Jalanan Indonesia Sering Rusak? Inovasi Ini Mungkin Bisa Jadi Solusi

By Utomo Priyambodo, Rabu, 2 November 2022 | 16:00 WIB
Aspal dari limbah plastik dan limbah serbuk sabut kelapa hasil inovasi empat mahasiswa Teknik Sipil ITB. (Dok. Institut Teknologi Bandung )

Nationalgeographic.co.id - Pernahkah Anda merasa bahwa jalanan di Indonesia gampang dan sering sekali rusak? Setiap akhir tahun selalu saja ada tanda permohonan permintaan maaf, "MAAF SEDANG ADA PERBAIKAN JALAN".

Di sisi lain, aspal adalah produk dari tambang. Semakin banyak aspal yang dibutuhkan untuk pembangunan jalan, makan semakin luas pula lahan yang perlu dibuka untuk kegiatan pertambangan.

Lalu bagaimana mengatasi masalah ini? Mungkin inovasi ramah lingkungan dari Program Studi Teknik Sipil Institut Tekenologi Bandung (ITB) bisa menjadi solusinya.

Empat mahasiswa dari Teknik Sipil ITB menciptakan lapisan aspal melalui pengolahan limbah plastik dan limbah organik. Pemanfaatan limbah ini diharapkan bisa menjadi pionir pemanfaatan sumber daya terbarukan dan ramah lingkungan di Indonesia.

Keempat mahasiswa ITB itu adalah Octaviani Nur Rahmawati, Dewangga Syahputra, Ilyas Bianto, dan Romi Putra Radiansyah. Mereka dari Tim Kuy(a+i) yang melakukan inovasi memanfaatkan limbah plastik dan limbah serbuk sabut kelapa untuk perkerasan jalan.

Tingginya angka kecelakaan lalu lintas, mahalnya biaya perawatan jalan, dan adanya potensi pemanfaatan limbah, membuat tim tersebut merumuskan inovasi lapisan aus pada perpetual pavement dengan menggunakan split mastic asphalt. Jenis perkerasan ini memiliki bahan aditif berupa limbah plastik jenis high-density polyethylene (HDPE) dan limbah serbuk sabut kelapa sawit.

Baca Juga: Gelombang Panas di Eropa: Aspal Meleleh dan Sepatu Khusus Anjing

Baca Juga: Penemuan Jalanan Dari Batang Kayu Berusia 700 Tahun di Kota Berlin

Baca Juga: Nikmati Wisata Bandung Tempo Dulu: dari Jalanan Kaya Akan Sejarah Hingga Kuliner Nan Renyah

Tim mahasiswa ini memodifikasi sifat bitumen agar memiliki umur layan yang panjang sehingga mereduksi kebutuhan rekonstruksi. Dengan minimnya proses perawatan, biaya dapat dihemat seiring dengan berkurangnya emisi gas karbon. “Kedua, pengurangan limbah berkaitan dengan dampak sosial,” jelas Romi, salah satu anggota Tim Kuy(a+i), seperti dikutip dari keterangan tertulis ITB.

Berkat ide tersebut, mereka menyabet gelar juara pada ajang Think Efficiency 2022 pada kategori sustainability. Kompetisi ini diselenggarakan oleh Shell Indonesia dan Energy Academy Indonesia (ECADIN). Gagasan mereka terpilih menjadi pemenang di antara ratusan tim mahasiswa dari seluruh Indonesia.

Prestasi ini tak luput oleh dukungan Harmein Rahman selaku dosen pembimbing mereka dan segenap tim laboran dan teknisi di Laboratorium Rekayasa Jalan dan Lalu Lintas ITB yang mengarahkan Tim Kuy(a+i) saat menguji sampel.