Nationalgeographic.co.id – Mint adalah nama untuk lebih dari selusin spesies tanaman, termasuk peppermint dan spearmint, yang termasuk dalam genus Mentha. Tumbuhan ini sangat dikenal karena sensasi pendinginan yang mereka berikan. Mereka dapat ditambahkan ke makanan dalam bentuk segar dan kering.
Dilansir Healthline, mint adalah bahan yang populer di beberapa makanan dan minuman, mulai dari teh dan minuman beralkohol hingga saus, salad, dan makanan penutup.
Meskipun memakan tanaman ini menawarkan beberapa manfaat kesehatan, penelitian menunjukkan bahwa beberapa manfaat kesehatan mint berasal dari mengoleskannya ke kulit, menghirup aromanya, atau meminumnya sebagai kapsul.
Namun pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa jika menggigit daun mint atau apapun makanan yang mengandung mint menimbulkan sensasi dingit di mulut? Hal tersebut karena mint sebagai kesuksesan biokimia setidaknya untuk tanaman, sama seperti cabai.
Keajaiban evolusioner terletak pada molekul khusus yang dihasilkan tanaman ini: capsaicin dalam cabai, dan mentol dalam mint. Para ilmuwan berpikir nenek moyang tanaman mungkin telah mulai memproduksi bahan kimia untuk mencegah pemangsa.
"Tanaman mungkin mengembangkan senyawa untuk digunakan sebagai mekanisme pertahanan, dan melalui seleksi alam, mereka menemukan beberapa yang berhasil," kata Paul Wise, anggota asosiasi di Monell Chemical Senses Center di Philadelphia, dikutip Live Science.
Tanaman yang menghasilkan senyawa tersebut lebih kecil kemungkinannya untuk dimakan. Mereka yang bertahan cukup lama untuk bereproduksi mampu menyebarkan benihnya dan mewariskan gennya ke generasi berikutnya. Itu sebabnya mint membuat mentol. Akan tetapi kenapa itu membuat mulutmu terasa dingin?
Jawabannya, singkatnya, mentol membuat tubuh kita merasa dingin, padahal sebenarnya tidak. Baik mentol dan capsaicin memengaruhi sistem reseptor sensorik yang memantau hal-hal seperti sentuhan, suhu, dan rasa sakit. Disebut sistem somatosensori, jaringan neuron kompleks ini berbeda dari sistem yang bertanggung jawab untuk rasa dan bau.
"Ada neuron di bawah kulit yang dapat merasakan sensasi berbeda, seperti panas dan dingin," kata Seok-Yong Lee, profesor biokimia di Duke University.
Neuron ini memantau lingkungan menggunakan susunan protein khusus yang tertanam di membran sel. Protein mengontrol terowongan kecil yang disebut saluran ion yang memungkinkan materi melewati membran sel. Saluran ion tetap tertutup sampai protein reseptor mendeteksi rangsangan yang dicarinya.
"Begitu mereka merasakan bahan kimia atau panas, protein menyala dan membiarkan ion menembus membran sel," sambung Lee. Ion segar dari dunia luar itu memicu sinyal listrik kecil, yang disebut potensial aksi, yang disampaikan neuron ke otak.
Potensi aksi itu seperti telegram elektrokimia yang berbunyi beberapa reseptor dingin di lidah terpicu. Otak secara wajar menafsirkannya sebagai ‘lidahnya dingin’, tetapi tidak selalu demikian.