Nationalgeographic.co.id—Tinggi, pirang, dengan mata biru yang menyorotkan kekejaman. Orang barbar mengenakan helm bertanduk yang menakutkan, terlibat dalam penjarahan dan ritual berdarah. Apakah ini merupakan gambaran yang tepat soal bangsa Viking? Harus diakui, budaya pop memengaruhi pandangan kita mengenai sesuatu, misalnya firaun Mesir kuno atau bangsa Viking. Untuk meluruskannya, mari kita kupas tuntas mitos bangsa Viking yang dibentuk oleh budaya pop.
“Mitos dan kesalahpahaman menyelimuti Viking,” tulis Robert Kościelny di National Geographic. Legenda tentang bangsa Viking muncul setelah serbuan pertama mereka di Kepulauan Inggris pada akhir abad kedelapan. Sejak itu, bangsa yang dikenal barbar dan kejam ini memikat imajinasi kita. Keberadaannya menginspirasi opera, film, novel, komik, bahkan video game. Harus diakui, semua ini membuat fakta dan mitos tercampur aduk. Maka tidak heran jika pengungkapan fakta dari fiksi menjadi tugas yang menakutkan. Para peneliti terus bekerja untuk menggali artefak dan menyelidiki asal-usulnya.
Jurnal yang dipublikasikan di Nature mengungkapkan bahwa bangsa Viking sebagai orang Eropa pertama yang menginjakkan kaki di Amerika, setidaknya 400 tahun sebelum Columbus. Studi DNA pertama dari sisa-sisa mereka menunjukkan bahwa mereka adalah kelompok yang beragam.
Penggalian harta karun, seperti perhiasan yang ditemukan di luar Stockholm, terus menambah daya tarik terhadap perampok kuno.
Mitos 1: Bangsa Viking sangat kejam
“Belum pernah ada teror di Inggris seperti sekarang oleh ras kafir ... Orang-orang barbar ini menuangkan darah orang-orang kudus di sekitar altar. Mereka menginjak-injak tubuh orang-orang kudus di kuil Tuhan seperti kotoran di jalanan.”
Itu adalah gambaran mengerikan tentang serangan di Lindisfarne Priory, di sebuah pulau di lepas pantai timur laut Inggris. Ditulis tahun 793 Masehi oleh cendekiawan Alcuin dari York, peristiwa ini menandai dimulainya zaman Viking di Eropa. “Zaman Viking berlangsung selama selama lebih dari 250 tahun,” ungkap Kościelny.
Meskipun Viking memang menanamkan rasa takut, para ahli mengatakan kekerasan mewabah. “Kekejaman Viking tidak berbeda dengan apa yang terjadi pada masa itu,” kata Joanne Shortt Butler dari University of Cambridge. “Mereka tidak lebih brutal dari perwakilan bangsa atau suku lain. Pembunuhan, pembakaran, dan penjarahan adalah hal yang harus dilakukan.” Meski Viking kejam, mereka bukanlah satu-satunya suku yang menebar teror.
“Lihatlah tindakan Charlemagne, Raja kaum Frank selama zaman Viking,” tulisnya. “Pelindung kebangkitan budaya kuno memerintahkan pemenggalan 4.500 orang Saxon di Verden.”
Mitos 2: Viking adalah satu kelompok
Viking sering dianggap sebagai satu bangsa, tetapi mereka lebih tepatnya adalah kelompok kecil yang diperintah oleh kepala suku terpilih. Beberapa suku ini tinggal di tempat yang sekarang disebut Skandinavia. Mereka kemudian bekerja sama satu sama lain dalam mengorganisir serangan ke wilayah asing.