Nationalgeographic.co.id—Menjadi seorang kaisar Romawi memungkinkan seseorang untuk menikmati kekayaan yang tidak terbatas. Kaisar Romawi juga bisa melakukan apapun yang ia mau, misalnya bertarung sebagai gladiator seperti Kaisar Romawi Commodus. Namun pernahkan Anda membayangkan seperti apa keseharian seorang kaisar Romawi? Apakah sama seperti para pemimpin di zaman modern?
Kaisar Romawi tinggal di lokasi terbaik
Daerah paling ramai di Roma kuno adalah Bukit Palatine. “Kaisar Romawi memastikan mereka memiliki tempat tinggal terbaik di daerah itu,” tulis Stephen J. Schuyler di laman Grunge.
Menurut Britannica, Bukit Palatine adalah pusat sejarah kota Roma. Ini adalah situs legendaris tempat pendiri Roma, Romulus dan Remus, disusui sebagai yatim piatu oleh serigala betina.
Warga terkemuka Romawi pun membangun rumahnya di Palatine. Bahkan selama sebagian besar periode kekaisaran, Bukit Palatine menjadi tempat tinggal tetap kekaisaran. Ini berlangsung sampai Kaisar Contantinus memindahkan ibu kota dan rumah tangga kekaisaran ke Konstantinopel.
Seperti yang dijelaskan “Roma”, Augustus membangun istananya di Palatine yang diperluas secara besar-besaran oleh penggantinya Tiberius. Pada masa Kaisar Domitian (memerintah tahun 81 hingga 96 M), seluruh bukit telah tertutup, secara efektif memisahkan kaisar dan rumah tangganya dari penduduk lainnya.
Toga yang dikenakan kaisar berwarna ungu.
Tradisi ini mungkin dimulai sebelum kekaisaran dimulai ketika, menurut “Dictator: The Evolution of the Roman Dictatorship,” Julius Caesar mulai mengenakan toga ungu solid. Kebiasaan ini mungkin diciptakan oleh Caesar sendiri atau meniru gaya raja-raja Etruria kuno.
Terlepas dari itu, ungu menunjukkan kekayaan dan kekuatan. Pasalnya, butuh proses panjang dan membosankan untuk menghasilkan warna ungu. Siput laut dikumpulkan dan direbus selama berhari-hari dalam tong timah. Baunya sangat mengganggu.
Karena Julius Caesar, kaisar berikutnya mengadopsi warna ungu sebagai tanda kekuasaan dan keagungan mereka.
Toga digunakan untuk menentukan peringkat sepanjang sejarah awal Roma dengan warna dan pola yang menentukan kelas sosial. Menurut Brittanica, toga awalnya dikenakan oleh para wanita dan kalangan kelas bawah. Namun akhirnya menjadi pakaian aristokrat yang dikenakan oleh pejabat dan kaisar. Pada saat itu, toga menjadi sangat rumit dengan jumlah lipatan yang sangat banyak. Maka para budak digunakan untuk membantu mendandani tuan mereka.
Kaisar Romawi mengonsumsi makanan mahal dan berkualitas
Jamuan mewah ala Romawi mungkin sangat berbeda dengan masa kini. Ahli kuliner Romawi Marcus Gavius Apicius mengilustrasikan apa saja yang dikonsumsi para bangsawan Romawi, termasuk kaisar.
Dalam perjamuan, mereka mengonsumsi sosis otak, daging merak, rahim babi, dan dormouse (sejenis binatang pengerat).
Apicius sendiri dengan senang hati melayani putra-putra Kaisar Tiberius dengan burung bulbul panggang yang diolesi madu dan diisi dengan plum.
Kaisar Romawi menyaksikan hiburan berdarah
Hiburan maut sangat digemari oleh semua kalangan di zaman Romawi kuno, termasuk kaisar. Di akhir Republik Romawi, politisi yang ambisius mengadakan permainan, baik balap kereta, pertarungan gladiator, atau perburuan hewan. Ini jadi cara untuk mendapatkan prestise dan kekuasaan.
Jadi, setelah jatuhnya Republik, kaisar diharapkan memberikan banyak hiburan dalam bentuk permainan. Selain jadi ajang pamer kekayaan, penyelenggaraan hiburan juga bertujuan untuk menarik hati rakyat.
Kaisar diharapkan untuk menghadiri acara-acara dan dapat memberikan belas kasihan atau kematian kepada seorang gladiator yang kalah.
Biasanya, penonton akan berteriak “mitte!” (“lepaskan dia”) atau “Iugula!” (“eksekusi dia”). Kaisar sering terpengaruh oleh massa di tempat yang mungkin merupakan institusi demokrasi terakhir yang tersisa dari Romawi.
Meski punya kekuasaan dan kekayaan, kaisar Romawi jarang memiliki waktu senggang
Kaisar Romawi, seperti kepala negara lainnya, adalah orang-orang sibuk. Sehingga mendapatkan waktu menyendiri menjadi suatu kemewahan.
Setiap kaisar memiliki rombongan yang selalu melayaninya. Contohnya ketika Kaisar Hadrian melakukan perjalanan ke seluruh kekaisaran dia membawa 5.000 orang bersamanya. Itu termasuk keluarga, pejabat pengadilan, penjaga, budak, berbagai pelayan, dan sarjana.
Didewakan baik saat masih hidup atau sesudah meninggal
Kultus kaisar yang didewakan ini berkembang bahkan sebelum Augustus yang mendesak paman buyutnya Julius Caesar untuk didewakan. Di masa itu, penyembahan kaisar sebagai dewa jadi cara untuk menciptakan kepercayaan pemersatu di seluruh kekaisaran.
Biasanya kaisar disembah sebagai dewa setelah kematiannya. Menyembah orang yang masih hidup sebagai dewa dianggap tidak dapat diterima di beberapa provinsi Romawi.
“Namun beberapa kaisar tidak bisa menunggu sampai mati untuk menjadi dewa,” tambah Schuyler. Misalnya, Caligula melanggar kebiasaan dengan memproklamasikan keilahiannya.
Sejarawan Romawi Suetonius menulis, “Caligula memerintahkan semua patung dewa untuk dibawa dari Yunani. Supaya ia dapat melepas kepalanya dan menggantinya dengan kepala patungnya sendiri.”
Lalu ada Commodus, putra Kaisar Marcus Aurelius, yang menyatakan dirinya dilahirkan kembali sebagai Hercules.
Saling tidak percaya dalam keluarga
Seorang kaisar Romawi tidak menikmati kehidupan berkeluarga seperti orang normal lainnya
“Evil Roman Emperors” mengungkapkan pembunuhan keluarga oleh kaisar Caracalla. “Tampak jelas jika ia tidak terlalu mementingkan ikatan keluarga,” ujar Schuyler.
Caracalla berada dalam perebutan kekuasaan dengan rekan-kaisar dan saudara laki-lakinya Geta. Setelah beberapa percobaan pembunuhan, Geta tewas terbunuh saat berada di pelukan sang ibu.
Baca Juga: Bagaimana Julius Caesar Mengubah Romawi dan Memengaruhi Dunia Modern?
Baca Juga: Napak Tilas Jejak sang Diktator Romawi Julius Caesar di Kota Abadi
Baca Juga: Gara-gara Cuaca Buruk, Julius Caesar dan Romawi Gagal Kuasai Britania
Sejumlah kaisar Romawi memandang keluarga mereka sebagai ancaman mematikan. Hubungan keluarga disfungsional lainnya adalah antara kaisar Nero dan ibunya Agrippina Muda.
Pada awal pemerintahan Nero, Agrippina berusaha mengonsolidasikan kekuasaan untuk dirinya sendiri. Hal ini menimbulkan konfrontasi dengan Nero saat dia dewasa di mana dia memaksanya untuk pensiun. Tidak berhasil, maka Nero pun melakukan beberapa percobaan pembunuhan pada ibunya.
Sebagai kaisar Romawi, seseorang bisa melakukan hal yang dianggap tabu
Beberapa kaisar Romawi terkenal karena mengabaikan tabu budaya. Contoh utamanya adalah Kaisar Caligula. “The Origins and Role of Same Sex Relations in Human Societies” berkomentar bahwa Caligula terlibat dalam aktivitas homoseksual.
Kaisar Claudius menikahi keponakannya Agrippina Muda. Kemudian penerus Claudius, Nero (putra Agrippina), juga dianggap bejat secara seksual.
Menurut sejarawan Romawi Suetonius, “Nero begitu melacurkan kesuciannya sendiri dengan merancang permainan untuk memuaskan nafsu gilanya.”
Itu keseharian seorang kaisar Romawi, sebagian mungkin masih dialami oleh para pemimpin di zaman modern.