Nationalgeographic.co.id—Sinterklas menjadi salah satu tokoh yang dicintai oleh anak-anak di hari Natal. Setiap tahun, keluarga yang merayakan Natal menghiasi rumah mereka dengan pohon Natal. Ada yang menggantung kaus kaki besar sebagai tempat beragam hadiah yang akan ditinggalkan oleh Sinterklas. Namun apa hubungan Sinterklas dengan hari raya keagamaan itu sendiri? Seperti yang diketahui, sinterklas adalah tokoh poluler dalam tradisi Natal Modern.
Bagaimana persisnya perayaan kelahiran Yesus menjadi seperti sekarang ini sulit dilacak. “Namun ada beberapa petunjuk tentang asal usul budaya perayaan Natal modern,” kata profesor sejarah agama, Kyle Smith. Meskipun sulit untuk mengidentifikasi kapan dimulai, paruh kedua abad ke-19 adalah ketika beberapa perubahan signifikan dalam perayaan Natal terjadi, Smith menambahkan.
Sejarah Sinterklas dan tradisi Natal Modern
“Imigran Belanda yang bermigrasi ke Amerika Serikat, khususnya ke New York, sangat penting bagi sejarah Natal,” kata Smith.
Ketika para imigran dari Belanda, Jerman, dan bagian Eropa lainnya tiba di New York, mereka membawa serta tradisi Natalnya.
Sinterklas adalah tokoh populer dalam perayaan Natal modern. Asal-usulnya berhubungan dengan Santo Nicholas dari Myra dalam Gereja Katolok. Di Gereja Katolik, hari raya Santo Nicholas adalah 6 Desember, mendekati waktu Natal. Dikenal sebagai pemberi hadiah, sang santo dihormati sejak zaman kuno.
Namun kisah bagaimana Santo Nicholas menjadi Sinterklas, prosesnya melibatkan para imigran Belanda. Orang Belanda memiliki tradisi mereka sendiri tentang sosok bernama Sinterklaas – berdasarkan Santo Nicholas. Sinterklaas mengunjungi keluarga selama pesta Natal untuk memberikan hadiah, sesuai tradisi Belanda.
Ketika imigran Belanda tiba di New York, saat itu budaya sastra yang eksplosif menguasai gagasan Sinterklaas. “Maka, cerita dan gambar Sinterklas mulai menyebar,” ungkap Jan Bartek di laman Ancient Pages.
Karya-karya yang ditulis oleh Washington Irving, Clement Clark Moore ('Twas the Night Before Christmas) dan Charles Dickens (A Christmas Carol) turut merubah bentuk hari raya itu. Seiring berjalannya waktu, perayaan menjadi makin komersial.
“Ini ada hubungannya dengan imigrasi Eropa ke Amerika Serikat. Kreasi semacam ini terjadi di New York melalui sejumlah penulis dan ilustrator yang berbeda,” kata Smith.
Kisah-kisah Moore mengembangkan gagasan tentang Sinterklas sebagai peri dengan rusa kutub yang turun dari cerobong asap. Sementara cerita Dickens, terutama A Christmas Carol, lebih mendorong perayaan untuk difokuskan pada hadiah anak-anak dan pesta keluarga.