Media-media global menggemakan kemenangan Maroko dengan tajuk utama yang menunjukkan skala reaksi global.
“Afrika dan Timur Tengah bersatu di belakang Maroko,” tulis DW.
Adapun Reuters menulis, “Dunia Arab bergembira karena Maroko mencapai perempat final Piala Dunia.” Bahkan, kini mereka sudah sampai semi final.
Bagi Sportschau, majalah olahraga Jerman, Maroko yang mengalahkan Spanyol dalam adu penalti, "tidak diragukan lagi" merupakan kejutan besar Piala Dunia 2022.
Maroko, setelah memuncaki Grup F di atas Kroasia dan Belgia, kemudian menyingkirkan Spanyol dan Portugal, menjadi favorit lain untuk memenangkan mahkota dunia, catat majalah Jerman itu.
Media internasional itu pun mengomentari para suporter Maroko yang jumlahnya mencapai 30.000 itu menjadikan setiap pertandingan Piala Dunia sebagai pertandingan kandang. Tidak heran Maroko begitu mengesankan di Piala Dunia. “Dengan penggemar yang begitu bersemangat, sulit untuk kalah,” kata majalah itu.
“Ini adalah hari bersejarah bagi Maroko, Afrika, Arab, dan Muslim. Atlas Lions telah meraung mengejutkan pemenang Piala Dunia 2010 Spanyol,” tulis CNN di situsnya.
The Washington Post lebih tertarik pada nasionalisme sepak bola para pemain Maroko. Mereka mencatat tingginya jumlah pemain Maroko yang memutuskan bermain untuk tim orang tua mereka atau tim hati mereka.
Banyak pemain Maroko yang lahir dan besar di negara-negara Eropa dan Amerika. Hakim Ziyech dan Sofyan Amrabat, misalnya, lahir dan besar di Belanda. Achraf Hakimi lahir dan besar di Spanyol. Romain Saiss dan Sofiane Boufal lahir dan besar di Prancis. Adapun kiper fantastis Yassine Bounou alias Bono terlahir di Kanada sebelum besar di Maroko dan Spanyol.
Pada babak semi final nanti Maroko akan berhadapan dengan Prancis. Kebanyakan pemain dalam skuad Prancis sebenarnya juga merupakan orang-orang keturunan Afrika.
Sebagai contoh, Kylian Mbappe memiliki darah Afrika tulen karena ayahnya berasal dari Kamerun dan ibunya berasal dari Aljazair. Para pemain Prancis lainnya yang juga keturunan Afrika adalah Ousmane Dembele, Aurélien Tchouaméni, Dayot Upamecano, Jules Kounde, Axel Disasi, Randal Kolo Muani, Youssouf Fonana, Steve Mandanda, William Saliba, Ibrahima Konate, dan Eduardo Camavinga. Kingsley Coman dan Marcus Thuram juga punya darah Afrika karena leluhurnya berasal dari Guadelope, wilayah kekuasaan Prancis di Laut Karibia yang menjadi tempat perbudakan orang-orang Afrika.
“Kita semua berbicara tentang tim Eropa, tim Amerika Selatan, tapi saya berharap, di masa depan, kita akan melihat lebih banyak tempat untuk tim Afrika. Jadi mengapa tidak? Mengapa negara Afrika tidak bisa memenangkan Piala Dunia?” ucap Walid Reragui.