Menyingkap Pola Aktivitas Harian Satwa Liar Tropis di Seluruh Dunia

By Utomo Priyambodo, Jumat, 2 Desember 2022 | 14:00 WIB
Kamera jebakan menangkap gambar aktivitas monyet liar di wilayah tropis. (Lydia Beaudrot/Conservation International)

Nationalgeographic.co.id—Banyak hewan endemik yang hidup di daerah tropis. Namun, daerah tropis bumi ini luas, mencakup banyak negara, termasuk Indonesia.

Setiap hewan memiliki karakteristik dan perilaku yang berbeda tergantung jenis mereka dan lingkungan mereka. Tapi bagaimana hewan-hewan liar yang hidup di wilayah tropis?

Sebuah studi baru mencoba mengungkap bagimana para satwa liar di daerah tropis menggunakan waktu mereka setiap harinya. Studi ini digarap oleh tim peneliti internasional yang mencakup ahli biologi Lydia Beaudrot dari Rice University dan dipimpin oleh Andrea Vallejo-Vargas, seorang mahasiswa pascasarjana di Norwegian University of Life Sciences dan saat ini menjadi peneliti tamu di Rice.

Tim peneliti dalam studi ini terdiri atas puluhan peneliti dari berbagai negara. Salah satunya adalah Douglas Sheil, peneliti dari Center for International Forestry Research (CIFOR) Indonesia.

Melalui studi ini, mereka menemukan bahwa komunitas mamalia di seluruh daerah tropis basah membagi hari dengan cara yang sama. Semua umumnya diarahkan untuk menemukan makanan mereka berikutnya, atau menghindari menjadi makanan berikutnya.

Dengan menggunakan jutaan gambar dari jaringan kamera jebak di 16 hutan lindung di seluruh dunia, mereka meneliti hubungan aktivitas para satwa mamalia dengan ukuran tubuh dan rutinitas makan untuk menemukan karakteristik umum di antara beragam populasi.

Laporan studi mereka ini telah terbit di jurnal Nature Communications pada 19 November 2022. Makalah studi mereka menegaskan bahwa terlepas dari keragamannya, pola serupa mendominasi hari-hari satwa liar di Afrika, Asia, dan Amerika.

Studi tersebut menunjukkan bahwa aktivitas herbivora dan insektivora sebagian besar dipengaruhi oleh suhu di lingkungan. Dalam bahasa studi, ini disebut sebagai "batasan termoregulasi". Misalnya, para herbivora Afrika yang berukuran besar tujuh kali lebih mungkin aktif di malam hari daripada para herbivora yang lebih kecil, dan ini terkait dengan ketahanan tubuh mereka terhadap dinginnya udara malam.

Kamera jebakan menangkap gambar aktivitas gajah liar di wilayah tropis. (Lydia Beaudrot/Conservation International)

Para peneliti juga menemukan bahwa interaksi antara para predator dan para mangsa ternyata didominasi oleh waktu. Mereka menemukan bahwa aktivitas "top-down" yang mendominasi hari-hari para mangsa secara alami berfokus pada upaya untuk tidak dimakan. Para mangsa menghindari paparan saat predator kemungkinan besar sedang berburu.

Dalam hal ini, ukuran juga sangat penting. Sebagai contoh, karnivora kecil mengubah aktivitasnya untuk mengurangi pertemuan dengan karnivora besar.

Sebaliknya, strategi "bottom-up" memengaruhi cara para pemangsa menyesuaikan aktivitas mereka untuk memaksimalkan pertemuan dengan mangsa.

"Seperti yang Anda pikirkan tentang rantai makanan, top-down mengacu pada bagaimana tingkat trofik yang lebih tinggi --yaitu para predator-- mempengaruhi para mangsanya, sedangkan bottom-up mengacu pada bagaimana tingkat trofik yang lebih rendah --sumber makanan termasuk tumbuhan dan serangga-- mempengaruhi hewan yang memakannya," jelas Beaudrot, asisten profesor biosains di Rice University.

Baca Juga: Populasi Satwa Liar Dunia Anjlok 69% dalam Rentang Tahun 1970 dan 2018

Baca Juga: Dunia Hewan: Serangga Tropis Sangat Sensitif Terhadap Perubahan Iklim

Baca Juga: Dunia Hewan: Tak Semua Satwa Liar Pulih selama Kuncitara COVID-19 

"Makalah ini adalah contoh utama tentang betapa pentingnya memiliki pengumpulan data standar yang direplikasi pada luasan spasial yang luas," kata Beudrot seperti dikutip dari laman resmi Rice University.

"Dengan menganalisis data yang dikumpulkan dengan cara yang sama di taman-taman nasional di seluruh daerah tropis, kami dapat mengidentifikasi kesamaan dalam aktivitas perilaku yang sebelumnya tidak dapat diukur.”

Beaudrot memberikan umpan balik selama pengembangan proyek penelitian dan manuskrip ini. Dia menyarankan tim untuk bekerja dengan data jebakan kamera secara spesifik berdasarkan pengalamannya.

Dia mengatakan semua kamera ditempatkan dengan baik di dalam berbagai taman nasional dan dipasang dengan cara terbaik untuk menilai satwa liar tropis dengan dampak manusia paling sedikit. "Tidak ada kawasan lindung yang bebas dari pengaruh manusia, tetapi kawasan-kawasan itu memberi kita peluang terbesar untuk mengukur kesamaan satwa liar antarkawasan," ujar Beaudrot.

Dia mencatat bahwa meskipun spesies di berbagai daerah telah berevolusi dalam isolasi satu sama lain, penelitian tersebut memberikan bukti kuat bahwa kondisi lingkungan yang serupa di hutan hujan di seluruh dunia menghasilkan pola aktivitas yang konsisten di antara satwa liar.

"Ini menunjukkan bahwa telah terjadi konvergensi dalam perilaku hewan dalam menanggapi lingkungan hutan hujan," simpul Beaudrot.