Pemungutan Suara dalam Pemilu di Zaman Yunani Kuno dan Romawi Kuno

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 3 Desember 2022 | 11:00 WIB
Pemungutan suara untuk memilih pemimpin rupanya sudah dilakukan sejak dulu, misalnya di era Yunani kuno dan Romawi kuno. Seperti apa pelaksanaannya? (Philipp Foltz)

Nationalgeographic.co.id - Pemungutan suara untuk memilih pemimpin rupanya sudah dilakukan sejak dulu, misalnya di era Yunani kuno dan Romawi kuno. Saat ini, berbagai metode dan teknologi pemungutan suara dalam pemilu diterapkan. Namun pernahkah Anda membayangkan bagaimana masyarakat melakukan pemungutan suara dalam pemilu di zaman Yunani kuno dan Romawi kuno?

Baik di Athena maupun Roma, partisipasi dalam proses demokrasi (kata Yunani dēmokratia berarti kekuatan rakyat) terbatas pada demos, warga negara biasa dan laki-laki. Wanita dan budak tidak memiliki suara di masa itu.

Perwakilan dipilih dengan mesin pengacak

Untuk memutuskan siapa yang akan bertugas di Dewan 500, sebuah badan pemerintahan utama Athena, orang Athena menggunakan sistem yang dikenal sebagai penyortiran. Ada 10 suku di Athena dan masing-masing suku bertanggung jawab untuk menyediakan 50 warga. “Warga yang terpilih bertugas selama satu tahun di Dewan 500,” tulis Eric Robinson, profesor Universitas Indiana.

Setiap warga negara yang memenuhi syarat diberi semacam koin yang dipersonalisasi. Koin itu dimasukkan ke dalam mesin khusus yang disebut kleroterion. Mesin itu kemudian secara acak memilih kontribusi setiap suku ke dewan.

“Agar demokrasi memberikan kekuatan penuh kepada rakyat untuk menjalankan berbagai hal, seorang wakil harus memilih orang secara acak. Jadi bukan hanya orang kaya saja yang memiliki kesempatan,” Robinson menambahkan.

Pertemuan Majelis untuk mengisi beberapa posisi penting di Yunani kuno

Di Athena, semua hukum dan kasus pengadilan diputuskan oleh Majelis (ekklēsia), sebuah badan demokrasi besar di mana setiap warga negara laki-laki memiliki suara. Dari 30.000 hingga 60.000 warga Athena, kira-kira 6.000 secara teratur menghadiri dan berpartisipasi dalam pertemuan Majelis.

Majelis tersebut bertemu di amfiteater puncak bukit alami yang disebut Pnyx. Amfiteater itu dapat menampung antara 6.000 dan 13.000 orang.

“Orang Yunani tidak mengadakan pemilu seperti di zaman modern, di mana memilih dengan surat suara,” kata Del Dickson, profesor ilmu politik di Universitas San Diego.

Baca Juga: Simposium, Pesta Minum Jadi Ritual Penting Bagi Orang Yunani Kuno

Baca Juga: Apa Perbedaan antara Kehidupan Romawi Kuno dengan Yunani Kuno?

Di Yunani, pemilih harus hadir secara fisik. Di situlah asal kata republik (res publica adalah bahasa Latin untuk tempat umum). Anda pergi dan berkumpul dengan warga negara lain. Kemudian memutuskan masalah di hadapan Majelis hari itu.

Pemungutan suara dilakukan dengan mengangkat tangan dan pemenang ditentukan oleh sembilan “presiden” (proedroi). Orang Athena sangat berhati-hati untuk menghindari kemungkinan penipuan sistem.

Sembilan penghitung suara dipilih secara acak di pagi hari tepat sebelum Majelis bertemu. “Jadi akan sangat sulit untuk menyuap mereka,” kata Robinson.

Ada beberapa posisi di Athena yang dipilih oleh Majelis. Yang paling menonjol adalah jenderal militer. Setiap tahun, 10 jenderal dipilih dengan suara jempol ke atas atau jempol ke bawah oleh Majelis penuh.

Batu digunakan sebagai surat suara rahasia di Yunani kuno

Selain mengesahkan undang-undang, Majelis menjatuhkan putusan di semua pengadilan pidana dan perdata di Athena. Juri Athena terdiri dari 200 hingga 5.000 orang, menurut Dickson.

Pemungutan suara umumnya dilakukan di depan umum. Namun, juri di Athena menggunakan surat suara rahasia untuk memberikan suara. Surat suara itu berbentuk batu.

Di Athena, surat suara rahasia yang berbentuk batu digunakan untuk menentukan pilihan. (Ancient Agora Museum)

Setiap juri diberi dua batu kecil, satu padat dan satu lagi berlubang di tengah. Ketika tiba waktunya untuk memilih, juri akan mendekati dua guci. Dia akan menjatuhkan batu dengan vonis sebenarnya di guci pertama. Lalu melemparkan batu yang tidak terpakai di guci kedua. Selain orang yang bersangkutan, tidak ada yang mengetahui pilihan juri itu.

Pemungutan suara unik di Sparta

Di Yunani kuno, setiap negara-kota mempraktikkan bentuk pemungutan suara dan pemilihannya sendiri.

Salah satu contohnya adalah Sparta. Meski tidak sepenuhnya demokrasi, Sparta memasukkan beberapa elemen demokrasi. Salah satu badan penguasa tertinggi Sparta adalah Dewan Tetua (gerousia), yang terdiri dari dua raja Sparta dan 28 pejabat terpilih. Semua anggotanya berusia di atas 60 tahun dan akan memegang jabatan seumur hidup.

“Untuk mengisi kursi kosong, orang Sparta mengadakan gaya pemilihan yang aneh yaitu dengan berteriak,” jelas Robinson.

Baca Juga: Perpeloncoan dan Kekerasan Jadi Bagian dalam Pendidikan Anak Sparta

Baca Juga: Hanya di Romawi Kuno, Orang Ingin Bunuh Diri Harus Izin ke Senat

Setiap kandidat akan bergiliran berjalan ke ruang pertemuan yang besar dan orang-orang akan berteriak dan bersorak untuk menyetujuinya. Di ruangan lain, tersembunyi dari pandangan, juri akan membandingkan volume teriakan untuk memilih pemenang.

Pemungutan suara khusus untuk pengucilan dan pengasingan di Athena

Di Athena, jika seorang figur publik dipermalukan atau menjadi terlalu populer sehingga membahayakan demokrasi, ia dapat diasingkan. Pengasingan atau pengucilan ini bisa berlangsung selama 10 tahun melalui pemilihan khusus.

Dalam pemilihan pengasingan, setiap wakil akan diberikan sepotong kecil tembikar dan diminta mencoret nama seseorang yang pantas diasingkan.

“Jika setidaknya 6.000 orang menuliskan nama yang sama, orang dengan suara terbanyak akan dikeluarkan dari Athena selama 10 tahun,” kata Dickson.

Salah satu contoh terkenal adalah Themistokles, seorang pahlawan militer Athena dari Pertempuran Salamis melawan Persia. Ia diasingkan pada tahun 472 Sebelum Masehi dan meninggal di pengasingan. Ada bukti bahwa musuh politik Themistokles mengukir namanya di ratusan atau ribuan pecahan tembikar. Kemudian musuhnya itu membagikannya kepada anggota Majelis yang buta huruf.

Pemilihan umum di Romawi kuno yang memberikan hak istimewa kepada orang kaya

Republik Romawi mengaplikasikan beberapa prinsip demokrasi Athena. Bedanya, bangsa Romawi membagi pemilih berdasarkan kelas dan menciptakan sistem yang menguntungkan orang kaya.

Alih-alih memberikan suara dalam satu Majelis raksasa seperti Athena, orang Romawi memiliki tiga majelis. Yang pertama disebut Majelis Centuriate yang memilih jabatan tertinggi di Romawi. Jabatan itu termasuk Konsul, Praetor, dan Sensor. Majelis Centuriate juga bertanggung jawab untuk menyatakan perang.

Pemungutan suara di Centuriate Assembly dimulai dengan kelas terkaya dan penghitungan suara dihentikan segera setelah mayoritas dari 193 anggota badan tercapai. Jika semua orang kaya ingin rancangan undang-undang disahkan, atau Konsul tertentu dipilih, mereka dapat memilih sebagai blok dan mengesampingkan kelas bawah.

Di dua majelis Romawi lainnya, Majelis Suku dan Dewan Plebeian, urutan pemungutan suara ditentukan dengan membuang undi. "Suku" di Athena dan Roma tidak didasarkan pada darah atau etnis, tetapi pada wilayah geografis. Dengan cara itu, Majelis Suku berfungsi dengan cara yang sama seperti Senat Amerika Serikat. Setiap wilayah memiliki perwakilan yang setara.

Pemungutan suara dan kampanye rahasia di Republik Romawi

Beberapa aspek pemilu di Republik Romawi masih ada hingga kini. Di Athena, setiap anggota majelis mengangkat tangan dan memberikan suara secara terbuka. Sedangkan di Romawi terjadi perubahan seiring dengan berjalannya waktu. Sponsor kaya menekan anggota majelis Romawi untuk memilih dengan cara tertentu, sehingga pemungutan suara harus dilakukan secara rahasia.

Pada tahun 139 Sebelum Masehi, Romawi memperkenalkan jenis pemungutan suara rahasia yang baru. “Itu adalah tablet kayu dengan selembar lilin di bagian luarnya,” kata Robinson.

Baca Juga: Hak Ayah Menjual Anak dan Tiga Fakta Aneh Lainnya di Zaman Romawi

Baca Juga: Seperti Arisan, Orang Yunani Mengundi Pejabat: Bisakah untuk Pemilu ?

Anda akan menulis suara di atas kertas lilin dan kemudian memasukkan seluruh tablet ke dalam kotak suara. Para aristokrasi sangat peduli dengan hal ini, karena mereka kehilangan sebagian kendali mereka.

Selain itu, iklan-iklan dan kampanye bukanlah hal baru. Ini telah dilakukan sejak zaman Romawi kuno.

Para arkeolog menemukan ratusan contoh iklan kampanye kuno dan grafiti politik yang dicoretkan di dinding Pompeii.

Mengenai kampanye resmi, Dickson mengatakan bahwa pencari jabatan Romawi dibatasi pada musim kampanye satu atau dua minggu. Sebagian besar kampanye dilakukan secara langsung di lapangan umum.

Warisan pemungutan suara dari zaman Romawi masih kita rasakan hingga kini, seperti kampanye dan surat suara rahasia.