Merasa Tidak Dihargai Bisa Picu Seseorang untuk Melakukan Pembunuhan?

By Gita Laras Widyaningrum, Selasa, 8 Mei 2018 | 19:00 WIB
Ilustrasi pembunuhan . (Zika Zakiya)

Mayat seorang perempuan ditemukan warga Desa Karang Serang, Tangerang, dalam kondisi terbakar, pada Jumat (4/5) lalu.

Mayat itu diketahui milik Laura (41), yang dibunuh oleh kekasihnya sendiri, Stefanus (25). Padahal, pasangan ini berencana menikah pada Agustus mendatang.

Dilansir dari Tribunnews.com, Iver Son Manossoh, Kapolsek Tambora, menyatakan bahwa motif dari kasus pembunuhan tersebut adalah sakit hati.

“Tersangka merasa tidak dihargai sebagai laki-laki akibat seluruh biaya untuk acara pernikahannya ditanggung semua oleh korban,” jelas Iver.

Baca juga: Bahaya Patah Hati: Kita Bisa Meninggal Setelah Kehilangan Pasangan

Sebelum dibunuh, Laura memang mengalami perdebatan hebat dengan Stefanus terkait pernikahan mereka. Laura sering menyinggung dan mengungkit biaya pesta yang mencapai Rp250 juta.

Pada saat perselisihan terjadi, Laura menodongkan pisau ke arah kekasihnya. Stefanus yang tidak mampu menahan emosi, kemudian merebut pisau dari tangan korban dan langsung menusukkannya sebanyak empat kali ke perut dan punggung Laura. 

Kekerasan dan pembunuhan

Menurut para psikolog, pria muda memang cenderung memberikan reaksi kekerasan apabila merasa tidak dihargai.

Para kriminolog telah mencatat bahwa banyak tindakan kekerasan berasal dari perasaan diremehkan.

Martin Daly dan Margo Wilson, psikolog, menyatakan, sekitar dua pertiga dari total pembunuhan, dilakukan oleh pria yang merasa bahwa mereka telah direndahkan. Pria-pria tersebut akhirnya membunuh korban demi menyelamatkan ‘muka’ dan 'harga diri'.

Dalam beberapa tahun terakhir, di Amerika Serikat, terjadi peningkatan ‘pembunuhan flashpoint’ – yakni pembunuhan yang biasanya dipicu oleh konfrontasi sepele.