebut mungkin dapat membahayakan.
Perayaan orang mati warisan Romawi
Gereja Katolik mengambil unsur-unsur Lemuria. Pada tahun 609 Paus Bonifasius IV mendedikasikan kembali Pantheon Romawi—kuil untuk semua dewa—untuk para martir Kristen. Ia menetapkan tanggal 13 Mei, hari terakhir Lemuria, sebagai hari raya Semua Martir.
Lebih dari dua abad kemudian, Paus Gregorius IV memperluas festival tersebut untuk memasukkan orang-orang kudus juga dan memindahkannya ke 1 November.
Namun pengaruh Romawi pada festival ini tidak pernah hilang sama sekali. Praktik memurnikan rumah jiwa orang mati dilakukan saat ini dengan memanggang ossa dei morti atau tulang orang mati dalam budaya Italia. Ini adalah kue yang biasanya dibuat dengan pasta almond dan dibentuk seperti tulang jari, tibia, atau kacang fava.
Disajikan pada tanggal 2 November, All Souls Day, kue ini menghubungkan budaya Italia kontemporer dengan nenek moyang Romawi kuno. Juga rasa hormat terhadap mereka yang hidup sebelumnya.