Butuh 54 Tahun bagi Shizo Kanakuri Selesaikan Maraton di Olimpiade

By Sysilia Tanhati, Minggu, 4 Desember 2022 | 08:00 WIB
Shizo Kanakuri mencetak rekor dunia untuk lari maraton. Namun mengapa butuh 54 tahun baginya untuk selesaikan maraton di Olimpiade Swedia? (Asahi Shinbun)

Nationalgeographic.co.id - Shizo Kanakuri bukanlah pelari yang lamban. Bahkan, ia dikabarkan mencetak rekor dunia dengan menyelesaikan lari maraton 40 km dalam waktu 2 jam, 32 menit, dan 45 detik. Rekor itu yang membuatnya memenuhi syarat untuk mewakili Jepang di Olimpiade Stockholm 1912. Namun di hari pertandingan, ia gagal mencapai garis finish. Butuh 54 tahun bagi Shizo Kanakuri untuk menyelesaikan maraton itu. Waktu yang sangat panjang bagi seorang pencetak rekor dunia, bahkan bagi mereka yang lamban. Apa sebabnya?

Usaha keras untuk membiayai perjalanan ke Olimpiade Stockholm

Shizo Kanakuri adalah satu dari hanya dua atlet Jepang yang berkompetisi di Olimpiade Stockholm. Olahraga tidak terlalu dihargai di Jepang pada saat itu. Pemerintah tidak menanggung biaya perjalanan atletik. Akibatnya, sesama mahasiswa Kanakuri mengorganisir penggalangan dana nasional. “Mereka berhasil mengumpulkan 1.500 yen, sementara kakak tertua Kanakuri menyumbangkan 300 yen,” tulis Kaushik Patowary di laman Amusing Planet.

Perjalanan ke Swedia memakan waktu 18 hari, dengan kapal dan kereta api Trans-Siberia. Di stasiun, setiap kali kereta berhenti, Kanakuri akan melompat untuk berolahraga cepat sebelum segera naik kembali.

Sesampainya ia di Swedia, Kanakuri harus mencicipi masakan lokal yang tidak sesuai dengan perutnya. Lebih buruk lagi, pelatih Kanakuri terpaksa harus terjebak di tempat tidurnya karena tuberkulosis. Karena itu, sang pelatih tidak bisa memberikan pelatihan pra-perlombaan yang cukup. Ini termasuk latihan bagi Kanakuri.

Pada hari perlombaan, para peserta berlari di tengah cuaca panas terik. Dari 68 peserta, hanya 34 yang berhasil mencapai garis finis. Seorang pelari dari Portugal dirawat di rumah sakit dan meninggal keesokan harinya. “Ini menjadi kematian pertama yang dilaporkan selama Olimpiade,” tambah Patowary.

Lalu bagaimana dengan Kanakuri dan segala keterbatasannya sejak awal? Kanakuri hanya memiliki sepatu lari tipis yang tidak memadai untuk medan berkerikil. Sekitar setengah jalan setelah pertandingan berlangsung, karena kepanasan, dia berhenti di sebuah rumah.

Kanakuri yang kelelahan meminta segelas air kepada penduduk. Keluarga itu memberinya jus rasberi, buah-buahan, dan roti gulung kayu manis. Keluarga itu bahkan memberinya sofa untuk beristirahat.

Kanakuri berbaring tetapi ia berusaha untuk tidak tertidur. Namun atlet Jepang itu tidak bisa menahan kantuk dan baru terbangun keesokan harinya.

Dengan segala kerja keras agar bisa bertanding, Kanakuri sangat kecewa dan malu atas perbuatannya.

Kecewa dan malu

Kanakuri yang patah hati menulis di jurnalnya demikian, “Ini adalah pagi hari setelah kekalahan saya. Hati saya sakit dengan penyesalan selama sisa hidup saya. Itu adalah hari terpenting dalam hidupku. Namun kegagalan mengajarkan kesuksesan. Saya hanya bisa menunggu hari dengan cuaca cerah setelah hujan agar saya bisa membersihkan rasa malu saya. Jika orang ingin tertawa, tertawalah. Saya menunjukkan kurangnya kekuatan fisik yang dimiliki orang Jepang dan keterampilan mereka yang belum matang. Saya tidak dapat memenuhi beban ini tetapi mati itu mudah dan hidup itu sulit. Untuk menghilangkan rasa malu ini, saya akan bekerja dengan segenap kekuatan saya untuk mengasah keterampilan maraton. Dan meningkatkan kebanggaan negara kita.”