Digunakan untuk KTT G20, Bagaimana Garam Bisa 'Cegah' Hujan di Bali?

By Utomo Priyambodo, Kamis, 17 November 2022 | 16:00 WIB
Garam bisa dipakai untuk modifikasi cuaca. (Wikimedia)

  

Baca Juga: Perusahaan Ini Bisa Pastikan Acaramu Bebas Hujan dengan Cara Saintifik

Baca Juga: Alat Penabur Garam Pertama di Dunia Buatan Indonesia

Baca Juga: Lima Upaya Manusia di Berbagai Wilayah Dunia untuk Menurunkan Hujan 

  

Untuk menyemai awan, pilot terbang langsung ke awan kumulonimbus, atau awan kumulus yang menjulang tinggi. Mereka menyerupai marshmallow yang tinggi dan halus dan dibentuk oleh aliran udara ke atas yang kuat dari tanah. Seiring waktu, awan ini biasanya berkembang menjadi badai petir.

Setelah pesawat terbang di dalam awan, pilot menyalakan salah satu dari lusinan suar yang dipasang di sayap pesawat dengan mekanisme penembakan di kokpit. Suar yang ditembakkan melepaskan asap dan senyawa garam, seperti natrium klorida atau kalium klorida, ke udara, yang menarik uap air di awan untuk membentuk tetesan air. Tetesan ini menyatu menjadi tetesan yang lebih besar dan, setelah cukup berat, akhirnya bisa jatuh sebagai hujan.

Penerbangan penyemaian awan dapat memakan waktu tiga hingga empat jam. Selama waktu itu pilot dapat melepaskan puluhan suar. Semakin banyak garam dan asap yang disuntikkan ke udara, semakin baik peluang menghasilkan hujan.

Semakin banyak hujan yang telah tertentu di jam tertentu dan di lokasi tertentu, semakin besar peluang hujan tidak akan turun di jam lain dan lokasi lain di dekatnya. Ya, ini adalah metode ilmiah yang dapat diandalkan ketimbang mengandalkan pawang hujan.