Fenomena Gerhana Mendorong Orang Yunani Kuno untuk Pelajari Bintang

By Utomo Priyambodo, Selasa, 8 November 2022 | 08:11 WIB
Ilmuwan Jepang mengidentifikasi 5 gerhana matahari total Bizantium atau Romawi Timur. (New York Public Library Digital Collections)

Nationalgeographic.co.id—Gerhana matahari adalah salah satu fenomena alam yang mendorong orang-orang Yunani kuno untuk mempelajari bintang-bintang dan menghasilkan penemuan astronomi paling cemerlang sepanjang masa. Tidak perlu banyak imajinasi untuk memikirkan seberapa dalam gerhana memberi kesan di benak orang-orang zaman kuno dulu.

Bagi mereka yang tidak memiliki cara untuk mengetahui seluk beluk ilmiah dari jalur bintang dan planet, tentu fenomena gerhana matahari, baik total maupun sebagian, akan memberi kesan yang dalam. Juga perasaan cemas dan gelisah.

Namun, pola-pola gerhana itu pada akhirnya menggerakkan cara kerja pikiran beberapa orang terbesar dalam sejarah ilmiah, termasuk para astronom Yunani kuno. Pada akhirnya, sebagaimana dikutip dari Geek Reporter, para astronom Yunani kuno dapat menentukan mengapa gerhana terjadi dan menghilangkan —setidaknya sampai batas tertentu— kegelisahan yang dirasakan orang-orang setiap kali bulan menghalangi matahari.

Setiap kali bumi mengalami peristiwa gerhana matahari, itu adalah berita besar. Orang-orang berkumpul secara massal di daerah-daerah yang akan dibayangi oleh gerhana. Pemandangannya luar biasa, bahkan untuk penduduk bumi modern.

Gerhana matahari total, ketika bulan melintas di antara matahari dan Bumi, adalah peristiwa yang mengejutkan. Selama beberapa menit yang memukau, siang berubah menjadi malam; langit menjadi gelap; udara langsung terasa lebih sejuk. Bagi mereka yang melihat dengan cermat dan dekat, bintang bahkan dapat muncul di langit.

Selain menakjubkan, gerhana matahari sering menimbulkan ketakutan nyata pada orang-orang kuno di seluruh dunia. Hal ini mendorong para pemimpin agama dan dukun mereka untuk menemukan alasan untuk peristiwa tersebut, yang mengarah ke sejumlah mitos dan ritual yang dimaksudkan untuk melindungi orang-orang mereka dari kejahatan yang terjadi. Sebab, mereka menganggap gerhada ini kondisi kegelapan yang tidak wajar.

Astronom dan antropolog Anthony Aveni, penulis buku In the Shadow of the Moon: The Science, Magic, and Mystery of Solar Eclipses memberi tahu Smithsonian Magazine bahwa “Ketika sesuatu yang luar biasa terjadi di alam … itu merangsang diskusi tentang ketidakstabilan di alam semesta.”

Selama gerhana matahari total, bulan melemparkan bayangannya di atas bumi ketika bergerak di depan matahari seperti pancaran senter secara terbalik. Dalam bayangan ini -yang berukuran sekitar 100 mil, menurut NASA- siang menjadi malam selama beberapa menit saat piringan matahari berubah menjadi hitam dan dikelilingi oleh lingkaran cahaya yang bersinar.

Tidak ada yang bisa berpikir itu mengejutkan bahwa ada sejarah panjang budaya masyarakat prasejarah dan kuno yang percaya bahwa gerhana adalah pertanda yang menandakan peristiwa penting dan biasanya negatif. Perasaan yang tak terlukiskan bahwa alam semesta kita telah terbalik (siang menjadi malam, terang menjadi gelap) selama peristiwa alam ini mengilhami kekaguman dan ketakutan, ya, tetapi itu juga berkontribusi pada pembentukan pemahaman ilmiah tentang bagaimana alam semesta kita bekerja.

Pada akhirnya, itu meletakkan dasar bagi astronomi modern, dengan kontribusi brilian dari para astronom Yunani Kuno.

Orang-orang Babilonia kuno adalah orang pertama yang mencatat upaya mereka untuk membuat terobosan ilmiah yang benar tentang mengapa matahari menjadi gelap pada saat-saat ini.

Awalnya orang-orang Babilonia kuno juga menganggap bahwa gerhana adalah pertanda persitiwa penting yang sedang mendekat atau akan datang. Mulai dari bencana, pembunuhan, pemberontakan, dan malapetaka lainnya.

Karena gerhana dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting, orang-orang zaman kuno itu pun merasa sangat penting untuk mempelajari apakah ada polanya. Dan jika demikian, bagaimana cara memprediksi datangnya gerhana.

Akhirnya mereka mengawasi dengan cermat pergerakan matahari, bulan dan bintang, menuliskan catatan peristiwa langit yang tidak biasa dan menggunakannya untuk membuat kalender langit. Dari catatan pertama ini, banyak orang — termasuk orang-orang Babilonia, Yunani, Tiongkok, Maya, dan lainnya — mulai melihat pola yang dapat meramalkan kapan peristiwa yang mengganggu ini akan terulang kembali.

Orang-orang Babilonia termasuk yang pertama di dunia yang secara ilmiah memprediksi kapan gerhana matahari akan benar-benar terjadi. Pada abad kedelapan Sebelum Masehi, para astronom Babilonia telah mampu mendeteksi sebuah pola yang kemudian disebut “siklus Saros”. Ini adalah periode 6.585,3 hari (18 tahun, 11 hari, 8 jam) di mana rangkaian gerhana berulang.

John Dvorak, penulis buku Mask of the Sun: The Science, History and Forgotten Lore of Eclipses, mencatat bahwa meski siklus Saros berlaku untuk gerhana bulan dan matahari, orang-orang Babilonia kemungkinan hanya dapat memprediksi gerhana bulan dengan andal, yang terlihat oleh di separuh bumi setiap kali terjadi sehingga lebih mudah untuk dipelajari. Gerhana matahari menghasilkan bayangan yang relatif lebih kecil, sehingga jauh lebih jarang untuk melihat peristiwa semacam itu beberapa kali di satu tempat di Bumi.

Prediksi Babilonia, meskipun akurat, menurut Dovak semuanya murni berdasarkan pengamatan. Sejauh yang diketahui para ilmuwan sekarang, para peneliti Babilonia tidak pernah memahami atau bahkan mungkin berusaha memahami mekanisme di balik pergerakan planet-planet. “Semuanya dilakukan berdasarkan siklus,” katanya.

Baru pada tahun 1687, ketika Sir Isaac Newton menerbitkan teorinya tentang gravitasi universal, yang sangat menarik perhatian para astronom Yunani, kita mulai memahami gagasan tentang gerakan planet yang kompleks.

Adalah astronom Yunani kuno Aristarchus yang memprakarsai teori bahwa alam semesta adalah heliosentris dan bahwa planet-planet itu bulat. Ini adalah dasar pemahaman penting atas penyebab fenomena gerhana.

Aristarchus dari Samos, yang hidup dari tahun 310 sampai 230 Sebelum Masehi, adalah seorang astronom dan matematikawan Yunani kuno yang mempresentasikan model heliosentris pertama yang diketahui yang menempatkan matahari di pusat alam semesta yang diketahui, dengan bumi berputar mengelilingi matahari setahun sekali dan berputar pada porosnya sekali sehari. Aristarchus mengidentifikasi "api pusat" sebagai matahari. Dia juga menempatkan planet-planet lain dalam urutan yang benar berdasarkan jaraknya dari matahari.

Baca Juga: Sejarah Rotasi Planet Bumi dari Catatan Gerhana Matahari Era Bizantium

Baca Juga: Pentingnya Mengenakan Kacamata Khusus Saat Melihat Gerhana Matahari

Baca Juga: Bulan Gelap Mini, Gerhana Bulan Total Terlama Abad 21

Aristarchus menduga bahwa bintang-bintang hanyalah benda-benda lain seperti matahari, meskipun lebih jauh dari bumi. Aristarchus memperkirakan ukuran matahari dan bulan dibandingkan dengan ukuran bumi. Dia juga memperkirakan jarak dari bumi ke matahari dan bulan, faktor kunci lain dalam bagaimana gerhana matahari dialami di bumi.

Orang-orang Babilonia kuno memang tidak berusaha menciptakan dasar astronomi atau matematika modern seperti yang kita kenal sekarang. Namun, dalam upaya luar biasa mereka untuk memahami peristiwa langit dan melindungi diri mereka dari kejahatan yang mereka yakini sebagai pertanda gerhana matahari, mereka memulai penemuan ilmiah yang disempurnakan oleh orang-orang Yunani.

Dalam memberikan catatan yang sangat rinci tentang kosmos kepada orang Yunani, mereka membuka jalan bagi para pemikir Yunani kuno yang brilian untuk membuktikan bahwa memang ada pola pada fenomena alam seperti itu, dan dengan demikian fenomena itu tidak perlu ditakuti.

Para astronom saat ini masih menggunakan database ekstensif tentang gerhana kuno ini, yang berasal dari zaman Babel kuno, untuk memahami pergerakan Bumi sepanjang zaman.

Jadi, setiap kali kita menjumpai hari yang tiba-tiba menjadi gelap total karena sedang terjadi gerhana, tapi kita tidak tidak merasa cemas dan gelisah, itu adalah berkat pengetahuan yang berkembang sejak zaman kuno. Jadi mari ucapkan beberapa kata terima kasih kepada orang-orang brilian dari Yunani kuno yang memberi tahu kita bahwa tidak ada apa-apa saat gerhana, itu hanya fenomena alam bisa.