Sepanjang 2021 Sebagian Besar Wilayah Dunia Lebih Kering dari Biasanya

By Utomo Priyambodo, Rabu, 7 Desember 2022 | 07:00 WIB
Kekeringan. (iphotothailand/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id—Baru-baru ini Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menerbitkan laporan State of Global Water Resources pertamanya untuk menilai dampak perubahan iklim, lingkungan, dan masyarakat terhadap sumber daya air Bumi. Tujuan inventarisasi tahunan ini adalah untuk mendukung pemantauan dan pengelolaan sumber daya air tawar global di era permintaan yang terus meningkat dan pasokan yang terbatas.

Laporan tersebut memberikan ikhtisar kondisi aliran sungai, serta banjir besar dan kekeringan. Laporan ini memberikan wawasan tentang sejumpal hotspot untuk perubahan penyimpanan air tawar dan menyoroti peran penting dan kerentanan kriosfer (salju dan es).

Laporan tersebut menunjukkan betapa luas wilayah dunia yang tercatat lebih kering dari kondisi normal sepanjang tahun 2021. Tahun lalu adalah tahun di mana pola curah hujan dipengaruhi oleh perubahan iklim dan peristiwa La Niña. Luas area dengan aliran sungai di bawah rata-rata kira-kira dua kali lebih besar dari area yang aliran sungainya di atas rata-rata, jika dibandingkan dengan rata-rata hidrologi selama 30 tahun.

“Dampak perubahan iklim sering dirasakan melalui air —kekeringan yang lebih intens dan lebih sering, banjir yang lebih ekstrem, curah hujan musiman yang tidak menentu, dan percepatan pencairan gletser— dengan efek berjenjang pada ekonomi, ekosistem, dan semua aspek kehidupan kita sehari-hari. Namun, pemahaman yang kurang adalah tentang perubahan distribusi, kuantitas, dan kualitas sumber daya air tawar,” kata Sekretaris Jenderal WMO Profesor Petteri Taalas.

"Laporan State of Global Water Resources ini bertujuan untuk mengisi kesenjangan pengetahuan itu dan memberikan gambaran singkat tentang ketersediaan air di berbagai belahan dunia. Ini akan menginformasikan investasi adaptasi dan mitigasi iklim serta kampanye Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menyediakan akses universal di lima tahun ke depan untuk peringatan dini bahaya seperti banjir dan kekeringan,” kata Taalas, seperti dikutip dari keterangan WMO.

Baca Juga: Kenaikan Air Laut Pesisir Jawa Lebih Tinggi daripada Rata-Rata Global

Baca Juga: Mengapa Sebagian Besar Komponen Penyusun Tubuh Manusia adalah Air?

Baca Juga: Tidak Harus Berpatok 8 Gelas Sehari, Kebutuhan Air Kita Beda-beda 

Saat ini, 3,6 miliar orang menghadapi akses air yang tidak memadai setidaknya sebulan per tahun dan diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 5 miliar orang pada tahun 2050. Antara tahun 2001 dan 2018, UN-Water melaporkan bahwa 74% dari semua bencana alam terkait dengan air.

onferensi perubahan iklim PBB baru-baru ini, COP27, telah mendesak pemerintah-pemerintah untuk lebih mengintegrasikan air ke dalam upaya adaptasi. Ini pertama kalinya air dirujuk dalam dokumen hasil COP, menunjukkan pengakuan atas pentingnya air.

Edisi pertama laporan ini melihat aliran sungai, volume air yang mengalir melalui saluran sungai pada waktu tertentu. Laporan ini juga menilai penyimpanan air terestrial, yakni semua air di permukaan tanah dan di bawah permukaan serta kriosfer (air beku).

Sebagian besar informasi dan peta yang menyertai laporan ini didasarkan pada data yang dimodelkan (untuk mencapai cakupan geografis maksimum) dan informasi penginderaan jarak jauh dari misi GRACE (Gravity Recovery and Climate Experiment) NASA untuk penyimpanan air terestrial. Hasil yang dimodelkan kemudian divalidasi terhadap data yang diamati, jika tersedia.

Laporan tersebut menyoroti kurangnya data hidrologi terverifikasi yang dapat diakses. Kebijakan Data Terpadu WMO berupaya mempercepat ketersediaan dan pembagian data hidrologi, termasuk informasi debit sungai dan cekungan sungai lintas batas.

Laporan ini mencatatn bahwa area dunia yang luas sepanjang tahun 2021 lebih kering dari kondisi normal, jika dibandingkan dengan rata-rata periode dasar hidrologi 30 tahun.

Area-area yang lebih kering ini termasuk daerah Rio de la Plata Amerika Selatan, di mana kekeringan yang terus-menerus telah mempengaruhi wilayah tersebut sejak 2019. Lalu ada juga daerah Amazon Selatan dan Tenggara, dan cekungan di Amerika Utara termasuk cekungan Sungai Colorado, Missouri dan Mississippi.

Di Afrika, sungai-sungai seperti Niger, Volta, Nil, dan Kongo memiliki debit yang lebih rendah dari normal pada tahun 2021. Demikian pula, sungai-sungai di sebagian Rusia, Siberia Barat, dan di Asia Tengah memiliki debit yang lebih rendah dari rata-rata pada tahun 2021.

Ada debit sungai di atas normal di beberapa lembah Amerika Utara, Amazon Utara dan Afrika Selatan (Zambezi dan Orange), serta Tiongkok (lembah Amur) dan India utara.

Lalu ada pula kira-kira sepertiga dari area yang dianalisis sejalan dengan rata-rata 30 tahun.

Laporan ini juga mencatat peristiwa-peristiwa banjir signifikan akibat curahan hujan tinggi yang menimbulkan banyak korban. Peristiwa-peristiwa tersebut dilaporkan antara lain terjadi di Tiongkok (provinsi Henan), India utara, Eropa barat, dan negara-negara yang terkena dampak siklon tropis, seperti Mozambik, Filipina, dan Indonesia.

Sebaliknya, Etiopia, Kenya dan Somalia telah menghadapi beberapa tahun berturut-turut dengan curah hujan di bawah rata-rata yang menyebabkan kekeringan regional.

Penyimpanan air terestrial

Penyimpanan air terestrial adalah semua air di permukaan tanah dan di bawah permukaan. Pada tahun 2021, penyimpanan air terestrial dunia diklasifikasikan sebagai di bawah normal (dibandingkan dengan rata-rata yang dihitung dari tahun 2002–2020) di West Coast Amerika Serikat, di bagian tengah Amerika Selatan dan Patagonia, Afrika Utara dan Madagaskar, Asia Tengah dan Tengah Timur, Pakistan, dan India Utara.

Sebaliknya, penyimpanan air terestrial atas normal hanya terjadi di bagian tengah Afrika, bagian utara Amerika Selatan, khususnya lembah Amazon, dan bagian utara Tiongkok.

Dalam jangka panjang, laporan tersebut menunjukkan beberapa hotspot dengan tren negatif dalam penyimpanan air terestrial. Area-area yang dimaksud termasuk cekungan Rio São Francisco Brasil, Patagonia, hulu Gangga dan Indus, serta AS barat daya.

Sebaliknya, Great Lakes Region memperlihatkan anomali positif, seperti halnya cekungan Niger, East African Rift, dan cekungan Amazon Utara.

Secara keseluruhan, tren negatif lebih kuat daripada tren positif. Beberapa area diperburuk oleh pengambilan air tanah yang berlebihan untuk irigasi. Mencairnya salju dan es juga berdampak signifikan di beberapa wilayah antara lain Alaska, Patagonia, dan Himalaya.