Kejut Listrik, Pengobatan Pasien Gangguan Jiwa yang Kontroversional

By Hanny Nur Fadhilah, Kamis, 5 Januari 2023 | 15:00 WIB
Terapi elektrokonvulsif (ECT) atau kejut listrik adalah terapi yang digunakan untuk mengobati pasien yang mengalami depresi berat (Pexels)

 

Nationalgeographic.co.id—Gangguan kejiwaan biasanya diobati dengan terapi bicara atau obat-obatan, tetapi ketika perawatan ini tidak berhasil, dokter dan pasien terkadang beralih ke prosedur yang kurang umum dan kontroversial. Seperti kejutan listrik melalui otak. Mungkin terdengar ekstrem, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada pasien tertentu, perawatan ini bisa sangat efektif. Berikut adalah lima perawatan tidak konvensional untuk gangguan kesehatan mental.

Terapi Kejutan Listrik

Terapi elektrokonvulsif (ECT), pertama kali digunakan pada tahun 1930-an, melibatkan penempatan elektroda di dahi dan mengalirkan arus listrik melalui otak untuk memicu kejang yang berlangsung selama 30 hingga 60 detik.

Perawatannya kontroversial, dan pada tahun-tahun awal terapi, pasien tidak diberi anestesi, dan listrik tingkat tinggi digunakan. Hari ini, terapi lebih aman, karena pasien menerima anestesi dan dosis listrik jauh lebih terkontrol. Meski begitu, perawatan tersebut dapat merusak ingatan jangka pendek dan dalam kasus yang jarang terjadi menyebabkan masalah jantung.

Karena potensi efek samping ini, ECT tidak boleh digunakan sebagai terapi lini pertama. Namun, bagi orang yang telah mencoba pengobatan lain dan tidak melihat perbaikan pada gejalanya, pengobatan tersebut bisa sangat efektif: 75 hingga 85 persen pasien yang menerima ECT pulih dari gejalanya, kata para ahli.

Dilansir Live Science, ECT digunakan untuk mengobati pasien yang mengalami depresi berat dan berisiko bunuh diri, dan dalam beberapa kasus, digunakan untuk mengobati skizofrenia dan mania berat.

Stimulasi Otak Dalam

Stimulasi otak dalam, yang melibatkan penanaman alat yang mengirimkan impuls listrik ke otak, sedang diselidiki sebagai pengobatan untuk gangguan obsesif kompulsif yang parah, depresi dan kecanduan narkoba.

Terapi ini sudah disetujui untuk pengobatan tremor pada penyakit Parkinson dan distonia. Pada tahun 2009, Food and Drug Administration menyetujui stimulasi otak dalam untuk pengobatan gangguan obsesif kompulsif (OCD), meskipun pasien diharuskan untuk mencoba perawatan lain setidaknya selama lima tahun sebelum mereka memenuhi syarat untuk prosedur ini.

Setelah stimulasi otak dalam, beberapa pasien OCD menunjukkan peningkatan suasana hati, seperti penurunan kecemasan, dan memiliki respons yang lebih baik terhadap terapi perilaku yang sebelumnya tidak berhasil. Namun, para ahli mengingatkan bahwa pengobatan bukanlah obat.

"Apa yang sebenarnya dilakukan DBS adalah membuat Anda menjadi pasien OCD pada umumnya," kata Dr. Benjamin Greenberg, psikiater di Universitas Brown.

Stimulasi magnetik transkranial