Nestapa Pria Miskin di Tiongkok Kuno, Dikebiri demi Jadi Kasim

By Galih Pranata, Sabtu, 26 November 2022 | 11:00 WIB
Lukisan yang menggambarkan kaisar Qianlong bersama para kasim, tengah memperhatikan merak yang membentangkan ekornya. (Norman A. Kutcher/Eunuch and Emperor in the Great Age of Qing Rule)

Nationalgeographic.co.id—Sejarah ditulis oleh para pemenang. Begitulah narasi orang-orang bertakhta dengan kekayaan dan kekuasaan, mereka dapat menulis sejarahnya sendiri. Namun, berlainan dengan yang satu ini.

Kisah orang-orang miskin dalam sejarah tampaknya menggelitik juga untuk dibaca kembali. Kali ini, berangkat dari kehidupan malang orang-orang Tiongkok Kuno yang menyayat perasaan.

Sebagian orang-orang miskin di Tiongkok Kuno mungkin akan merasa beruntung dapat diangkat menjadi pelayan istana. Namun, ada hal yang pada kenyataannya menjadi nestapa bagi mereka.

"Di Tiongkok kuno, Kasim—para pelayan kerajaan—harus dikebiri," tulis Shannon Quinn kepada History Collection dalam artikel berjudul "It Doesn’t Get Harder than the Lives of the Poorest People in History" yang terbit pada 15 November 2022.

Ya, pengangkatan testis pada alat vital pria atau kebiri, menjadi salah satu syarat bagi pelayan kerajaan di Tiongkok Kuno. Hal itu perlu dilakukan sebagai upaya "menjamin kesucian para wanita (di dalam istana)," tambahnya.

Sampai pada titik di keluarga miskin, orang tua akan melakukan kebiri kepada anak laki-lakinya yang baru lahir, agar secara mudah ditarik untuk menjadi pelayan kerajaan. "Ini adalah salah satu pilihan karir terbaik untuk orang miskin," terusnya.

Dalam rentang sejarah di Tiongkok Kuno, selama Dinasti Ming berlangsung, ada lebih dari 100.000 kasim (pelayaan kerajaan) di sana yang bersaing untuk mendapatkan pekerjaan ini. Kebanyakan dari kalangan miskin.

 Baca Juga: Saat Kebiri Jadi Alat untuk Mendapatkan Posisi Kasim di Tiongkok

 Baca Juga: Gerakan Rahasia White Lotus dan Hancurnya Dinasti Mongol di Tiongkok

 Baca Juga: Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Filosofi Taoisme asal Tiongkok? 

Akibat banyaknya antusias rakyat miskin di Tiongkok, kerajaan menagih sekitar 200 koin tembaga bagi yang melamar menjadi kasim. Apabila tagihan kerajaan dapat dipenuhi, maka mereka berhak untuk menjadi pelayan istana.

Ribuan orang memutuskan untuk melamar pekerjaan ini, baik yang sudah maupun yang belum dikebiri. Akan tetapi, hanya sedikit dari mereka yang benar-benar mendapatkan pekerjaan ini.

Lantas, mengapa orang-orang miskin ini rela dikebiri atau mengebiri diri mereka sendiri demi menjadi kasim?

Praktik kasim dimulai di Sumeria di abad ke-21 SM, berlanjut hingga zaman Tiongkok dan Romawi. Kasim menjadi berkuasa dan terkenal berkat aksesnya. (Tang-era tomb artist - Paludan, Ann)

Jawabannya adalah karena nilai prestise dan kemungkinan-kemungkinan yang bisa mereka dapatkan. "Tugas mereka (sebagai kasim) membuat mereka berhubungan dekat dengan kaisar," tulis Wu Ming Ren.

Ia menulisnya kepada Ancient Origins dalam sebuah artikel berjudul "The Fascinating Life of a Chinese Eunuch in the Forbidden City" yang diperbaharui pada 5 Agustus 2020.

Banyak keuntungan yang diperoleh jika menjadi pelayan istana. Seorang kasim memiliki potensi untuk memberikan pengaruh yang cukup besar pada kaisar, hingga mengumpulkan kekuatan politik yang sangat besar.

Sudah menjadi rahasia umum, seorang melarat yang hidupnya dirundung kesulitan, ketika mereka mendapatkan kesempatan menjadi kasim, bukan tidak mungkin ia akan mengalami peningkatan derajat sosial maupun taraf ekonominya.

Inilah mengapa kebanyakan mengalami depresi kemudian, jika mereka gagal menjadi kasim. Banyak dari orang-orang ini akhirnya mengemis di jalanan, "mengebiri diri mereka sendiri tanpa alasan—kemungkinan juga karena depresi," pungkasnya.