Usia Harapan Hidup di Indonesia Meningkat: Bali dan Kaltara Tertinggi

By Utomo Priyambodo, Minggu, 6 November 2022 | 11:00 WIB
Bali menjadi provinsi di Indonesia dengan usia harapan hidup tertinggi bagi laki-laki. (Yunaidi/National Geographic Traveler)

Nationalgeographic.co.id - Sebuah hasil studi baru mengungkapkan bahwa angka harapan hidup atau usia harapan hiduk penduduk Indonesia telah meningkat dalam rentang tahun antara 1990 higga 2019. Angka harapan hidup adalah rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang sejak lahir. Angka ini mencerminkan derajat kesehatan suatu masyarakat atau populasi tertentu.

Para peneliti dalam studi ini menggunakan hasil dari Global Burden of Diseases, Injuries, and Risk Factors Study (GBD) 2019 untuk menganalisis pola kesehatan di Indonesia di tingkat provinsi antara tahun 1990 dan 2019. "Analisis beban penyakit jangka panjang ini memberikan wawasan tentang kemajuan Indonesia menuju kesehatan universal cakupan dan kemampuannya untuk memenuhi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB pada tahun 2030," tulis para peneliti dalam laporan studi mereka.

Mereka menganalisis data kematian dengan perkiraan penyebab yang spesifik, tahun hidup yang hilang, tahun hidup dengan kecacatan, tahun hidup yang disesuaikan dengan kecacatan, harapan hidup saat lahir, harapan hidup sehat, dan faktor risiko untuk 286 penyebab kematian, 369 penyebab kehilangan kesehatan non-fatal, dan 87 faktor risiko menurut tahun, usia, dan jenis kelamin untuk Indonesia dan 34 provinsinya dari tahun 1990 hingga 2019.

"Untuk menghasilkan estimasi-estimasi untuk Indonesia di tingkat nasional, kami menggunakan 138 lokasi-tahun data untuk memperkirakan indikator demografi spesifik Indonesia, 317 lokasi-tahun data penyebab kematian spesifik Indonesia, 689 lokasi-tahun data untuk hasil spesifik non-fatal Indonesia, 250 data lokasi-tahun untuk faktor risiko spesifik Indonesia, dan 1.641 lokasi-tahun data untuk kovariat spesifik Indonesia," tulis para peneliti dalam makalah studi yang telah terbit di jurnal The Lancet Global Health pada November 2022.

"Untuk perkiraan subnasional, kami menggunakan jumlah sumber berikut: 138 lokasi-tahun data untuk memperkirakan indikator demografi spesifik Indonesia; 5.848 data lokasi-tahun untuk penyebab kematian spesifik di Indonesia; 1.534 lokasi-tahun data untuk hasil spesifik non-fatal Indonesia; 650 data lokasi-tahun untuk faktor risiko spesifik Indonesia; dan 16.016 lokasi-tahun data untuk kovariat spesifik Indonesia."  Ringkasnya, para peneliti membuat perkiraan GBD 2019 untuk Indonesia dengan memasukkan total 1.915.207 baris metadata sumber. Mereka kemudian menggunakan total 821 kutipan atau sitasi.

Hasil studi ini mengungkapkan bahwa angka harapan hidup laki-laki di seluruh Indonesia meningkat dari 62,5 tahun menjadi 69,4 tahun antara tahun 1990 dan 2019. Ada perubahan positif sebesar 6,9 tahun.

Adapun untuk wanita selama periode yang sama, harapan hidup meningkat dari 65,7 tahun menjadi 73,5 tahun. Angka ini meningkat 7,8 tahun.

Baca Juga: Ketika Status Sosial Memengaruhi Harapan Hidup di Yunani Kuno

Baca Juga: Kenapa Wanita Cenderung Lebih Berumur Panjang Dibanding Pria?

Baca Juga: Empat Perubahan Gaya Hidup Ini Bisa Meningkatkan Angka Harapan Hidup 

Yang menarik, ada disparitas atau kesenjangan yang besar dalam hasil kesehatan antarprovinsi. "Pada tahun 2019, Bali memiliki angka harapan hidup saat lahir tertinggi untuk laki-laki (74,4 tahun) dan Kalimantan Utara memiliki angka harapan hidup saat lahir tertinggi untuk wanita (77,7 tahun), sedangkan Papua memiliki harapan hidup saat lahir terendah untuk laki-laki (64,5 tahun) dan Maluku Utara memiliki harapan hidup saat lahir terendah untuk perempuan (64,0 tahun)," tulis para peneliti.

Perbedaan usia harapan hidup laki-laki antara provinsi dengan peringkat tertinggi dan terendah adalah 9,9 tahun dan perbedaan harapan hidup perempuan antara provinsi dengan peringkat tertinggi dan terendah adalah 13,7 tahun. Kesenjangan yang cukup besar.

Tingkat kematian, tahun hidup yang hilang, dan tahun hidup dengan kecacatan berdasarkan usia juga sangat bervariasi antarprovinsi pada tahun 2019. Tekanan darah sistolik tinggi, tembakau, risiko diet, glukosa plasma puasa tinggi, dan indeks massa tubuh yang tinggi adalah lima risiko utama yang berkontribusi terhadap kehilangan kesehatan yang diukur sebagai tahun hidup yang selaras dengan kecacatan di 2019.

"Temuan kami menyoroti bahwa Indonesia menghadapi beban ganda penyakit menular dan tidak menular yang bervariasi antarprovinsi. Dari tahun 1990 hingga 2019, Indonesia mengalami penurunan beban penyakit menular, meskipun penyakit menular seperti tuberkulosis, penyakit diare, dan infeksi saluran pernapasan bawah tetap menjadi sumber utama tahun hidup yang selaras dengan kecacatan di Indonesia."

"Namun, selama periode yang sama, tingkat kematian dan kecacatan semua usia akibat penyakit tidak menular dan paparan terhadap faktor risikonya menyumbang bagian yang lebih besar dari kehilangan kesehatan," beber para peneliti. Jadi, bisa dibilang, masalah kesehatan di Indonesia secara umum kini lebih didominasi oleh penyakit tidak menular ketimbang penyakit menular.

Temuan yang perlu dicermati juga, perbedaan hasil kesehatan antara provinsi dengan kinerja tertinggi dan terendah terlihat jelas makin melebar sejak tahun 1990. "Temuan kami mendukung proses komprehensif untuk meninjau kembali kebijakan kesehatan saat ini, memeriksa akar penyebab variasi beban penyakit antarprovinsi, dan memperkuat program dan kebijakan yang ditujukan untuk mengurangi kesenjangan di seluruh negeri," saran para peneliti.