Alih-alih Desember, Sebagian Orang Merayakan Natal di Bulan Januari

By Sysilia Tanhati, Jumat, 6 Januari 2023 | 11:00 WIB
Natal biasanya dirayakan setiap tanggal 25 Desember. Namun sebagian orang merayakannya di bulan Januari. Apa sebabnya? (Elina Fairytale)

Ketidaksepakatan tentang kapan secara resmi mengakui kelahiran Yesus Kristus dimulai sejak tahun 325 Masehi. Saat itu, sekelompok uskup Kristen mengadakan konferensi ekumenis pertama. Ini adalah sebuah pertemuan untuk membahas masalah doktrin agama.

Salah satu agenda terpenting Konsili Nicea Pertama adalah untuk membakukan tanggal hari raya gereja yang paling penting yaitu Paskah. Untuk melakukannya, mereka memutuskan untuk mendasarkannya pada kalender Julian (Julius). “Itu adalah kalender matahari yang diadopsi oleh penguasa Romawi Julius Caesar pada tahun 46 Sebelum Masehi,” tulis Erin Blakemore di National Geographic.

Namun kalender Julian memiliki masalah sendiri yaitu melebih-lebihkan panjang tahun matahari sekitar 11 menit. Akibatnya, penanggalan dan tahun matahari menjadi semakin tidak sinkron seiring berjalannya abad.

Perpecahan kalender besar Kekristenan

Pada tahun 1582, tanggal-tanggal hari raya Kristen yang penting telah begitu banyak berubah sehingga Paus Gregorius XIII merasa prihatin. Ia mengumpulkan sekelompok astronom lain dan mengusulkan kalender baru, yang dikenal sebagai kalender Gregorian.

Kalender baru memecahkan sejumlah masalah rumit yang telah terakumulasi selama bertahun-tahun. “Mayoritas dunia Kristen mengadopsinya,” tambah Blakemore.

Tetapi Gereja Ortodoks tidak setuju. Selama Perpecahan Besar pada tahun 1054, Gereja Ortodoks memisahkan diri dan berdiri sendiri setelah berabad-abad perbedaan politik dan doktrin yang meningkat. Umat Kristen Ortodoks tidak mengakui Paus sebagai pemimpin gereja, menolak konsep api penyucian, dan tidak setuju dengan asal usul Roh Kudus.

Mengikuti koreksi Paus Gregorius atas kalender Gregorian berarti menerima tumpang tindih antara Paskah Yahudi dan Paskah Kristen. Ini akan menjadi sebuah langkah yang bertentangan dengan teks suci Kekristenan Ortodoks. Maka Gereja Ortodoks menolak kalender Gregorian dan tetap mengandalkan kalender Julian.

Kondisi tetap seperti itu selama berabad-abad dan pergeseran antar kalender terus berlanjut. Pada tahun 1923, ada perbedaan 13 hari antara kedua kalender tersebut. Blakemore menyebutkan, “Perbedaan tersebut menempatkan Natal Ortodoks 13 hari setelah 25 Desember.”

Menyelesaikan krisis kalender Ortodoks

Itu menjelaskan keberadaan dua Natal. Namun bagaimana gereja-gereja Ortodoks mengatasi krisis kalender mereka yang sedang berlangsung? Pada Mei 1923, sekelompok pemimpin Ortodoks bertemu untuk membahas masalah tersebut. Diadakan di Konstantinopel, Kongres Pan-Ortodoks mengumpulkan delegasi dari gereja-gereja di Konstantinopel, Siprus, Yunani, Rumania, Rusia, dan Serbia.

Di Georgia, pendeta dan orang-orang dengan kostum religius berparade di jalan-jalan. Mereka menyanyikan lagu-lagu Natal dan berjalan menuju gereja. Tradisi ini dikenal dengan sebutan Alilo. (Paata Vardanashvili)