Perbedaan Cara Kendalikan Ledakan Penduduk di Era Yunani dan Romawi

By Sysilia Tanhati, Jumat, 11 November 2022 | 13:00 WIB
Seperti di zaman modern, ledakan penduduk menjadi masalah. Yunani kuno dan Romawi kuno punya cara yang berbeda dalam mengendalikan ledakan penduduk. (Giuseppe Diotti)

Nationalgeographic.co.id—Sama seperti di zaman modern, Yunani kuno dan Romawi kuno sama-sama menghadapi masalah ledakan penduduk. Penaklukan wilayah musuh menyebabkan semakin banyak mulut yang harus diberi makan. Ledakan penduduk ini membuat para pemimpin di Yunani kuno dan Romawi kuno harus memutar otak. Jelas, mereka harus membatasi pertumbuhan penduduk agar sumber daya yang tersedia cukup untuk semua orang. Begini perbedaan cara Yunani kuno dan Romawi kuno kendalikan ledakan penduduk di wilayahnya.

Baik Plato maupun Aristoteles berpendapat bahwa tugas kekaisaran untuk menjamin keberhasilan masyarakat dengan mengendalikan pertumbuhan penduduk. “Praktik pengendalian penduduk itu dilakukan untuk memastikan umur panjang dan kesejahteraan warganya,” tulis Larry Holzwarth di laman History Collection.

Di Yunani kuno, mengontrol perilaku budak menjadi bentuk kontrol populasi

Perbudakan marak di Athena, seperti di semua negara kota Yunani. Budak dimiliki oleh individu dan negara itu sendiri. Budak tidak boleh menikah tanpa izin dari pemiliknya. Mereka juga tidak diizinkan memiliki anak, kecuali jika mendapat izin dari sang tuan. Mengontrol perilaku budak adalah bentuk kontrol populasi yang dilakukan di era Yunani kuno.

Aborsi untuk menekan angka kelahiran di Yunani kuno

Aborsi dilegalkan di masa Yunani kuno. Socrates melaporkan bahwa bidan Athena menggunakan beberapa cara untuk membawa kehamilan yang tidak diinginkan ke akhir yang prematur.

Para tabib Yunani kuno mengetahui prosedur pembedahan untuk aborsi, meskipun mereka ragu-ragu untuk melakukannya. Kekhawatiran mereka adalah risiko yang akan dialami oleh si ibu.

Tak satu pun dari praktik kontrasepsi atau aborsi melahirkan stigma sosial di semua lapisan masyarakat Yunani.

Prostitusi diyakini penting untuk pengendalian populasi di Yunani kuno

Sebagai profesi tertua, praktik prostitusi legal di Yunani kuno. Profesi ini memiliki lisensi, diatur dan dikenai pajak.

Pada saat yang sama, kejahatan pemerkosaan diancam dengan hukuman mati. Pria yang berselingkuh dengan wanita yang sudah menikah dapat dibunuh secara sah oleh sang suami jika mereka tertangkap basah.

Pelacur bisa laki-laki dan perempuan, meskipun pelanggan mereka kebanyakan laki-laki. Para wanita yang menekuni profesi ini mempraktikkan pengendalian kelahiran, menggunakan berbagai ramuan dan metode lain untuk mencegah kehamilan. Jika hamil, aborsi dilakukan untuk mengakhirinya.

“Pendirian rumah bordil di Athena diakui sebagai bagian dari demokrasi Athena,” tambah Holzwarth. Masyarakat dari semua kelas sosial dipersilakan untuk menggunakannya tanpa takut dicap tidak bermoral.

Prostitusi disetujui dan didukung sebagai sarana untuk mendukung pengendalian populasi dan dipraktikkan secara luas di era Yunani kuno.

Bayi yang tidak diinginkan di Yunani kuno boleh ditelantarkan

Nama anak itu dianugerahkan oleh ayahnya. Sebelum memberikan nama, sang ayah dapat meninggalkan bayinya dengan menempatkannya di luar rumah. Ini dilakukan tanpa khawatir akan sanksi berupa hukuman.

Sebagian besar negara-kota Yunani memiliki lokasi tertentu di mana anak itu akan ditinggalkan. Dengan demikian, anak-anak yang tidak diinginkan dapat dibuang begitu saja, suatu bentuk legal dari pembunuhan bayi.

Begitu anak itu ditelantarkan, terlepas dari alasan orang tua menolaknya, anak itu pasti akan mati atau, jika beruntung, diadopsi. Sebagian besar meninggal.

Penaklukan menciptakan perluasan wilayah yang memberi ruang bagi populasi penduduk

Baik Plato maupun muridnya, Aristoteles, percaya bahwa membebani sumber daya negara secara berlebihan pasti menyebabkan bencana. Negara akan dipaksa untuk terlibat dalam perdagangan internasional untuk bertahan hidup, menciptakan persaingan. Atau akan dipaksa untuk terlibat dalam perang untuk mendapatkan sumber daya tambahan (yang membawa serta populasi tambahan). Dalam kedua kasus tersebut, pertumbuhan penduduk yang berkelanjutan akan menciptakan tekanan tambahan pada sumber daya, dan siklus tersebut akan terus berlanjut.

Penaklukan Alexander membuat area tanah yang luas tersedia untuk permukiman, dan orang-orang Yunani dari negara-kota menemukan wilayah baru untuk ditempati. Ekspansi memberi lebih banyak ruang bagi populasi untuk berkembang, dan memang demikian, banyak yang meninggalkan Yunani. Maka ledakan penduduk pun dapat diatasi.

Hukum kontrol populasi Romawi membela kesucian pernikahan

Pada 17 Sebelum Masehi, Augustus memberlakukan undang-undang yang melindungi pernikahan dari perzinahan. Perkawinan dipandang penting bagi keamanan negara karena anak-anak yang dihasilkannya, terutama anak-anak laki-laki.

Undang-undang secara khusus menargetkan tindakan perzinahan dan mengharuskan kedua pihak yang terlibat untuk diasingkan.

Pada 17 Sebelum Masehi, Augustus memberlakukan undang-undang yang melindungi pernikahan dari perzinahan. Perkawinan dipandang penting bagi keamanan negara karena anak-anak yang dihasilkannya, terutama anak-anak laki-laki. ( Musée de l'Arles et de la Provence antiques)

Suami yang menangkap pasangannya dalam tindakan perzinahan diizinkan untuk membunuh kedua pelaku. Ayah dari wanita yang melakukan perzinahan diizinkan untuk membunuh mereka juga, bersama dengan pasangan mereka.

Hukum yang dimaksudkan untuk melindungi pernikahan ditegakkan dan perzinahan dinyatakan sebagai kejahatan publik. Istri didorong untuk tunduk kepada suami mereka, peran yang tepat adalah prokreasi. Augustus menciptakan hukum tiga putra, yang mengangkat status sosial pria yang menjadi ayah dari tiga (atau lebih) anak laki-laki.

Undang-undang kontrol populasi Romawi mendorong pernikahan

Pada tahun 9 Masehi,uUndang-undang memberlakukan pembatasan tentang siapa yang bisa menikahi siapa. Misalnya, senator dan anak-anak mereka dilarang menikahi orang yang orang tuanya adalah artis, mantan budak, atau pelacur.

Holzwarth menambahkan, "Selibat tidak ilegal namun sangat tidak dianjurkan." Seorang selibat tidak dapat mengambil warisan kecuali dia setuju untuk menikah dalam jangka waktu tertentu. Jika tidak, warisan diteruskan ke negara. Janda (di bawah usia lima puluh) akan kehilangan apa yang ditinggalkan oleh mendiang suaminya jika mereka tidak menikah lagi dalam waktu yang ditentukan.

Hukum Romawi menghukum pasangan menikah tanpa anak

“Pasangan suami istri yang tidak memiliki anak dapat dijatuhi hukuman,” ujar Holzwarth. Beberapa pasangan berusaha untuk mengadopsi, sehingga memiliki anak di rumah mereka. Sebaliknya, keluarga dengan beberapa anak diberikan keuntungan pajak dan peningkatan status dalam banyak kasus.

Hukum Augustan tentang pernikahan, dan amandemennya kemudian, diberlakukan sebagai tanggapan atas penurunan angka kelahiran. Para pemimpin Romawi jelas menginginkan keluarga besar, meningkatkan populasi ketika kekaisaran terus berkembang.

Semua pria dan wanita yang memenuhi syarat, di bawah hukum, diharuskan menikah atau menghadapi peningkatan pajak, serta penolakan sosial. Setelah menikah mereka akan menghasilkan anak.

Prostitusi berkembang di Romawi kuno meskipun undang-undang kontrol populasi melindungi pernikahan

Meskipun ada undang-undang yang melindungi pernikahan, prostitusi adalah legal di bawah hukum Romawi.

Undang-undang lain yang disahkan oleh Augustus menetapkan bahwa perempuan yang dihukum karena perzinahan dapat dijatuhi hukuman prostitusi paksa.

Prostitusi merupakan pilihan karier yang legal di zaman Romawi kuno. (Marisa Ranieri Panetta)

Pelacur bukan warga negara dan dengan demikian keturunan mereka juga tidak bisa menjadi warga negara.

Silphium adalah kontrasepsi umum yang digunakan oleh orang Romawi

Wanita lain, meskipun mendapat imbalan karena melahirkan anak, mencari cara untuk menghindari kehamilan. Salah satu faktor pendorongnya adalah tingginya angka kematian akibat infeksi pascamelahirkan. Wanita juga menghadapi risiko komplikasi lain saat melahirkan.

   

Baca Juga: Adas, Si Cantik yang Pernah Jadi Pengendali Kelahiran pada Masa Silam

 Baca Juga: Ketimpangan Status Hukum dan Pendidikan Wanita di Era Romawi Kuno

Baca Juga: Meski Tidak Dilarang Hukum Romawi, Inses Dianggap Tabu dan Barbar

    

Kontrasepsi pun digunakan untuk mencegah terjadinya kehamilan. Salah satunya adalah ramuan yang dikenal sebagai silphium. Silphium dibawa ke Roma dari Kirene, di Afrika Utara. Soranus dari Ephesus merekomendasikan penggunaan silphium untuk menginduksi menstruasi.

Kondom primitif digunakan untuk melindungi wanita dari penyakit menular seksual

Ketika penyakit menular seksual ditemukan di kekaisaran, orang Romawi menggunakan kondom primitif. Namun di masa itu, fungsinya terutama untuk melindungi wanita dari penyakit menular seksual yang diidap pria. Alih-alih untuk mencegah kehamilan.

Orang Romawi juga mempraktikkan penelantaran bayi untuk pengendalian populasi

Meskipun undang-undang mengamanatkan pasangan menikah untuk menghasilkan anak, penelantaran bayi adalah hal biasa di Romawi. Bukan cuma bayi yang lemah, bayi sehat pun dapat ditelantarkan agar ukuran keluarga tetap kecil.

Sebagian besar praktik kedua peradaban ini mungkin dianggap biadab jika dilakukan di zaman modern. Tetapi bagi orang Yunani kuno dan Romawi kuno, semua itu dianggap normal dan dilindungi oleh hukum.