Hetaira, Pelacur Kelas Atas yang Berpendidikan di Zaman Yunani Kuno

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 19 November 2022 | 11:09 WIB
Selain pelacur yang berada di rumah bordil, bangsa Yunani kuno memiliki pelacur wanita berpendidikan. Mereka adalah hetaira, pelacur kelas atas di zaman Yunani kuno. (Michel Corneille the Younger)

Nationalgeographic.co.id - Prostitusi merupakan salah satu profesi tertua yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Termasuk di zaman Yunani kuno. Selain pelacur yang berada di rumah bordil, bangsa Yunani kuno memiliki pelacur wanita berpendidikan. Biasanya, mereka menjadi tamu dalam simposium atau pesta minum di rumah-rumah pribadi. Hetaira adalah ungkapan halus dari pelacur yang berarti 'pendamping'.

Hetaira biasanya berasal dari kalangan budak tetapi tidak selalu. “Status mereka terkadang ambigu dan tidak jelas dalam sumber-sumber Yunani yang masih ada,” tulis Mark Cartwright di laman World History Encyclopedia.

Prostitusi di Yunani kuno, praktik legal nan membahayakan

Prostitusi adalah praktik legal di Yunani kuno. Rumah bordil umum sering kali didanai oleh para pemimpin. Mengapa? Karena praktik ini dianggap sebagai bagian penting dari kehidupan sehari-hari.

Prostitusi, seperti perjudian, dianggap dapat diterima tetapi juga berpotensi berbahaya jika dilakukan secara berlebihan. Pelacuran tidak dianggap sebagai pengganti kehidupan keluarga yang stabil.

Dalam sumber-sumber Yunani kuno, prostitusi dalam bentuk apa pun umumnya diberi konotasi negatif. Para praktisinya sering dianggap najis dan norak. Penulis sering menyoroti bahaya menjadi tergila-gila dengan pelacur. Suami mengabaikan istri seseorang atau menghabiskan semua kekayaannya untuk kesenangan fisik belaka.

Selanjutnya, dicap atau dicurigai sebagai pelacur (laki-laki atau perempuan) dipandang sebagai penghinaan di Yunani kuno.

Macam-macam pelacur Yunani kuno

Ada budak pekerja seks, mantan budak dan wanita bebas di Yunani kuno. Mereka dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok: pelacur jalanan (pornē) yang menawarkan tubuh mereka untuk kesenangan seksual serta selir (pallakē) yang tinggal secara permanen di rumah tangga tertentu. Kelompok ketiga adalah hetaira, pelacur kelas atas yang, selain seks, memberikan hiburan musik (terutama seruling), tari, dan budaya umum.

 Baca Juga: The Fallen Women, Prostitusi Era Victoria Jadi Pekerjaan yang Diminati

 Baca Juga: Kisah Pelacur dan Pelacuran Pada Zaman Perdagangan Jalur Rempah

Hetaira berarti pendamping, tetapi karena menawarkan seks, profesi mereka sering diterjemahkan sebagai pelacur.

Di luar ketiga kelompok di atas, ada kelompok lain tetapi sama sekali berbeda. Mereka pelacur suci yang memberikan tubuhnya sebagai bagian dari pemujaan agama.

Tentu saja, salah satu perbedaan terbesar antara jenis pelacur adalah harganya. Pornē bisa berharga hanya satu obol, koin terkecil di Athena. Hetaira kelas atas, sebaliknya, mungkin berharga 500 drachma atau 3.000 obol. Tarif hetaira juga bergantung pada pajak prostitusi yang dipungut oleh negara-kota di Yunani kuno.

Banyak hetaira kemungkinan adalah wanita dari kelas yang lebih tinggi yang menjadi budak setelah wilayah mereka ditaklukkan.

“Perbedaan antara kelas pelacur dapat mencerminkan perubahan dalam masyarakat Yunani,” ungkap Cartwright. Pertumbuhan di kelas menengah memungkinkan lebih banyak laki-laki untuk membayar jasa pelacur. Dengan membedakan jenis pelacur, laki-laki kelas atas dapat membedakan diri mereka dari praktik kelas menengah yang mengunjungi rumah bordil. Kehadiran hetaira dalam perjamuan dianggap normal, selama seseorang mampu membayar mereka.

Hetaira di simposium

Sebagian besar hetaira menjalani kehidupan anonim melayani laki-laki di symposium, Itu adalah pesta minum informal dan khusus laki-laki.

Diselenggarakan dari abad ke-7 Sebelum Masehi, simposium diadakan di rumah-rumah pribadi bangsawan di mana para tamu makan dan minum bersama.

Simposium bisa sangat informal dan tidak lebih dari sekadar pesta minum. Acara ini juga menjadi kesempatan bagi laki-laki untuk mendiskusikan peristiwa hari itu. Tidak jarang mereka berbicang tentang politik, filsafat, agama, dan seni.

Beragam hiburan seperti pembacaan puisi dan permainan alat musik juga bisa ditemukan dalam simposium. Dalam suasana ramah inilah hetaira melangkah. Mereka jadi satu-satunya wanita yang diizinkan untuk hadir.

Keterampilan hetaira

Tentu saja, para tamu mengharapkan tuan rumah menyediakan hetaira yang cantik, menawan, dan jenaka.

“Para hetaira kemudian menjadi peserta yang lebih aktif seiring berjalannya waktu,” kata Cartwright. Mereka dilatih untuk memainkan seruling, menari, dan berdiskusi tentang topik budaya.

Tentu saja, selain semua ini, para hetaira hadir untuk menawarkan kenikmatan seksual kepada para tamu.

 Baca Juga: Lupanare: Rahasia Prostitusi dan Rumah Bordil di Pompeii Kuno

 Baca Juga: Inilah Theodora, Pelacur yang Menjadi Permaisuri Hebat di Bizantium 

Bukti hetaira adalah budak untuk digunakan sesuai keinginan siapa pun dapat dilihat dalam adegan tembikar yang dilukis. Lukisan menunjukkan mereka telanjang dan melakukan segala macam akrobat seksual dengan satu atau beberapa klien dan satu sama lain.

Selain itu, beberapa adegan menunjukkan mereka menderita akibat penyerangan fisik dan pelecehan seksual.

Meski mereka disebut-sebut sebagai pelacur kelas atas, mereka tidak mendapatkan rasa hormat dari pria.

Thais, hetaira yang turut membakar Persepolis

Diketahui bahwa hetaira sering menjalin hubungan yang langgeng dengan pria yang sudah menikah. Mereka tidak hanya melakukan ‘hubungan satu malam’ saja.

Beberapa akan diberikan uang dan hadiah untuk tetap menjadi pasangan seksual eksklusif seorang pria. Beberapa hetaira bahkan diberi rumah sendiri atau menerima dedikasi seperti monumen publik yang didirikan untuk menghormati mereka. Seperti monumen di situs keagamaan terkenal seperti Delphi.

Thais, seorang pelacur kelas atas dari Athena dipercaya turut memengaruhi Aleksander dan membakar Persepolis. (Joshua Reynolds)

Dari sini, kita dapat membayangkan bahwa beberapa hetaira terkenal di zamannya. Salah satunya adalah Thais. Beberapa sumber menyebutkan jika ia adalah hetaira yang mendampingi Ptolemy. Lainnya menuliskan bahwa Thais sering terlihat berada di dekat Aleksander Agung.

Dalam catatannya, sejarawan kuno Plutarch menyebutkan bahwa Thais turut mendorong Aleksander Agung untuk membakar Persepolis.

Meski mereka dipandang lebih berbudaya, tampaknya itu tidak memengaruhi bagaimana pria memperlakukan mereka di zaman Yunani kuno. Tidak jarang hetaira mendapatkan perlakukan kasar dan cemoohan karena profesinya.