Penelitian Psikologi tentang Petunjuk Praktis Bahagia dengan Berhemat

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 21 Desember 2022 | 10:00 WIB
Uang memang tidak bisa membeli kebahagiaan, asal Anda tahu cara mengelolanya dengan baik. (Steve PB/Pixabay)

Nationalgeoraphic.co.id—Sebuah penelitian yang terbit di Journal of Consumer Psychology berjudul unik, "If money doesn't make you happy, then you probably aren't spending it right" (Jika uang tidak membuatmu bahagia, bisa jadi kamu tidak membelanjakannya dengan benar). Walau penulisan judulnya kurang baku, tetapi mengandung nasihat untuk kita tentang kebahagiaan terhadap uang yang kita miliki.

Banyak orang yang merasa tidak bahagia atas uang yang dimilikinya. Padahal, mungkin uang yang dimilikinya sudah banyak. Ya, penelitian ini memandang bahwa frasa "uang tidak bisa membeli kebahagiaan" sebenarnya tergantung bagaimana kita mengelolanya.

Menurut para peneliti, memiliki uang "adalah peluang yang secara rutin disia-siakan orang karena hal-hal yang menurut mereka akan membuat mereka bahagia seringkali tidak." Melansir Insider, Daniel Gilbert, psikolog Harvard University yang terlibat dalam penelitian itu mengatakan, "Sentimen (uang tidak bisa membeli kebahagian) ini menyenangkan, populer, dan hampir pasti salah."

Penelitian psikologi lainnya yang Gilbert kutip mengungkapkan, banyak orang di Amerika Serikat yang menghabiskan di atas Rp780 juta per tahun atau lebih dari 50 ribu dolar AS per tahun, cenderung punya kesejahteraan yang menurun.

Maka, penelitian ini membagikan delapan tips yang bisa memandu kita mengelola pengeluaran keuangan dengan baik. 

Pertama, keluarkan uang untuk pengalaman, bukan barang

Ada banyak orang yang rela mengeluarkan uang untuk pengalaman hidupnya, misalnya untuk berpelesiran dan konser. Hindari terlalu sering membeli materi seperti mobil, rumah, dan peralatan.

Gilbert dan tim berpendapat, membeli pengalaman akan lebih berkesan dan disukai. Pengalaman yang telah berlalu akan menjadi berharga untuk diingat.

"Setelah mengabdikan hari-hari untuk memilih lantai kayu keras yang sempurna untuk dipasang di kondominium baru, pembeli rumah menemukan lantai ceri Brasil yang dulu mereka sukai dengan cepat menjadi tidak lebih dari tanah yang tidak diperhatikan di bawah kaki mereka," tulis mereka. "Sebaliknya, ingatan mereka melihat bayi cheetah saat fajar di safari Afrika terus memberikan kesenangan."

Kedua, habiskan uang untuk membantu orang lain

Uang Anda memang banyak, tetapi belum tentu Anda bahagia memilikinya. Ada banyak orang yang membutuhkan uang, jasa, dan bantuan di seluruh dunia. Anda bisa membantu mereka untuk hidup lebih sejahtera.

Selain itu, manusia sebagai makhluk sosial, kebahagiaan bisa dibentuk dengan hubungan sosial. Dengan cara membantu, hubungan sosial terpelihara dengan baik. Banyak penelitian terkait sikap memberi, mengaktifkan pusat otak bagian penghargaan diri.

Ketiga, belilah hal kecil yang menyenangkan daripada yang besar

Membeli hal besar seperti rumah, mungkin menjadi hal bahagia. Tetapi, seberapa lama bahagia itu akan bertahan? Rupanya, kita sering bahagia akan hal kecil di sekitar kita, dan penelitian Gilbert dan tim sepakat hal itu. Kita menjadi terbiasa mengeluarkan uang untuk minum teh bersama teman, liburan singkat dengan pasangan, atau menyanyikan lagu kesukaan bersama.

Hal inilah yang membuat kebahagian tidak selalu memerlukan biaya besar untuk dikeluarkan. Kita hanya perlu membelanjakan sebagiannya saja.

"Kita mungkin lebih baik mencurahkan sumber daya keuangan kita yang terbatas untuk membeli barang-barang indah dalam dosis yang sering daripada dosis yang jarang dari barang-barang yang lebih indah," tulis para peneliti.

Keempat, tidak usah membeli banyak asuransi untuk barang

Saking khawatirnya Anda terhadap barang-barang Anda, mungkin membutuhkan jaminan asuransi yang melindunginya. Mulai dari mobil, ponsel, atau hal-hal yang remeh, saking Anda memiliki uang untuk membayar asuransi.

Sebaiknya, kurangi untuk membeli asuransi banyak-banyak. Para peneliti menjelaskan, kita beradaptasi dengan hal-hal yang baik, maupun buruk. "Orang-orang mencari jaminan yang diperpanjang dan kebijakan pengembalian yang murah hati untuk mencegah kemungkinan penyesalan di masa depan," kata penulis,

"Namun, penelitian menunjukkan bahwa jaminan mungkin tidak diperlukan untuk kebahagiaan dan kebijakan pengembalian sebenarnya dapat merusaknya."

Kelima, bayar dulu, nikmati kemudian

Saat pesatnya aplikasi pinjaman di daring dan kredit, atau fitur paylater (bayar nanti) di aplikasi toko. Sistem ekonomi seperti ini membuat kita untuk mengonsumsi sekarang, bayar kemudian. Perilaku ini "mengarah pada perilaku picik--menumpuk hutang, menabung sedikit untuk masa pensiun," tulis para peneliti. "Pada akhirnya, peringatan harus dibayar, dan ketika itu terjadi, hidup sering kali berantakan."

Maka, mereka menyarankan untuk melakukan sebaliknya. Sesuai dengan pepatah, "bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian". Banyak dari literatur psikis menunjukkan pula, menunda kepuasan justru mengarahkan kehidupan yang memuaskan, sukses, dan bahagia.

Keenam, bayangkan perasaan ketika memiliki barang yang hendak dibeli

Terkadang ketika kita hendak membeli sesuatu, kita cenderung lupa perasaan diri kita sesudah membeli. Gilbert dan tim mengatakan, kebahagiaan justru ada di dalam detail barang yang dibeli. Jadi, sebaiknya, sebelum belanja besar-besaran, pertimbangkan rumitnya barang itu untuk Anda.

Baca Juga: Bantuan Tunai Orang Kaya ke Orang Miskin Bisa Tingkatkan Kebahagiaan

Baca Juga: Memisahkan Rekening Bank dengan Pasangan Buat Hubungan Lebih Bahagia?

Baca Juga: Benarkah Uang Tidak Bisa Membeli Kebahagiaan? Begini Faktanya

Baca Juga: Koin Paling Berharga di Dunia Dijual di Lelang seharga $18,9 Juta

Misalnya, Anda hendak membeli mobil. Bayangkan, betapa pusingnya diri Anda ketika harus membayar perawatannya. Atau, jika hendak membeli rumah di hutan, Anda harus repot-repot memikirkan keamanan dan kenyamanan dari nyamuk atau hewan buas.

Ketujuh, berhentilah membanding-bandingkan

Ketika Anda hendak berbelanja produk yang Anda yakin akan bahagia, jangan membandingkannya dengan yang lainnya atau produk sejenis. Misalnya, Anda sudah sejak lama mengincar suatu jenis mobil. Namun, ketika hendak membeli, Anda membanding-bandingkan dengan mobil lainnya yang lebih anggun di dealer mobil. Anda harus menghindari perilaku seperti ini.

"Dengan mengubah konteks psikologis di mana keputusan dibuat, perbandingan belanja dapat mengalihkan perhatian konsumen dari atribut suatu produk yang penting bagi kebahagiaan mereka, memusatkan perhatian mereka alih-alih pada atribut yang membedakan pilihan yang layak," para peneliti berpendapat.

Jika membanding-bandingkan terus dilakukan, Anda tidak akan puas. Terkadang, justru membeli dua produk yang mengeluarkan ongkos lebih besar.