Squall Line, Awan Hujan Badai Ekstrem yang Dipicu Perubahan Iklim

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 29 Desember 2022 | 10:00 WIB
Squall line atau garisan badai merupakan tanda buruk atas perubahan iklim. Kemunculannya bisa mengakibatkan cuaca ekstrem di beberapa tempat. (SturmjaegerTobi/Pixabay)

Nationalgeographic.co.id – Tidak selamanya ancaman bencana bagi Indonesia, bisa datang dari aktivitas geologis seperti gunung berapi, gempa bumi, dan tsunami. Posisi negeri ini tepat di bawah khatulistiwa, atau lebih luasnya, beriklim tropis yang memungkinkan hujan badai ekstrem bisa terjadi. Salah satu hujan badai yang bisa terjadi adalah squall line (garisan badai) yang muncul akibat perubahan iklim.

Baru-baru ini, keberadaan squall line menjadi peringatan untuk kawasan Jabodetabek. Selama libur nataru 2023, BMKG memperingatkan untuk waspada akan dampak squall line di langit Selat Sunda dan bagian barat Pulau Jawa.

Namun, seperti apa sebenarnya squall line itu?

Menurut Enyclopedia of Atmospheric Sciences, squall line adalah hujan badai “jenis MCS ketinggian menengah yang paling umum dan garis yang parah paling sering terjadi di musim semi, menghasilkan tornado, angin kencang, dan hujan es dua kali lebih banyak daripada MCS yang lebih melingkar.”

Dengan kata lain, badai squall line adalah hujan badai yang berderet dan mengandung petir. Badai ini membentuk lintasan memanjang seperti garis. Erma Yulihastin, ahli klimatologi Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutnya sebagai “jalan tol hujan” pada kasus peringatan badai hujan selama nataru 2023.

"Jalan tol hujan ini tak hanya menjadi penghubung bagi suplai kelembapan kontinu dari laut ke darat, tapi sekaligus menjadi jalan bagi badai untuk mengakumulasikan dan mentransfer energinyua sehingga badai bersifat long-lasting (tahan lama)," terang Erma.

Squall line bisa muncul sebagai kumpulan (massa) awan yang berbentuk kerucut, dengan awan memancar dari puncaknya, contohnya seperti gambar di bawah.

Tampang squall line di Teluk Meksiko tanggal 7 April 1984, ketika difoto dari luar angkasa. (NASA Challenger/via Science Direct)

Arah pergerakan badai lebih sering terjadi bergerak pada salah satu sisi, bukan ujung garis. Pergerakan ini bisa dibayangkan seperti pisau yang memotong, bukan menusuk.

Squall line tropis dapat diketahui dengan garis sel konvektif (convective cell) yang kuat dari seratus hingga beberapa ratus kilometer di sepanjang sumbu utamanya. Pada bagian permukaan badai hujan, lintasannya bisa diamati dengan adanya gulungan awan yang jelas dan diikuti oleh badai angin dengan kecepatan 43,2 hingga 90 kilometer perjam.

Baca Juga: Akhirnya Terjawab, Mengapa Kita Lebih Rentan Sakit saat Cuaca Dingin?

Baca Juga: Menumbuhkan Kembali Hutan Hujan Bantu Batasi Perubahan Iklim

Baca Juga: Dampak Perubahan Iklim, Memburuknya Pasokan Pangan, Rasa dan Racun

Baca Juga: Kekerasan terhadap Perempuan Diperkirakan Naik seiring Cuaca Ekstrem

Jika Anda melihat gambar squall line di bawah, terdapat pergerakan menuju ke atas dan ke bawah. Aliran ke atas yang kuat dari ujung depan garis terangkat oleh lapisan bawah yang lebih hangat. Pengangkatan yang miring inilah yang membentuk curah hujan yang tinggi.

Ilustrasi pergerakan angin di dalam squall line. Pengangkatan dan penurunan udara di bagian awan hujan badai inilah yang menyebabkan curah hujan lebat terjadi. ( Zipser (1977)/Science Direct)

Pada kasus Desember 2022, squall line memanjang dari Samudra Hindia bagian barat daya dari Selat Sunda, kemudian mencapai Kepulauan Seribu, Jakarta. Erma menjelaskan, menurut kajian BRIN, hujan badai dapat bertambah dan mengalami penggabungan "sehingga menjadi badai yang meraksasa di atas Jabodetabek."

"Mekanisme inilah yang harus diwaspadai," lanjutnya.

Peringatan perubahan iklim

Desember 2020, sebuah penelitian di Quarterly Journal of the Royal Meteorological memperingatkan bahwa di beberapa tempat squall line semakin sering terjadi beberapa dekade belakangan. 

"Pergeseran angin yang lebih kuat mungkin menjadi pendorong utama tren ini dan dapat terus menguat seiring dengan perubahan iklim," tulis para peneliti yang dipimpin Megan Bickle dari Fluid Dynamics CDT, University of Leeds, Inggris.

Dengan sering terjadinya squall line, tentunya akan berdampak buruk dengan cuaca ekstrem. Lewat rilisnya, BMKG mengungkapkan bahwa selama sepekan, hujan lebat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kecang berpotensi terjadi. Kawasan yang sangat mungkin terkena adalah hampir seluruh Provinsi Banten.

Sementara di laut, squall line menyebabkan dorongan terhadap permukaan yang menyebabkan ombak tinggi. Diperkirakan di Samudra Hindia ketinggiannya bisa mencapai 2,5 sampai 4,0 meter.

"Masyarakat dan pihak-pihak terkait dihimbau untuk melakukan penataan lingkungand dengan tidak membuang sampah sembarangan, membersihkan saluran air/sungai, jauhi tanah yang labil atau mudah longsor, melakukan pemangkasan dan ranitng pohon yang sudah mulai rapuh, serta selalu waspada terhadap dampak bencana hidrometeorologi," terang BMKG.