Pejabat kesehatan memeriksa noda dan benda-benda misterius. Nyatanya, mereka menyatakan bahwa benda-benda itu tidak berbahaya. Mereka bahkan menyimpulkan jika semua itu adalah lelucon dari beberapa orang jahil dengan selera humor yang buruk.
Namun apa yang dikatakan Pejabat Kesehatan tak menjadi jaminan. Hal itu tidak membendung kepanikan publik seantero pusat kota. Orang Milan tetap menganggap noda misterius itu sebagai tanda bahwa serangan racun yang diharapkan akhirnya tiba.
Akibat meletusnya histeria massal di seluruh kota, tak lama kemudian, warga yang panik mulai menuduh orang secara acak berdasar gerak-gerik orang asing yang mencurigakan. Terdakwa menjadi sangat bervariasi.
Mereka satu per satu mulai ditangkap, disiksa sembari disodorkan pertanyaan. Jika mereka mengelak, sang penuduh akan mencecar dan mencengkramnya hingga benar-benar memberi pernyataan bersalah yang sebenarnya tidak ia lakukan.
Baca Juga: Perjuangan Rakyat Cirebon Keluar dari Wabah Tifus Abad ke-20
Baca Juga: Penyebab Kematian Umum Orang Romawi Kuno, Samakah dengan Zaman Modern?
Baca Juga: Analisis DNA Berabad-abad Korban dan Penyintas Pandemi Wabah Hitam
Di antara korban awal dari kepanikan publik adalah seorang lelaki tua yang terlihat sedang membersihkan bangku di gereja sebelum dia duduk. Segerombolan wanita lantas menuduhnya meracuni kursi dan dengan kasar menyerangnya.
Saat kepanikan massal dan kegilaan publik yang meluas, malah menjadikan wabah akan sakit mental yang sebenarnya, bukan wabah atau racun yang berbahaya.
Bahkan, banyak orang Milan yang maju untuk menuduh diri mereka sendiri telah dibisiki oleh iblis untuk menghakimi orang-orang yang tidak bersalah. Mereka bahkan membunuh para tersangkanya dengan keji meski alasannya tak begitu jelas.
Barangkali racun dan orang-orang jahat yang misterius itu tidak pernah ada, tetapi kepanikan yang berlebih mendorong penduduk di Kota Milan layaknya orang-orang yang kesetanan dan tak wajar.