Selain Seks, Kama Sutra Memberi Filosofi Pedoman Hidup Penganutnya

By Galih Pranata, Senin, 12 Desember 2022 | 15:00 WIB
Pahatan erotis yang menggambarkan adegan dalam kitab Kama Sutra, sebuah pedoman di India Kuno sejak abad ke-4. (Wikimedia Commons)

Penting untuk dicatat bahwa pengejaran keuntungan materi harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip Dharma karena jika berlebihan akan menyebabkan ekses yang tidak diinginkan dan merusak.

Kama dalam bahasa Sansekerta berarti "cinta", "keinginan", dan "kesenangan" dan kenikmatan estetika hidup dengan atau tanpa konotasi seksual. Pengejaran Kama sebagai “cinta” tidak boleh melanggar prinsip Dharma (tanggung jawab moral) dan Artha (kemakmuran material).

Baca Juga: Kesalahpahaman Umum Kama Sutra, Bukan Sekadar Posisi Bercinta Belaka

Baca Juga: Erotika Timur Tengah Berusia 4.000 Tahun, Lebih Tua dari Kamasutra

Baca Juga: Hanya di India, Kepalanya Rela Ditumbuk Kelapa demi Keinginan Tercapai

Dalam tradisi Hindu, manusia harus mempraktikkan Dharma, Artha, dan Kama pada waktu yang berbeda dalam hidup mereka dan sedemikian rupa sehingga mereka selaras dan tidak berbenturan sama sekali.

Seseorang harus memperoleh pembelajaran dan pendidikan tentang ketiga prinsip itu sejak usia dini—terutama Dharma. Di masa muda dan paruh baya, seseroang tadi mulai harus memperhatikan Artha, dan Kama.

Seseorang harus merindukan kesenangan duniawi selama masa muda dan paruh baya karena selama periode ini seseorang secara fisik dan mental cocok untuk menikmati keintiman dengan lawan jenis.

Sementara "di usia tuanya, seseorang harus mengabdikan dirinya untuk mengabdi pada agama dan berjuang untuk mencapai keselamatan," tutup Joanne Reed dalam tulisannya.