Ia menulisnya dalam artikel berjudul Environment Education And Sustainability In Schools yang diterbitkan pada tahun 14 Februari 2017. Program ini menjadi upaya membangun gaya hidup berkelanjutan bagi kehidupan sehari-hari.
Tujuan dari proses ini adalah untuk meningkatkan kesadaran untuk mendaur ulang limbah. Para guru melakukan propaganda dengan menekankan betapa pentingnya untuk menciptakan proses yang sesuai guna mengurangi limbah atau sampah.
Hal yang dapat dilakukan dengan "mengingatkan anak-anak dengan memilah sampah untuk dibuang ke tempat sampah yang sesuai: kertas, karton, organik, campuran, dan lain-lain," lanjutnya.
Tentunya tidak mudah membangun konsistensi di antara para siswa untuk terus melakukan proses pemilahan sampah dan daur ulang. Maka dari itu, sekolah membuat sebuah komitmen dengan siswa dan seluruh penggiat pendidikan di Kuopio Steiner School Virkkula.
Komitmen itu berisi: "penggunaan bahan secara bijak dan tidak menimbulkan sampah lebih banyak; tidak membuang sampah sembarangan; bersemangat mendaur ulang sampah dengan baik; menggunakan kertas secara hemat; mengurangi sampah kemasan makanan atau minuman; dan tidak menyisakan makanan yang terbuang."
Tidak main-main, komitmen ini dikaitkan dengan tindakan tegas sekolah, termasuk memperingati siswa yang melanggar komitmen. Bisa jadi, sekolah menendang siswa mereka yang tidak menaati kesepakatan yang telah dibuat bersama.
Baca Juga: Kurikulum Pendidikan Lingkungan Hidup Mencetak Generasi Peduli Lingkungan
Baca Juga: Mantan Kepala Taman Nasional: Konservasi Harus Masuk Kurikulum Sekolah
Baca Juga: Pendidikan Humanis Pasca-Pandemi: Memahami Coret Keluh Siswa
Baca Juga: Selama Pandemi 48 Negara Pakai Aplikasi Pendidikan yang Tak Aman
Secara keseluruhan, jumlah sampah campuran menurun signifikan sebesar 85%. Berdasarkan angket siswa, sikap mereka berubah ke arah sikap yang lebih sadar dan ekonomis terhadap penggunaan dan pengelolaan sampah atau bahan limbah.
Keberhasilan yang dicapai sekolah Kuopio Steiner School Virkkula tidak mudah. Proses ini membutuhkan kolaborasi aktif antara pihak kebersihan sekolah, katering sekolah, perusahaan sampah kota, orang tua siswa, masyarakat dan lainnya.
Guru juga memegang peranan penting. Sekeras mungkin, elemen sekolah dan guru melakukan pembiasaan sekaligus propaganda yang mendorong sikap "malu" jika membuang sampah sembarangan atau menggunakan bahan limbah berlebihan.
Program Grön Flagg atau bendera hijau bukan hanya tindakan sesaat, melainkan proses berkelanjutan yang menjadi komitmen sekolah. Anak sekolah secara aktif berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan tindakan, sehingga tertanam kesadaran yang tinggi tentang lingkungannya.