Studi Terbaru: Terlalu Banyak Senyum Bisa Jadi Bumerang Diri Sendiri

By Hanny Nur Fadhilah, Selasa, 17 Januari 2023 | 15:00 WIB
Terlalu banyak senyum bisa menjadi bumerang bagi diri sendiri, menurut studi terbaru. (Kat Smith)

Nationalgeographic.co.id—Keep smile! kalimat itu pasti sering didengar atau diucapkan ketika sedang mencoba memberikan semangat ataupun ketika tengah mengalami kejadian yang tak mengenakan. Tersenyum juga menjadi cara sederhana untuk mengekspresikan kebahagiaan. Tapi menurut sebuah penelitian terbaru, tersenyum bukan nasihat terbaik atau strategi mengatasi masalah.

Para peneliti menemukan bahwa sering tersenyum sebenarnya dapat membuat orang merasa lebih buruk jika mereka berpura-pura. Ketika orang memaksakan diri untuk tersenyum karena mereka berharap untuk merasa lebih baik atau mereka melakukannya hanya untuk menyembunyikan emosi negatif mereka, strategi ini bisa menjadi bumerang.

Studi yang diterbitkan dalam Journal of Experimental Social Psychology ini mengungkap apakah tersenyum akan menyakiti kesejahteraan emosional Anda tergantung pada motivasi di baliknya.

“Paling umum, orang tersenyum ketika mereka bahagia, karena tersenyum mencerminkan kebahagiaan," kata Anirban Mukhopadhyay, profesor pemasaran di Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong.

"Namun, orang juga tersenyum ketika mereka tidak bahagia, untuk menutupi emosi negatif atau untuk mencoba dan menjadi bahagia," sambungnya.

Orang mungkin mengasosiasikan tindakan tersenyum tidak hanya dengan perasaan bahagia, tapi juga dengan perasaan tidak bahagia. Dalam studi tersebut, para peneliti melakukan tiga percobaan di mana mereka meneliti seberapa sering orang tersenyum dan motivasi di balik ekspresi mereka.

Dalam satu percobaan, 108 orang menyelesaikan survei menanyakan seberapa sering mereka tersenyum pada hari percobaan dan apakah menurut mereka orang biasanya tersenyum untuk merasa baik atau memaksakan diri untuk merasa baik. Para peserta juga mengisi kuesioner yang memeriksa seberapa puas mereka dengan hidup mereka. 

Para peneliti merekrut sekelompok 63 orang dan menunjukkan kepada mereka gambar-gambar lucu, yang menurut para peneliti sedang diuji untuk digunakan dalam penelitian selanjutnya. Mereka meminta para peserta untuk tersenyum jika mereka benar-benar menganggap gambar itu lucu.

Dan, pada percobaan ketiga, para peneliti meminta 85 orang untuk membuat daftar situasi di mana mereka tersenyum karena merasa bahagia. Para peneliti meminta peserta untuk melakukan latihan otot wajah di mana mereka disuruh memanipulasi otot wajah mereka untuk membuat bentuk seperti senyum atau tidak seperti senyuman. Kemudian mereka memeriksa tingkat kepuasan hidup peserta.

Ketika para peneliti menganalisis hasil dari tiga percobaan, mereka menyimpulkan bahwa orang-orang dalam penelitian yang biasanya tidak tersenyum ketika bahagia merasa lebih buruk ketika mereka sering tersenyum, sedangkan orang-orang yang sering tersenyum ketika bahagia merasa lebih baik ketika mereka tersenyum.

"Secara umum, kami berpikir bahwa membuat orang yang merasa tidak enak tersenyum bisa menjadi bumerang dan membuat mereka merasa lebih buruk, karena mereka mungkin mengartikan tersenyum sebagai usaha untuk menjadi bahagia," kata Mukhopadhyay.

Baca Juga: Senyum Berjuta Makna, Berhati-hatilah Di Mana Kita Tersenyum

Baca Juga: Senyum Adalah Sedekah dan Ibadah, Ternyata Ini Alasannya Menurut Sains

Baca Juga: Senyum Terbukti dapat Membuat Seseorang Merasa Lebih Bahagia

Baca Juga: Mengapa Orang Zaman Dahulu Tidak Mau Tersenyum Ketika Difoto? 

"Sering tersenyum akan mengingatkan mereka untuk tidak bahagia," katanya, menyarankan bahwa strategi terbaik dalam kasus seperti itu sebenarnya adalah tidak tersenyum sampai emosi negatif yang membuat seseorang merasa tidak enak teratasi. 

Jadi siapa yang harus tersenyum sebanyak mungkin dan siapa yang tidak?

Orang yang sering tersenyum karena kepribadiannya yang ceria seharusnya merasa bebas untuk terus tersenyum, karena hal ini dapat membuat mereka merasa lebih baik. Namun, orang yang tidak tersenyum secara alami harus ingat bahwa, bagi mereka, senyuman kemungkinan besar hanyalah ‘usaha untuk menjadi bahagia’.

"Dalam praktiknya, saya pikir orang bisa berpikir tentang keyakinan mereka sendiri tentang tersenyum, melihat bagaimana perasaan mereka tentang seberapa sering mereka tersenyum dan mengadaptasi keyakinan atau perilaku mereka untuk membuat diri mereka merasa lebih baik." tutup Mukhopadhyay.