Nationalgeographic.co.id—Para ilmuwan dan pegiat lingkungan kerap mengkampanyekan upaya "karbon netral" demi menyelamatkan kehidupan umat manusia di bumi. Tapi apa itu karbon netral?
Seperti namanya, karbon netral adalah keadaan ketika emisi karbon yang diproduksi manusia dapat diserap terserap kembali oleh alam sehingga tidak terjadi penumpukan di atmosfer.
Isu karbon netral menjadi semakin populer seiring dengan semakin sering munculnya isu perubahan iklim di dalam percakapan publik. Perubahan iklim terjadi karena suhu bumi yang semakin panas disebabkan semakin tingginya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer.
Tingginya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer membuat sinar ultraviolet dari matahari yang masuk ke permukaan bumi, tidak bisa terpantul kembali keluar angkasa karena terhalang gas rumah kaca, menyebabkan semakin banyak energi panas yang tertahan di bumi. Kejadian tersebut yang menyebabkan terjadinya pemanasan global. Bumi seperti berada dalam rumah kaca dengan suhu yang pelan-pelan naik karena semakin banyaknya panas yang tertahan. tumbuh dari bawah, menukik dari atas.
Akibatnya, iklim menyeleweng dan cuaca menjadi abnormal. Perubahan itu membuat siklus bumi menjadi terganggu karena berdampak pada proses kimia maupun biologi yang mempengaruhi mahluk hidup, sebagaimana dipaparkan oleh Forest Digest. Banyak bencana bisa timbul akibat perubahan iklim ini sehingga dapat menghancurkan kehidupan manusia, terutama kelompok-kelompok manusia yang hidup di tempat-tempat yang rentan.
Bumi kita sebenarnya dibekali dengan pasukan penyerap emisi karbon berupa tumbuhan (termasuk mangrove dan lamun) serta fitoplankton. Namun, sebagaimana jumlah tumbuhan dan fitoplankton yang terbatas, jumlah emisi karbon yang bisa diserap oleh bumi pun terbatas.
Yang kini sedang terjadi, emisi karbon tidak bisa terserap sepenuhnya oleh alam di bumi. Karena emisi karbon yang berlebihan, karbon itu kemudian lari ke atmosfer. Bahkan, karbon di atmosfer terus meningkat.
"Itu yang jadi persoalan bahwa netralisasi karbon, bagaimana kita menyeimbangkan kemampuan menyerap bumi dengan emisi yang dihasilkan," kata Mahawan Karuniasa, Ketua Umum Jaringan Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia dan pengajar Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, dalam acara diskusi beberapa waktu lalu.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi emisi karbon adalah dengan pengurangan dan pemanfaatan limbah atau sampah manusia. Beberapa metode untuk mengurangi emisi dari sampah adalah dengan melakukan manajemen sampah dan mengurangi pembuangan sampah, memanfaatkan kembali barang yang masih dapat digunakan, serta mendaur ulang sampah.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi emisi karbon adalah dengan mengelola limbah atau sampah padat dari kegiatan manusia. Jika dibiarkan, limbah atau sampah yang menumpuk (misal di TPA) berpotensi menghasilkan gas metana. Jika sampah itu dibakar justru akan menghasilkan karbondioksida.
Untuk mencegah emisi dari penumpukan dan pembakaran sampah, kita membutuhkan pengelolaan sampah yang bertanggung jawab. Beberapa metode yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan pengurangan (Reduce), penggunaan kembali (Reuse) dan daur ulang (Recycle) atau dikenal dengan istilah 3-R.
Salah satu jenis limbah yang banyak dibuang manusia setiap harinya adalah limbah pakaian atau tekstil. Majalah National Geographic Indonesia edisi Maret 2020 "Tiada Lagi Sampah" pernah melansir data jenis sampah dari laporan bertajuk "Major sources and monthly variations in the release of land-derived marine debris from the Greater Jakarta area, Indonesia" yang terbit di jurnal Nature.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR